Jumat, 31 Maret 2017

Insafnya Si Pemalas Setelah Membaca Surat Abu Hanifah

Setiap orang pasti pernah merasakan malas dalam melakukan sesuatu, malas bisa menyerang siapa saja, kapan pun, dan dimana pun. Dalam suatu bahasan psikologi, malas itu diartikan sebagai keengganan seseorang untuk melakukan sesuatu yang seharusnya dia lakukan. Wujudnya bisa bermacam - macam, diantaranya adalah tidak disiplin, menolak tugas, suka menunda sesuatu, mengalihkan diri dari kewajiban dan selalu mencari alasan-alasan pembenaran.

Suatu hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-sedu. Keluhannya mengandungi kata-kata, 

"Aduhai, alangkah malangnya nasibku ini, agaknya tiada seorang pun yang lebih malang dari nasibku yang celaka ini. Sejak dari pagi lagi belum datang sesuap nasi atau makanan pun di kerongkongku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Oh, siapakah yang mempunyai hati yang mau memberi curahan air walaupun setitik."

Mendengar keluhan itu, Abu Hanifah merasa kasihan lalu beliau pun kembali ke rumahnya dan mengambil bungkusan hendak diberikan kepada orang itu. Sesampainya di rumah orang itu, dia terus melemparkan bungkusan yang berisi uang kepada si malang tadi lalu meneruskan perjalanannya.
Pada waktu  itu juga, si malang berasa terkejut setelah mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas beliau tergesa-gesa membukanya. Setelah dibuka, ternyata bungkusan itu berisi uang dan selembar kertas yang bertulis, 

"Hai manusia, sungguh tidak wajar kamu mengeluh seperti itu, kamu tidak pernah atau perlu mengeluh diperuntungkan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah Swt. dan cobalah bermohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Jangan suka berputus asa, hai kawan, tetapi berusahalah terus."

Pada keesokan harinya, Imam Abu Hanifah melewati  lagi rumah itu dan suara keluhan itu kedengaran lagi,

"Yaa Allah Tuhan Yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lain seperti kemarin, sekadar untuk menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika Tuhan tidak beri, akan lebih sengsaralah hidupku, wahai untung nasibku."

Mendengar keluhan itu lagi, maka Abu Hanifah pun lalu melemparkan lagi bungkusan berisi uang dan selembar kertas dari luar jendela itu, lalu dia pun meneruskan perjalanannya. Orang itu terlalu riang setelah mendapat bungkusan itu. Lantas terus membukanya.

Seperti sebelumnya juga, di dalam bungkusan itu tetap ada selembar kertas lalu dibacanya,

"Hai kawan, bukan begitu cara bermohon, bukan demikian cara berikhtiar dan berusaha. Perbuatan demikian 'malas' namanya. Putus asa kepada kebenaran dan kekuasaan Allah Swt.. Sungguh tidak redha Tuhan melihat orang pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Jangan….jangan berbuat demikian. Kalau ingin senang mestinya suka bekerja dan berusaha kerana kesenangan itu tidak mungkin datang sendiri tanpa dicari atau diusahakan. Orang hidup tidak perlu atau disuruh duduk diam tetapi harus bekerja dan berusaha. Allah Swt. tidak akan perkenankan permohonan orang yang malas bekerja. Allah Swt. tidak akan mengkabulkan doa orang yang berputus asa. Sebab itu, carilah pekerjaan yang halal untuk kesenangan dirimu. Berikhtiarlah sedapat mungkin dengan pertolongan Allah Swt.. Insya Allah, akan dapat juga pekerjaan itu selama kamu tidak berputus asa. Nah…carilah segera pekerjaan, saya doakan lekas berjaya."

Setelah dia selesai membaca surat itu, dia termenung, dia insaf dan sedar akan kemalasannya yang selama ini dia tidak suka berikhtiar dan berusaha. Pada keesokan harinya, dia pun keluar dari rumahnya untuk mencari pekerjaan. Sejak dari hari itu, sikapnya pun berubah mengikut peraturan-peraturan hidup (Sunnah Tuhan) dan tidak lagi melupai nasihat orang yang memberikan nasihat itu. Dalam Islam tiada istilah pengangguran, istilah ini hanya digunakan oleh orang yang berakal sempit. Islam mengajar kita untuk maju ke hadapan dan bukan mengajar kita tersadai di tepi jalan.


Demikianlah sahabat bacaan madani kisah pemalas dengan abu Hanifah. Allah Swt berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du :11) mudah-mudahan kita dijauhkan dari sifat pemals. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.