Jumat, 03 Februari 2017

Masih Adakah Pedagang yang Jujur Seperti Imam Hanafi Saat Ini?

Berperilaku benar merupakan ruh keimanan dan ciri utama orang yang beriman. Sebaliknya, dusta merupakan perilaku orang munafik. Seorang muslim dituntut untuk berlaku benar, seperti dalam jual beli, baik dari segi promosi barang atau penetapan harganya. Oleh karena itu, salah satu karakter pedagang yang terpenting dan diridhai Allah adalah berlaku benar. Dusta dalam berdagang sangat dicela terlebih jika diiringi sumpah atas nama Allah SWT Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang artinya sebagai berikut:

“Empat macam manusia yang dimurkai Allah, yaitu penjual yang suka bersumpah, orang miskin yang congkak, orang tua renta yang berzina, dan pemimpin yang zalim.” (HR Nasai dan Ibnu Hibban)

Hal-hal yang harus disampaikan ketika berdagang adalah penjual atau pedagang menjelaskan ciri-ciri, kualitas, dan harga barang dagangannya kepada pembeli tanpa melebih-lebihkannya. Hal itu dimaksudkan agar pembeli tidak merasa tertipu dan dirugikan.

Sikap jujur pedagang dapat dicontohkan seperti dengan menjelaskan cacat barang dagangan, baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui. Sabda Nabi Muhammad SAW yang artinya :

“Katakanlah kepada si penjual, jangan menipu! Maka sejak itu apabila dia melakukan jual beli, selalu diingatkannya jangan menipu.”(HR Muslim)

Sikap penjual seperti ini pernah di contohkan oleh Imam Hanafi sang pendiri mazhab Hanafi, Beliau adalah juga seorang pedagang, dikisahkan pagi itu beliau sedang mengecek barang dagangannya di tokonya di pusat kota kuffah. saat itu di temukan ada beberapa baju yang cacat, maka beliau memisahkannya, dan menggantung ditempat terpisah jika ada yang membeli baju-baju cacat tersebut beliau melihatnya.

Pada saat hari semakin siang, ada seorang wanita yang tertarik dengan baju yang cacat tersebut, wanita itu bertanya kepada Imam Hanafi, "Berapa harga baju yang di gantung disana?", "Baju yang itu memang bagus, tapi sayang ada sedikit cacat di lengannya, kalau ibu berminat, saya jual dengan separuh harga saja", jawab Iman Hanafi.

Kemudian wanita tersebut bertanya : "Kenapa tuan menjual barang yang cacat?", "Justru itu lah mengapa saya memisahkan baju-baju tersebut dengan yang baik, aku tidak ingin orang yang membelinya tanpa sepengetahuan saya, biarlah baju itu saya jual dengan separuh harga saja", jawab Imam Hanafi. "Kalau begitu aku tidak jadi membelinya", Jawab Wanita tersebut. Kemudian wanita tersebut keluar dari tokonya, dalam hatinya wanita tersebut berkata : "Aku kagum dengan kejujuran pedagang tersebut".

Tidak beberapa lama Datanglah seorang wanita tua sedang melihat baju-baju yang cacat tersebut, "Silahkan ibu kalau ibu berminat dengan baju tersebut, tapi baju-baju tersebut ada cacatnya, biarlah aku jual dengan separuh harga saja", kata Imam Hanafi. "Baju tersebut memang bagus, tapi sayang saya tidak memiliki uang", si ibu menjawab."Kalau ibu berminat dengan salah satu dari baju itu ambilah, Ibu tidak usah membayarnya".

Kemudian Imam Hanafi mengambil baju tersebut dan membungkusnya kemudian memberikannya kepada si Ibu tua tersebut, tak henti-hentinya dia mengucapkan terimakasih kepada Imam Hanafi.

Menjelang tengah hari Imam Hanafi bersiap untuk mengajar, selain berdagang ia mempunyai majelis pengajian yang selau ramai dipenuhi orang-orang yang menuntut ilmu. Kemudian ia menitipkan tokonya pada seorang sahabatnya sesama pedagang.

Sebelum pergi Imam Hanafi berpesan pada sahabatnya agar mengingatkan pada pembeli baju-baju yang ada cacatnya tersebut, "Seperti biasa aku titipkan toko ku padamu, dan kau liat di barisan sana itu baju-baju yang ada cacatnya, nanti kalau ada yang berminat jual saja dengan separuh harga, dan katakan kepada pembelinya bahwa barang tersebut ada sedikit cacat", begitu Imam Hanafi berpesan kepada Sahabatnya tersebut. Akhirnya Imam Hanafi pergi untuk mengajar murid-muridnya.

Menjelang malam Imam Hanafi kembali ke tokonya setelah mengajar murid-muridnya, "Ini Uang hasil penjualan baju-baju mu yang tadi telah laku beberapa buah." sahabatnya berkata. Sontak Imam Hanafi menengok kearah baju-baju yang cacat, kemudian dia bertanya kepada sahabatnya, "Apakah baju-baju yang disana kau jual dengan separuh harga?", Imam Hanafi bertanya kepada Sahabatnya.

"Masya Allah, aku lupa, tadi aku jual dengan harga penuh", jawab sahabatnya. "Sungguh aku telah menzhalimi orang yang membeli baju tersebut",kata Imam Hanafi. "Sekarang kau sebutkan ciri-ciri orang tersebut, aku akan mengembalikan separuh uangnya, karena seharusnya harga baju tersebut setengah dari harganya".lanjutnya.

Setelah sahabatnya menyebutkan ciri-ciri orang tersebut, Imam Hanafi pergi mencari orang tersebut, masuk kampung keluar kampung, masuk lorong keluar lorong tidak di temui juga orang tersebut. Hingga tengah malam akhirnya Imam Hanafi menyerah dan kembali kerumahnya. "Sungguh aku telah berbuat dosa yang besar kepada Allah", bisiknya, dan ia menyesali perbuatan sahabatnya yang telah menjual baju tersebut dengan harga penuh.

Ditengah perjalanan menuju rumahnya, Imam Hanafi melihat seorang pengemis tua, maka uang penjualan baju cacat tersebut dia berikan semuanya ke pada pengemis tersebut. Kemudian dia Berkata :

"Aku niatkan sedekah ini dan pahalanya untuk orang yang membeli pakaian cacat itu", ucap Imam Hanafi, ia merasa tidak berhak terhadap uang hasil penjualan pakaian tersebut.

Dan sejak saat itu Imam Hanafi berjanji untuk tidak akan menitipkan tokonya kepada seorang pun, dia lebih baik menutup tokonya dari pada harus terjadi lagi kejadian seperti itu.

Keesokan harinya Imam Hanafi kedatangan tamu utusan dari seorang pejabat pemerintah, Pejabat itu memberikan hadiah sebanyak 10.000 dirham sebagai tanda terimakasih. Rupanya sang pejabat merasa bangga anak nya bisa berguru dan belajar dengan Imam Hanafi.

Kemudian Imam Hanafi menyimpan uang sebanyak itu disudut rumahnya, ia tidak pernah menggunakan uang itu untuk keperluannya atau menyedekahkannya kepada fakir miskin.

Seorang tetangganya merasa aneh melihat hadiah uang itu masih utuh, "Kenapa anda tidak memakainya atau menyedekahkannya?", tanya tetangganya tersebut. "Tidak aku Khawatir uang itu terdapat unsur yang haram", kata Imam Hanafi.

Barulah tetangganya mengerti kenapa Imam Hanafi berbuat begitu, uang itu pun tetap tersimpan disudut rumahnya. Setelah Beliau wafat, hadiah Uang tersebut dikembalikan lagi kepada yang memberinya, sebagai salah satu wasiat yang disampaikan Imam Hanafi sebelum beliau wafat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.