Jumat, 12 Agustus 2016

Hukum dan Syarat Ketentuan Hewan Ibadah Kurban


Kurban Secara etimologis, berasal dari bahasa Qurban yang disebut juga “udhaiyaha” atau “dahiyyah” yang secara arfiyah artinya hewan sembelihan. Adapun secara terminologis, “ibadah kurban” dimaknai sebagai suatu aktifitas penyembelihan hewan ternak yang dilakukan pada tanggal 10,11,12 dan 13 zulhijjah yang disebut sebagai hari tasyrik (hari raya haji/idul adha) dengan niat unutk beribada kepada Allah SWT.

Dahlil Syar’i dan Hukum Kurban
Perintah untukk berkurban terdapat pada Al Qur’an surat al-Kautsar ayat 2 : “Maka dirikanlah shalat karena tuhan mu; dan berkurbanlah."

Adapun hadits yang berkaitan dengan kurban diantaranya : “Siapa yang mendapati dirinya dalam keadaan lapang, lalu ia tidak berkorban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami. “(H.R Ahmad dan ibn Majah).

Hadits lainnya adalah hadist yang diriwayatkan dari Zaid ibn Akbar, ia berkata atau mereka berkata,

“Wahai Rasulullah Saw. Apakah kurban itu ?” mereka bertanya, “Apa keutamaan yang kami akan peroleh dengan kurban itu?” Rasulullah menjawab “Setiap satu helai rambutnya adalah kebaikan.” mereka bertanya, “Kalau bulu bulunya ?” Rasulullah menjawab : “Setiap satu helai bulunya juga satu kebaikan. “ (H.R Ahmad dan ibn Majah)

“Kami berkurban bersama Nabi saw. Di Hudaibiyah, satu unta untuk 7 orang, satu sapi untuk 7 orang.“ (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi). 

Atas dasar dalil-dalil di atas, mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, dan fuqaha (ahli fikih) menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunah muakad. Tidak ada seorang pun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabi’in). ibnu Hazm menyatakan, “Tidak ada seorangpun sahahat Nabi yang menyatakan bahwa kurban itu wajib.”

Beberapa ulama menyatakan bahwa berkurban itu lebih utama daripada sedekah yang nilainya sepadan. Bahkan berkurban lebih utama dari pada membeli daging untuk disedekahkan seharga atau bahkan yang lebih mahal daripada harga hewan kurban. Hal itu karena tujuan yang terpenting dari berkurban adalah takarub kepada Allah melalui penyembelihan.

1. Ketentuan Tentang Hewan Kurban.

a. Harus dari binatang ternak binatang ternak tersebut berupa unta, sapi, kambing atau domba. 

Hal ini sebagiamana firman Allah dalam surat Al Hajj ayat 34: 

“Dan bagi tiap-tiap umat telah kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan allah kepada mereka.”

Jika seorang menyembelih binatang selain itu, walaupun harganya lebih mahal, maka tidak diperbolehkan.

b. Harus mencapai usia musinnah dan jadza’ah.
hal ini didasarkan atas sabda Nabi Saw :

“Janganlah kalian menyembelih kecuali setelah mencapai usia mussinah (usia yang cukup bagi unta, sapi dan kambing untuk disembelih). Namun, apabila kalian mengalami kesulitan, maka sembelilah binatang yang telah mencapai usia jadza’ah (usia yang cukup) dari domba.” (H.R Muslim) Karena tidak ada ketentuan syariat tenatang batasan usia tersebut, maka terjadilah perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Pendapat yang paling banyak dipilih dan dikenal dikalangan mereka adlaah unta berusia 5 tahun, sapi berusia 2 tahun, kambing berusia 1 tahun dan domba berusia 6 bulan. Pendapat in dipilih oleh asy syaikh ibnu ‘Utsaimin rahimahullah di dalam kitab, asy syahrul Mumti’ 7/ 460.

c. Tidak Cacat.
klasifikasi cacat adalah sebagaimana disebutkan oleh nabi dalam sabdanya:

“Empat bentuk cacat yang tidak boleh ada pada binatang  kurban adalah sebelah yang jelas butanya, yang sakit yang jelas sakitnya, pincang nya yang jelas pincangnya, dan kurusnya tidak bersumsum.“ (H. R. Abu Dawud dan selainnya denagn sanad sahih).

d. Syarat sah pemilihan hewan kurban 
Syarat sah pemilihan hewan kurban antara lain:
1. Badan nya tidak kurus kering
2. tidak sedang hamil atau habis melahirkan
3. kakinya sehat dan tidak pincang
4. matanya sehat, tidak buta atau cacat lainnya 
5. badannya sehat 
6. kuping /daun telinga tidak terpotong

2. Tata Cara Penyembelihan.
Menyembelih hewan kurban memiliki tata cara atau aturan tertentu, diantaranya :

a. menajamkan pisau dan memperlakukan binatang kurban dengan baik.
Rasulullah bersabda , 

“Sesungguhnya Allah mewajibkan perbuatan baik segala sesuatu. Apabila kalian membunuh, maka bunuhlah dengan cara yang baik. Dan jika kalian menyembelih, maka menajamkan pisaunya dan menyenangkan (tidak menyiksanya) sesembelihnya. “ (H. R. Muslim)

b. Menjauhkan pisaunya dari pandangan hewan kurban.
Cara ini seperti yang diceritakan ibnu Abbas radhiallahu’anhu bahwa Rasulullah yang pernah melewati seorang yang meletakkan kakinya di dekat leher seekor kambing, sedangkan dia menjamkan pisaunya. Binatang itupun melirik kepadanya. Lalu belia bersabda, “Mengapa engkau tidak menajamkannya sebelum ini (sebelum dibaringkan) apakah engkau  emmatikannya sebnayak dua kali?” (HR. Ath Thabrani dengan sanad sahih).

c. Menghadapkan binatang kurban kearah kiblat.
hal ini pernah dilakukan oleh Ibnu Umar Radhiallahu’anhu sebagaimana diriwayatkan dalam satu hadits dengan sanad yang sahih.

d. Tata cara menyembelih unta, sapi, kambing, atau domba.
Apabila sesembelihnya berupa unta, maka hendaknya kaki kiri depannya diikat sehingga unta berdiri dengan tiga kaki. Namun, bila tidak mambu, maka boleh dibaringkan dan diikat. Setelah itu antara pangkal leher dengan dada boleh ditusuk dengan tombak, pisau, pedang atau apa saja yang dapat mengalirkan darahnya. Sedangkan bila sesembelihannya berupa sapi, kambing,atau domba aka dibaringkan pada sisi kirinya, kemudian penyembelih meletakkan kakinya pada bagian kanan leher binatang tersebut. Seiring dengn itu dia meemegang kepalanya dan membirkan keempat kakinya bergerak lalu menyembelihnya pada bagian atas dari leher.

e. Berdoa sebelum menyembelih.
Lafal doa untuk menyembelih hewan kurban antara lain :
“Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar.”(H.R. Muslim)

“Dengan nama Allah dan Allah itu Maha Besar, Ya Allah ini adalah dari-Mu dan untuk-Mu.”(H.R. Abu Dawud dengan sanad yang sahih)

Adapun ketentuan tentang penyembelihan hewan kurban antara lain:

a. Awal waktu.
Yaitu setelah penyembelihan kurban yang dilakukan oleh imam (penguasa) kaum muslimin di tanah lapang.(H.R. Muslim). Apabila imam tidak melaksanaknnya maka setelah ditunaikannya shalat Id.(Muttafaqun ‘alaihi)

b. Akhir waktu.
Para ulama berbeda pendapat tentang akhir penyembelihan kurban. Ada yang berpendapat dua hari setelah Id. Ada juga yang berpendapat tiga hari setelah Id. Perbedaan pendapat ini berlangsung seiring tidak adanya keterangan sahih dan jelas dari Nabi tentang batas akhir penyembelihan. Namun tampaknya dua pendapat pertama tadi cukuplah kuat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.