Kamis, 25 Agustus 2016

Cara Mengenal Allah Swt Sebagai Tuhan


Seseorang yang mengenal Allah Swt, akan tahu tujuan hidupnya, tujuan mengapa ia dicipitakan dan untuk apa ia berada di atas dunia. Sebaliknya, seseorang yang tidak mengenal Allah Swt tentu ia akan terpedaya dan terpukau oleh indahnya dunia, yang pada gilirannya ia habiskan umurnya untuk mencari dunia dan menikmatinya.

Tujuan Allah Swt menghidupkan manusia di bumi adalah agar manusia beribadah kepada Allah swt. “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-dzariat : 56).

Seorang yang mengenal Allah Swt, tidak akan salah sasaran dalam beribadah. Seorang muslim yang mengenal Allah Swt, akan merasakan kehidupan yang lapang walau bagaimanapun keadaannya. Ketika dalam kesulitan, ia akan sabar. Dan dalam kelapangan, ia akan bersyukur. Ini karena ia mengenal Allah Swt, bahwa Allah Swt-lah yang telah mengatur kehidupannya. Dan Allah Swt tidak pernah berbuat zholim kepada hamba-Nya.

“Amat mengherankan terhadap urusan mukmin, semuanya, hal itu tidak terdapat kecuali pada mukmin, bila ditimpa musibah ia sabar, dan bila diberi nikmat ia bersyukur.” (HR. Muslim).

Orang yang tidak mengenal Allah Swt, maka akan merasakan sempitnya kehidupan.

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS. Thaaha: 124).

Seseorang yang mengenal Allah Swt akan selalu mengharap ridho-Nya dalam setiap perbuatannya, dalam perjalan hidupnya. Lain halnya dengan orang yang tidak mengenal Allah Swt, ia berbuat berdasarkan kemuan syahwat dan kehendak nafsunya. Jadilah hawa nafsunya Tuhan selain Allah Swt yang memerintah dan melarangnya.

Satu  Hadis Nabi Muhammad SAW. yang masyhur ialah;

"Siapa yang mengenal dirinya,  mengenal ia akan TuhanNya"

Ini berarti dengan mematuhi dan memikirkan tentang dirinya dan sifat-sifatnya,   manusia itu bisa sampai  mengenal Allah. Tetapi oleh karena banyak juga orang yang memikirkan tentang dirinya tetapi tidak dapat mengenal Tuhan,  maka tentulah ada cara-caranya yang khusus bagi mengenal ini. 

Secara bahasa, kata Ar-Rabb bermakna pemelihara. Dari kata Ar-Rabb ini terkandung beberapa makna yang lain semisal Al-Malik (penguasa), Al-Mudabbir (pengatur), Al-Mutasharrif (pengatur)dan Al-Muta’ahhid (pemelihara). Penulis kitab Ushul Tsalatsah, Syaikh Muhammad At-Tamimi lebih memilih makna Ar-Rabb sebagai pemelihara. Sebagaimana beliau nyatakan dalam kitab beliau

“Rabbku adalah Allah yang memeliharaku dan memelihara seluruh alam semesta dengan nikmat-Nya…”

Kata Ar-Rabb juga bermakna ma’bud (sesembahan). Dalilnya adalah firman Allah Swt:

”Hai manusia, sembahlah Rabb-mu Yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 21)

Mengenai makna Rabb dari ayat di atas, Imam Ibnu Katsir mengatakan:

“Sang Pencipta segala sesuatu adalah Dzat yang berhak disembah.” Hal ini selaras dengan tujuan diutusnya para Rasul yaitu untuk menyeru kaumnya agar hanya menyembah Allah Swt saja dan tidak menyembah selain-Nya, sebagaimana yang difirmankan Allah Swt:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thagut itu’” (QS. An-Nahl: 36)

Mengapa penting bagi kita untuk mengenal Allah Swt sebagai Rabb? Seorang hamba harus mengenal Rabbnya yang Maha Suci lagi Maha Tinggi yang diperoleh melalui kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya, baik itu berupa keesaan, nama-nama, maupun sifat-sifat-Nya.

Dia adalah Rabb dari segala sesuatu dan Penguasanya, tidak ada Ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Dia dan tidak ada Rabb yang berhak diibadahi, melainkan Dia semata. Oleh karena itu kita wajib mengetahuinya agar kita benar-benar bisa mengabdi kepada-Nya dan dengan pengetahuan yang benar.

Adapun mengenal Allah Swt bisa ditempuh dengan memperhatikan ayat-ayat-Nya dan makhluk-makhluk-Nya. Dari segi bahasa al-aayah memiliki banyak arti, di antaranya bermakna burhan (keterangan) dan dalil. Ayat Allah Swt sendiri dibagi dua macam:

1. Ayat-ayat syar’iyyah: maksudnya adalah wahyu yang dibawa para rasul, yang demikian itu adalah ayat-ayat Allah. Allah Swt berfirman:

“Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al-Qur’an)” (QS. Al-Hadid: 9)

Bagaimana wahyu bisa dijadikan dalil tentang keberadaannya Allah Swt? Alasannya karena wahyu yang dibawa para rasul adalah wahyu yang sudah tersusun rapi dan sempurna serta tidak saling berlawanan. Allah Swt menegaskan hal ini dalam Al-Qur’anul Karim:

“Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah Swt, tentulah mereka mendapatkan adanya pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisa’: 82)

Dengan demikian jelaslah bahwa Al-Qur’anul Karim merupakan dalil tentang adanya Rabb yang Maha Agung.

2. Ayat-ayat kauniyah: yaitu para makhluk, seperti langit, bumi, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan lain-lain.

Memahami Tauhid Sebagai Perintah Allah Swt Terbesar

Berkaitan dengan wajibnya seorang hamba mengenal Allah Swt yakni untuk bisa benar-benar beribadah dengan pemahaman yang benar, maka seorang hamba pun harus mengetahui ibadah apa yang sangat diperintahkan Allah Swt kepada hamba-Nya. Perkara tersebut adalah tauhid.

Syaikh At-Tamimi, penulis kitab Ushul Tsalatsah, mendefinisikan tauhid sebagai pengesaan Allah dalah hal ibadah. Makna tauhid sendiri secara umum adalah pengesaan Allah Swt dalam rububiyah, uluhiyah, dan nama serta sifat-sifat Allah Swt . Untuk itu sebagian ulama membagi tauhid menjadi tiga macam, yaitu tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma’ wa shifat. Adapun penjelasan masing-masingnya adalah sebagai berikut:

1. Tauhid rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah Swt dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Yaitu meyakini bahwa Allah Swt sebagai satu-satunya Pencipta seluruh makhluk, Penguasa dan Pengatur segala urusan alam, Yang memuliakan dan menghinakan, Yang menghidupkan dan mematikan, Yang menjalankan malam dan siang, serta Yang maha kuasa atas segala sesuatu.

Dengan demikian, tauhid rububiyah mencakup keimanan kepada tiga hal, yaitu: (1) beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah Swt secara umum, seperti menciptakan, memberikan rizki, menghidupkan, mematikan, dan lain-lain; (2) beriman kepada qadha dan qadar Allah Swt; (3) beriman kepada keesaan Dzat-Nya.

2. Tauhid uluhiyah adalah mengesakan Allah Swt dalam tujuan perbuatan-perbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka taqarrub (pendekatan diri) kepada Allah Swt. Seperti, berdo’a, bernadzar, menyembelih kurban, bertawakkal, bertaubat, dan lain-lain.

Kemurnian tauhid uluhiyah hanya akan diperoleh dengan mewujudkan dua hal mendasar, yaitu: (1) seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah Swt saja, bukan kepada yang lainnya; (2) dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan syari’at Allah Swt.

3. Tauhid asma’ wa shifat adalah keyakinan tentang keesaan Allah Swt dalam hal nama dan sifat-Nya yang terdapat di Al-Qur’an dan As-Sunnah, disertai dengan meingimani makna-makna dan hukum-hukumnya (konsekuens-konsekuensinya).

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid asma’ wa shifat adalah sebagai berikut: (1) Harus menetapkan semua nama dan sifat Allah Swt, tidak menafikan (meniadakan) dan tidak pula menolaknya; (2) tidak boleh melampaui batas dengan menamai dan mensifati Allah Swt di luar nama dan sifat yang telah ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya; (3) tidak menyerupakan nama dan sifat Allah Swt dengan nama dan sifat para makhluk-Nya; (4) tidak boleh (dan tidak memungkinkan) untuk mencari tahu kaifiyah (bagaimananya) dari sifat-sifat Allah Swt tersebut; (5) beribadah kepada Allah Swt sesuai dengan konsekuensi nama dan sifat-Nya.

Keimanan seseorang kepada Allah Swt tidak akan utuh sehingga berkumpul pada diri-Nya ketiga macam tauhid di atas. Tauhid rububiyah seseorang tidak akan berguna sehingga dia ber-tauhid uluhiyah. Sedangkan tauhid uluhiyah seseorang tidak akan lurus sehingga dia bertauhid asma’ wa shifat. Singkatnya, mengenal Allah Swt saja tidaklah cukup kecuali seseorang tersebut benar-benar beribadah hanya kepada-Nya. Sedangkan beribadah kepada Allah Swt tidak akan terwujud dengan benar tanpa mengenal Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.