Sabtu, 03 Desember 2016

7 Benteng Ini dapat Melindungi Manusia dari Gangguan Iblis

Seorang sufi bercerita bahwa dia telah mengadakan pengembaraan ke bukit Lukam bersama sepuluh orang temannya selama beberapa hari. Apabila memasuki kawasan lembah dia berjumpa dengan sebuah telaga yang airnya sangat jernih dan di tepinya terdapat sebuah masjid yang dibuat dan batu-batu putih. Sebuah mata air keluar dan batu di bawah masjid dan mengalir ke telaga. Orang sufi itu masuk ke dalam masjid dan duduk di situ sehingga masuk waktu Zuhur. Seorang lelaki memasuki masjid terus azan, kemudian memberi salam kepada si sufi dan shalat dua rakaat.

Selepas itu dia mengucapkan iqamah untuk shalat Zuhur. Seorang Syekh datang bersama tiga puluh orang lelaki lainnya. Dia maju ke hadapan dan mengimamkan shalat . Sementara orang-orang yang lain termasuk si sufi bersama teman-temannya shalat  di belakangnya. Setelah shalat Zuhur selesai, mereka beredar tanpa bercakap-cakap sepatah kata pun. Pada waktu shalat  Asar, mereka tidak datang, maka orang-orang sufi mengerjakan shalat  sendiri.

Barulah ketika masuk waktu shalat  Maghnib, lelaki bilal datang dan disusul oleh Syekh dan kumpulannya. Selepas shalat  Maghrib, mereka duduk di situ sehingga masuk waktu Isya dan shalat bersama-sama rombongan sufi. Setelah itu mereka beredar tanpa bercakap sepatah pun, sementara orang-orang sufi tetap di dalam masjid.

Beberapa minit kemudian salah seorang di antana teman Syekh datang ke masjid dengan membawa susuatu dan diletakkannya di salah satu sisi masjid.

"Mari sini semua! kata lelaki itu memanggil orang-orang sufi."
Orang-orang sufi itu pun mendekat pada benda yang ditutup dengan sapu tangan putih bersih itu. Apabila sapu tangan disingkap, teryata di bawahnya ada meja makan yang dipenuhi dengan makanan sebangsa tharid yang sangat sedap. Mereka pun makan dengan sedapnya. Anehnya makanan itu tidak berkurang walaupun telah dimakan oleh orang ramai.

Menjelang waktu sahur, lelaki itu datang lagi dengan membawa hidangan seperti sebelumnya. Setelah makan sahur, mereka menunggu untuk shalat  Subuh. Syekh Imam datang dan terus mengimamkan shalat , kemudian duduk berzikir, membaca Al-Quran, memuji Allah dan berdoa dengan doa yang baik.

Syekh kemudian menghadap kepada para jemaah dan berkata: "Sesungguhnya Allah SWT telah mensyariatkan dua perkara ke atas makhluknya di dalam satu ayat, tapi manusia lalai terhadapnya."

"Apa dia Syekh? tanya orang sufi.
"Silahkan maju ke depan. pinta Syekh."
Orang-orang pun maju, kemudian Syekh meneruskan syarahannya.

"Wahai anakku! sesungguhnya Allah Swt telah berfirman (yang artinya): "Sesungguhnya syaitan itu musuh bagi kamu semua." kata Syekh itu sambil menyebutkan sifat-sifat musuh tersebut.

Kemudian meneruskan sambungan firman Allah di atas (yang artinya): "Anggaplah dia sebagai musuh."

"Inilah perkara yang penting bagi kita, iaitu menjadikan syaitan itu sebagai musuh." kata Syekh lagi.

"Jadi, bagaimana kita membentengi diri dan musuh tersebut?" tanya si sufi.

Syekh menerangkan: "Benteng yang pertama dibuat daripada emas, yaitu makrifat kepada Allah.

Di sekeliling benteng pertama itu ada benteng kedua yang dibuat dari pada perak, yaitu iman kepada Allah. 

Di sekeliling benteng kedua, ada benteng ketiga yang dibuat dari pada besi, yaitu tawakal kepada Allah. 

Benteng ketiga dikelilingi oleh benteng keempat yang dibuat daripada batu, yaitu syukur dan ridha kepada Allah. 

Benteng keempat dikelilingi lagi oleh benteng kelima yang dibuat daripada tembikar, yaitu melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar. 

Benteng kelima dikelilingi oleh benteng keenam yang dibuat daripada zamrud, yaitu terdiri dan jujur dan ikhlas dalam segala perkara. 

Benteng keenam dikelilingi pula oleh benteng ketujuh atau benteng paling luar yang dibuat daripada intan permata, yaitu budi pekerti."

Syekh meneruskan syarahannya: "Orang yang beriman bertahan di dalam ke tujuh-tujuh benteng tersebut, manakala Iblis berada di luar sambil menggonggong seperti anjing. Orang yang beriman tidak akan terpengaruh akan gonggongan Iblis tersebut karena dia telah berlindung dalam beberapa lapis benteng. Oleh kerana itu, seorang yang beriman hendaklah jangan mengabaikan budi perkerti atau akhlak dalam segala perkara dan jangan memandang rendah setiap perkara yang datang kepadanya dengan akhlak yang baik. Karena barangsiapa yang meningga]kan budi pekerti atau akhlak yang baik dan memandang rendah terhadapnya, berarti dia telah meninggalkan benteng paling luar (benteng ke tujuh), dia telah tertipu. Bila sudah demikian Iblis akan terus menerus merebut benteng-benteng yang lain sehingga pada benteng yang pertama yaitu merebut iman seseorang hingga dia menjadi kafir dan berkekalan di dalam neraka. Nauzu billah. Inilah akibatnya jika seorang beriman meninggalkan budi pekerti yang baik. Oleh itu kita mohon kepada Allah agar mengurniakan adab yang baik."

"Wahai Syekh! Berilah saya satu wasiat." kata si sufi.

"Boleh Saja. Bersungguh-sungguhlah engkau dalam mencari ridha Allah sebagaimana engkau bertungkus lumus mencari ridha dirimu. Tuntutlah urusan duniamu sekadar keperluan engkau berada di dalamnya, dan beramallah untuk Tuhanmu dengan kadar hajatmu terhadap-Nya. Janganlah sampai tertipu oleh Iblis. Elakkan maksiat dengan kadar engkau tidak sanggup untuk duduk di atas api neraka. Pelihara lidahmu dan perkara-perkara yang tidak diharap ada pahala di dalamnya sebagaimana engkau menjaga dirimu dan berniaga yang tidak mendatangkan untung.

Lalu dilanjutkan lagi oleh syekh.
"Setelah itu tinggalkan empat perkara sehingga datang empat perkara, nescaya engkau tidak akan khuatir mati pada bila-bila masa. Yang pertama tinggalkan nafsu syahwat sehingga berada di dalam syurga. Kedua, tinggalkan tidur sehingga tidur panjang di dalam kubur. Ketiga tinggalkan istirehat sehingga sampai ke shirat. Keempat, tinggalkan kemegahan sehingga sampai pada timbangan (mizan)."

Sebaik saja memberikan nasihat dan wasiat, Syekh misteri itu meninggalkan tempatnya, sementara si sufi dan teman-temannya masih ada di masjid itu sehingga malam. Lelaki yang bertugas menghidangkan makanan datang dengan membawa makanan seperti biasanya, lalu mereka makan bersama. Tiga hari tiga malam si sufi itu tinggal di masjid misteri tersebut.

Pada hari yang keempat, Syekh memberiikan nasihat yang terakhir kemudian berkata:

"Wahai para pemuda! Rahasiakanlah tempat ini, niscaya Allah akan menutup aibmu di dunia dan akhirat."

Rombongan orang sufi beredar dari masjid ajaib itu dengan membawa sejuta kenangan dan pengajian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.