Senin, 19 Oktober 2015

SUMBER HUKUM ISLAM


1. Al-Qur'an
Menurut bahasa Al-Qur'an berarti "bacaan" (dari asal kata"   قرأ” ). Menurut istilah Al-Qur'an ialah "kumpulan wahyu Allah SWT, yang yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, dengan perantaraan malaikat Jibril yang dihimpun dalam sebuah kitab suci untuk menjadi pedoman  hidup  bagi  manusia dan membacanya termasuk ibadah". Al-Qur'an merupakan sumber hukum Islam yang pertama dan utama. Sebagaimana firman Allah SWT, :


Artinya : " Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasulNya serta ulil amri diantaramu ". ( An-Nisa:59 )
     
Sebagai sumber hukum Islam Al-Qur'an mengandung 3 pokok pengetahuan hukum yang mengatur tentang kehidupan umat  manusia yaitu :

a. Hukum yang berkaitan dengan aqidah, yakni ketetapan tentang wajib beriman kepada Allah SWT,     Malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul, hari akhir dan takdir.
b. Tuntunan yang berkaitan dengan akhlaq (budi pekerti), yaitu ajaran agar seorang muslim memiliki     sifat mulia dan menjauhi sifat tercela.
c. Hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang terdiri dari ucapan, perbuatan,                perjanjian dan lain-lain. Hukum yang berkaitan dengan amal perbuatan ini terbagi menjadi dua            yaitu :
  • Yang mengatur tindakan manusia dalam hubungannya dengan Allah SWT, yang disebut ibadah. Seperti sholat, puasa, haji, nadzar, sumpah dan lain-lain.
  • Yang mengatur tindakan manusia baik individu atau kelompok yang disebut dengan muamalah (amal kemasyarakatan). Seperti perjanjian, hukuman (pidana), ekonomi, pendidikan, pernikahan dan semacamnya.
Fungsi dan Kedudukan  Al-Qur'an. 
a. Sebagai mu'jizat Nabi Muhammad saw.
b. Sebagai dasar dan sumber hukum Islam yang       pertama.
c. Sebagai pedoman dan petunjuk hidup bagi           manusia.
d. Sebagai pembawa berita gembira dan                   kebenaran yang mutlak.
e. Sebagai obat penawar hati bagi orang-orang         yang beriman.
f. Membenarkan dan menyempurnakan kitab-          kitab terdahulu.

2. Al-Hadits
Hadits menurut bahasa artinya "perkataan". Menurut istilah hadits ialah segala sesuatu yang  disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan atau ketetapan (taqrir) Nabi. Bersadarkan definisi tersebut, maka hadits dibagi menjadi 3 bagian yaitu hadits qouliyah (perkataan Nabi saw;), hadits fi'liyah (perbuatan Nabi saw;) dan hadits taqriri (katetapan Nabi saw;). Sedangkan menurut kwalitasnya hadits di bagi menjadi 2 bagian :

a. Hadits maqbul (dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits shoheh dan hadits hasan.
b. Hadits mardud (tidak dapat diterima sebagai pedoman) yang mencakup hadits dhaif (lemah) dan         hadits maudlu' (palsu).

Usaha seleksi diarahkan kepada 3 unsur hadits yaitu :
a. Matan (isi hadits). Suatu isi hadits dapat dinilai baik apabila tidak bertentangan dengan Al-Qur'an,      hadits lain yang lebih kuat, fakta sejarah dan prinsip-prinsip ajaran Islam.
b. Sanad (persambungan antara pembawa dan penerima hadits).Sanad dapat dinilai baik apabila              antara pembawa dan penerima benar-benar bertemu bahkan berguru.
c. Rowi (orang yang meriwatkan hadits). Seorang dapat diterima haditsnya apabila memenuhi syarat-     syarat : 
1) Adil yaitu orang Islam yang baligh dan jujur, tidak pernah berdusta dan membiasakan berbuat             dosa.
2) Afidh yaitu kuat hafalannya atau mempunyai catatan pribadi yang dapat dipertanggung jawabkan.   
Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an, sebagaimana firman Allah SWT:


Artinya : "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu  maka tinggalkanlah". (Al-Hasyr : 7)

Kedudukan dan Fungsi Hadits Sebagai Sumber Hukum Islam.

a. Memperkuat hukum-hukum yang telah ditentukan oleh Al-Qur'an.
   Misalnya : Allah SWT, berfirman yang artinya : "Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta ". (al-          Hajj:30).  Kemudian firman Allah SWT, tadi dikuatkan oleh hadits yang artinya : "Awas! jauhilah       perkataan dusta". (HR. Bukhori Muslim).

b. Memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum.
   Contoh: Allah SWT, berfirman yang artinya: "Diharamkan bagimu memakan bangkai, darah dan        daging babi". (Al-Maidah:3).  Kemudian  Rasulullah saw, menjelaskan bahwa ada bangkai yang         boleh dimakan yaitu ikan dan belalang. Seperti sabda Nabi saw, yang artinya : "Dihalalkan bagi         kita dua macam bangkai dan dua macam darah, adapun dua macam bangkai adalah ikan dan                belalang,  sedang  dua macam  darah  adalah hati dan limpha". (HR. Ibnu Majah).
c. Menetapkan hukum atau aturan-aturan yang tidak didapati dalam Al-Qur'an. 
Misalnya cara menyucikan bejana yang dijilat anjing. Rasulullah saw, bersabda yang artinya :       "Sucikanlah bejanamu  yang  dijilat  anjing, dengan menyucikan sebanyak tujuh kali salah satunya       dicampur  dengan tanah". (HR. Muslim).

3.   Ijtihad
    Ijtihad ialah berusaha keras atau bersungguh-sungguh untuk  memecahkan suatu  masalah yang           tidak ada ketetapannya baik dalam Al-Qur'an maupun Al-Hadits, serta berpedoman kepada cara-        cara menetapkan hukum yang telah ditentukan. Ijtihad dapat dijadikan sebagai sumber hukum            Islam yang ketiga. Landasannya berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Shahabat Nabi Saw           Muadz ibn Jabal ketika diutus ke Yaman sebagai berikut :

 “Dari Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi Saw ketika mengutusnya ke Yaman, Nabi bertanya:   Bagaimana kamu jika dihadapkan permasalahan hukum? Ia berkata: “Saya berhukum dengan kitab  Allah”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam kitab Allah” ?, ia berkata: “Saya berhukum dengan  sunnah Rasulullah Saw”. Nabi berkata: “Jika tidak terdapat dalam sunnah Rasul Saw” ? ia berkata: “Saya akan berijtihad dan tidak berlebih (dalam ijtihad)”. Maka Rasul Saw memukul ke dada  Muadz dan berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah sepakat dengan utusannya (Muadz) dengan  apa yang diridhai Rasulullah Saw”. (HR.Tirmidzi)
                             
Hal yang demikian dilakukan pula oleh Abu Bakar ra apabila terjadi kepada dirinya perselisihan, pertama ia merujuk kepada kitab Allah, jika ia temui hukumnya maka ia berhukum padanya. Jika tidak ditemui dalam kitab Allah dan ia mengetahui masalah itu dari Rasulullah Saw,, ia pun berhukum dengan sunnah Rasul. Jika ia ragu mendapati dalam sunnah Rasul Saw, ia kumpulkan para shahabat dan ia lakukan musyawarah. Kemudian ia sepakat dengan pendapat mereka lalu ia berhukum memutus permasalahan.
                            
Bentuk-bentuk Ijtihad.
a. Ijma’, yaitu kesepakatan pendapat para ahli mujtahid dalam segala zaman mengenai hukum syari'ah. Misalnya: Kesepakatan para ulama dalam membukukan Al-Qur'an pada waktu kholifah Usman bin Affan.

b. Qiyas, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah yang tidak ada hukumnya dengan kejadian lain yang ada hukumnya karena eduanya terdapat persamaan illat (sebab-sebabnya). Misalnya: Menyamakan hukum minum bir dan wisky adalah haram diqiaskan dengan munum khamr yang sudah jelas hukumnya dalam Al-Qur'an.

c. Istikhsan, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap masalah ijtihadiyah berdasarkan prinsip-prinsip kebaikan. Misalnya: Dokter laki-laki melihat aurot wanita yang bukan muhrimnya saat wanita  tersebut akan melahirkan  anaknya.

d. Masholihul Mursalah, yaitu menetapkan suatu hukum terhadap suatu masalah ijtihadiyah atas dasar kepentingan umum. Misalnya: pengenaan pajak terhadap orang-orang kaya.        


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.