Jumat, 17 Maret 2017

Nabi Menegur Mu’adz yang Membaca Ayat Panjang Saat Jadi Imam

Suatu hari, sahabat Mu'adz bin Jabal r.a. shalat Isya berjamaah bersama kaumnya. Di tempat tersebut ia menjadi imam. Sewaktu masih berlangsung jamaah shalat tersebut.

Sulaim, seorang pemuda dari Bani Salamah salah seorang makmum mufaraqah (keluar dari jamaah), untuk kemudian dia melakukan shalat munfarid (sendirian).

Kemudian ia keluar dan memegang tali kekang untanya. Selesai shalat, hal tersebut disampaikan kepada Mu’adz. “Sungguh ada kemunafikan pada dirinya! Aku pasti akan mengabarkan perbuatannya kepada Rasulullah Saw,” kata Mu’adz. Si pemuda juga mengatakan, “Aku pun sungguh akan mengabarkan perbuatan Mu’adz kepada Rasulullah Saw.”

Rupanya, ia merasa keberatan tatkala sang imam membaca Surah al-Baqarah dalam shalatnya. Usai shalat, Muadz ditodong sejumlah pertanyaan dari sebagian jamaah, sebagaimana termaktub dalam kitab Shahih Bukhari.

Keesokan harinya, mereka mendatangi Rasulullah. Mu’adz mengabarkan kepada beliau perbuatan si pemuda. Si pemuda pun berkata,

“Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami para pekerja penyiram bekerja pada siang hari, dan sesungguhnya Mu’adz shalat Isya’ bersamamu, kemudian dia datang mengimami kami dengan membaca surah Al-Baqarah,”

Mendengar keluhan si pemuda, Rasulullah menegur Mu’adz, “Apakah engkau hendak menjadi juru fitnah, wahai Mu’adz?”

Nabi kemudian memberikan nasihat kepada sahabatnya Mu’adz.

“Mengapa kamu tidak membaca saja surat ‘Sabbihisma rabbika’ (al-A’la), atau dengan ‘Wasysyamsi wa dluhaahaa’ (asy-Syams) atau ‘Wallaili idzaa yaghsyaa’ (al-Lail)?” tutur Nabi.

“Karena yang ikut shalat di belakangmu mungkin ada orang yang lanjut usia, orang yang lemah, atau orang yang punya keperluan.”


Pernah pula Rasulullah memendekkan shalat dan bacaannya karena mendengar tangisan anak kecil yang ibunya ikut shalat di belakang Rasulullah. Hal ini diceritakan oleh Anas bin Malik :

“Suatu hari dalam shalat fajar, Rasulullah meringankan shalat. Beliau membaca surah yang paling pendek dari dua surah dalam Al-Qur’an. Ditanyakan kepada beliau:

ياَ رَسُوْلَ اللهِ، لِمَ جَوَّزْتَ؟ قَالَ: سَمِعْتُ بُكَاءَ صَبِيٍّ فَظَنَنْتُ أَنَّ أُمَّهُ مَعَنَا تُصَلِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أُفْرِغَ لَهُ أُمَّهُ

“Wahai Rasulullah, mengapa engkau memendekkan/meringankan pelaksanaan shalat?” Beliau menjawab, “Aku mendengar tangisan anak kecil. Aku sangka ibunya ikut shalat bersama kita sehingga aku ingin memberikan kesempatan kepada ibunya untuk anaknya.” (HR. Ahmad 3/257, sanadnya sahih menurut syarat Syaikhani, kecuali Ali bin Zaid, riwayatnya mutaba’ah (dalam kitab Shahih hanya sebagai pendukung), sebagaimana kata al-Imam al-Albani dalam Ashlu Shifah Shalatin Nabi Saw, 1/ 391)

Dalam satu riwayat disebutkan bahwa Anas bin Malik  berkata:

مَا صَلَّيْتُ خَلْفَ إِمَامٍ أَخَفَّ صَلاَةً مِنْ رَسُوْلِ اللهِ n وَلاَ أَتَمَّ، وَإِنْ كَـانَ رَسُوْلُ اللهِ  لَيَسْمَعُ بُكاَءَ الصَّبِيِّ فَيُخَفِّفُ مَخَافَةَ أَنْ تُفْتَنَ أُمُّهُ

"Aku tidak pernah shalat di belakang imam yang paling ringan namun paling sempurna shalatnya daripada Rasulullah. Pernah beliau mendengar tangisan anak kecil, beliau pun meringankan shalat karena khawatir tangisan bayi tersebut memfitnah ibunya.” (HR. Bukhari no. 708)

Kebiasaan Rasulullah ketika membaca surah dalam Al-Qur’an adalah memulai dari awal surah. Sering kali beliau membaca satu surah sampai selesai dalam satu rakaat. (Zadul Ma’ad, 1/209)

Begitulah, imam atau pemimpin adalah seorang yang menjadi panutan dan diikuti oleh orang banyak. Maka, seorang imam harus memperhatikan dan melayani kebutuhan jamaahnya. Kebijakan tidak hanya diukur dari kemampuan dirinya, tetapi juga memperhatikan maslahat dan mudarat yang akan menimpa umatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.