Senin, 12 Desember 2016

4 Sikap Malu Harus Di Tumbuhkan Dalam Diri

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Malu berasal dari kata hayaah (hidup), dan ada yang berpendapat bahwa malu berasal dari kata al-hayaa (hujan), tetapi makna ini tidak masyhur." Hidup dan matinya hati seseorang sangat mempengaruhi sifat malu orang tersebut. Begitu pula dengan hilangnya rasa malu, dipengaruhi oleh kadar kematian hati dan ruh seseorang. Sehingga setiap kali hati hidup, pada saat itu pula rasa malu menjadi lebih sempurna.

Al-Junaid rahimahullah berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya."

Perasaan malu itu juga yang menjadikan salah satu pembeda antara manusia sebagai makhluk paling sempurna, dengan makhluk Allah Swt yang lain seperti binatang. Adapun bentuk malu yang mesti kita miliki adalah:

1. Malu Melanggar Aturan Allah Swt
Manusia seringkali menyembunyikan kesalahannya, karena malu dilihat orang lain yang belum tentu pasti akan melihatnya. Sementara Allah swt yang pasti dan selalu melihat setiap gerak manusia bahkan gerakan hati sekalipun, tentu lebih patut mereka malu kepada-Nya. Bukankah dalam banyak surat, Allah swt mengeskan pengawasan-Nya terhadap segala aktifitas manusia?. Seperti yang disebutkan Allah dalam surat at-Thariq : 1-4,

وَالسَّمَاءِ وَالطَّارِقِ.وَمَا أَدْرَاكَ مَا الطَّارِقُ.النَّجْمُ الثَّاقِبُ.إِنْ كُلُّ نَفْسٍ لَمَّا عَلَيْهَا حَافِظٌ

“Demi langit dan yang datang pada malam hari, tahukah kamu apakah yang datang pada malam hari itu?, (yaitu) bintang yang cahayanya menembus, tidak ada suatu jiwapun (diri) melainkan ada penjaganya.” 

لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar-Ra’du : 11)


2. Malu Tidak Bersyukur Kepada Allah Swt
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna memperoleh nikmat Allah swt. Bahkan, semua makhluk selain manusia termasuk malaikat diciptakan Allah Swt untuk kepentingan manusia itu sendiri. Allah Swt menjadikan manusia penguasa yang berhak mengekploitasi bumi dan segala isinya. Allah swt melengkapi manusia dengan seperangkat kesempurnaan yang membuat manusia menjadi tempat sujud kedua selain Allah Swt. Begitulah nikmat Allah Swt atas manusia, yang jika dihitung satu saja dari jenis nikmat tersebut tidak ada manusia, atau alat hitung yang mampu menghitungnya. Firman Allah Swt.

…وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا…

Artinya: “…Dan jika kamu menghitung nikamt Allah niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya…” (QS. Ibrahim : 34)

Oleh karena itu, seharusnya manusia merasa malu jika tidak mampu bersyukur kepada Allah Swt. Hal itulah yang pernah dicontohkan Rasulullah Saw dengan intensitas ibadahnya yang sangat tinggi setiap malam, hingga istri beliau ‘Aisyah ra. melihat di suatu malam kaki Rasulullah Saw bengkak karena lama berdiri saat shalat malam. ‘Aisyah bertanya “Ya Rasulullah, kenapa engkau harus seperti ini beribadah, bukankah Allah swt telah menjamin bahwa engkaulah orang pertama yang memasuki sorga?”.

Rasulullah saw menjawab “Justru karena itu saya malu kepada Allah, saya khawatir tidak mampu mensyukuri-Nya”. 

3. Malu Menjadi Orang yang Tidak Mandiri
Malu karena selalu memiliki ketergantungan pada orang lain. Binatang yang kecil dan tidak memiliki kesempurnaan akal seperti yang dimiliki manusia, hanya memiliki ketergantungan pada induknya sampai berumur beberapa bulan saja. Begitu dewasa, setiap binatang selalu mampu hidup mandiri dan tidak banyak menuntut pihak lain dalam hidupnya. Gambaran sikap malu seperti ini pernah digambarkan oleh nabi Ayyub as. ketika dia ditimpa penyakit yang begitu hebat (Q.S. Shad : 41. Kemudian istrinya berkata kepada nabi Ayyub as.

”Hai Ayyub! bukankah engkau nabi Allah, semua permintaan engkau pasti didengar dan dikabulkan Allah, maka minta kesembuhan kepada-Nya”. Nabi Ayyub as. menjawab, “Saya malu kepada Allah, karena selama ini saya sudah merasakan banyak pemberian-Nya, dan ketika diberikan satu kesulitan saja, apakah pantas saya mengadu lagi?”


4. Malu Ketika Tidak Sukses Melakukan Pekerjaan
Sikap malu seperti inilah yang menjadi salah satu sifat para nabi dan rasul Allah. Rasulullah Saw ketika mendapatkan umat manusia (orang-orang Quraisy) menolak dakwahnya dan beliau merasa gagal, maka hati beliau menjadi resah dan pikirannya sangat kacau. Sehingga al-Qur’an menggambarkan beban yang ditanggungnya karena merasa gagal dalam berda’wah, seperti memikul gunung yang besar dipundaknya sehingga tulang punggungnya berbunyi karena sangat beratnya

Dalam surat asy-Syu’ara’ : 3, Allah Swt juga menggambarkan sikap Nabi Saw yang sangat malu karena merasa dakwahnya gagal. Sehingga Rasulullah Saw seperti ingin membunuh dirinya sendiri dengan memotong urat lehernya. Seperti firman-Nya,

لَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ أَلَّا يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ

Artinya: “Boleh jadi kamu (Muhammad) akan membinasakan dirimu, karena mereka tidak beriman.” (Q.S. asy-Syu’ara : 3)

Begitu juga Allah berfirman

….فَلَا تَذْهَبْ نَفْسُكَ عَلَيْهِمْ حَسَرَاتٍ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

Artinya: “…maka janganlah dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. Fathir : 8)

Para nabi dan rasul saja begitu malunya kepada Allah Swt, karena merasa gagal sekalipun menurut Allah Swt mereka tidak gagal, lalu kenapa kita manusia biasa selalu bangga dengan keberhasilan yang belum tentu suatu kesuksesan di sisi Allah Swt. Apalagi kalau itu sudah jelas suatu kegagalan, alangkah lebih buruknya kalau kita juga tidak merasa malu karenanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.