Senin, 12 Juni 2017

5 Penyebab Seseorang Menolak Kebenaran

Dalam bahasa Arab disebutkan bahwa makna al-haq atau kebenaran bermakna ketetapan, kewajiban, yakin, yang patut dan yang benar. Sedangkan menurut para ulama, yaitu kebenaran yang berarti kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang dan hak yang berarti al-hukmu yaitu Khitab (hukum-hukum) Allah yang berkaitan dengan amalan-amalan hamba yang berupa tuntutan, pilihan dan wadh'i.

Imam Ibnul Atsir rahimahullah berkata tentang makna ‘menolak kebenaran’, yaitu menyatakan batil terhadap perkara yang telah Allah Swt tetapkan sebagai kebenaran, seperti mentauhidkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Ada yang mengatakan, maknanya adalah menzhalimi kebenaran, yaitu tidak menganggapnya sebagai kebenaran. Dan ada yang mengatakan, maknanya adalah merasa besar terhadap kebenaran, yaitu tidak menerimanya”.

Bahkan sesungguhnya menolak kebenaran itu merupakan sifat orang-orang kafir. Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu -hafizhahullah- berkata: “Sesungguhnya Allah Swt telah mengutus para Rasul kepada manusia, dan memerintahkan mereka dengan dakwah untuk beribadah kepada Allah Swt dan mentauhidkan-Nya. Namun mayoritas umat mendustakan para Rasul. Mereka menolak al-haq yang telah diserukan kepada mereka, yaitu tauhid. Maka akibatnya adalah kehancuran” 

Setidaknya ada lima alasan, kenapa seseorang menolak kebenaran.

Pertama, Karena Hasad(dengki)

Orang Yahudi tidak mengakui kenabian Nabi Muhammad Saw bukan karena tidak mengetahui bahwasanya beliau adalah Rasulullah akan tetapi salah satu sebabnya adalah hasad. Sebagai contoh:
Ibnu Hisyam di dalam kitab sejarahnya menyebutkan sebuah cerita tentang Ummul Mukminin Shafiyyah ra, beliau berkata:

"Aku adalah anak yang paling dicintai oleh bapakku dan pamanku Abu Yasir, tidak pernah sama sekali aku bertemu dengan keduanya dan mereka berdua bersama anak mereka, kecuali aku diikutkan, kemudian ketika Rasulullah Saw sampai ke kota Madinah, dan singgah di daerah Quba, tempatnya Bani 'Amr bin 'Auf, pergilah bapakku Huyay bin Ahkthab dan pamanku Abu Yasir bin Akhthab pada waktu pagi hari, dan mereka tidak pulang kecuali ketika menjelang terbenam matahari, mereka berdua datang dalam keadaan capek dan letih, berjalan dengan pelan sekali. Lalu aku menemui mereka berdua dengan senang hati sebagaimana biasanya, maka demi Allah tidak satupun dari keduanya menoleh kepadaku, akibat rasa susah yang mereka rasakan, dan aku mendengar pamanku bertanya kepada bapakku Huyay bin Akhthab:

"Apakah memang benar dia (yaitu Nabi yang dijanjikan di dalam kitab Taurat-pent)?", 

Bapakku menjawab: "Iya, demi Allah", 

Pamanku bertanya lagi: "Apakah kamu mengetahuinya dan menetapkannya?", 

Dijawab oleh bapakku: "Iya", 

Kemudian pamanku bertanya: "Lalu bagaimana sikap yang ada di dalam dirimu tentangnya?",

Bapakku menjawab: "Memusuhinya selama aku masih hidup". (As Sirah An Nabawiyyah, karya Ibnu Hisyam (1/518-519).

Kedua, Karena Sedang “Asyik” Berada dalam Kesesatan atau Sebuah Dosa.

Setiap muslim pasti mengetahui bahwa berjudi, berzina, meminum minuman keras dan sebagainya, adalah perbuatan haram yang dilarang Tuhan.

Akan tetapi, kenapa masih banyak di antara umat Islam yang melakukannya? Bahkan ketika diingatkan, mereka cenderung menolak nasehat yang datang kepada mereka. Penyebabnya adalah, karena mereka sedang asyik dalam hal-hal yang seperti itu.

Ketiga, Karena Fanatisme (At Ta'ashshub)

Kebenaran akan ditolak jika terdapat sikap fanatisme di dalam menghadapi sebuah perkara, karena sifat fanatisme ini akan menjadikan ditolaknya argumen atau pendapat yang  tidak sesuai dengan pegangan seseorang yang mempunyai sikap fanatisme.

Keempat, Karena Merasa Dirugikan Jika Menerima Kebenaran Tersebut.

Contohnya.
1. Qarun misalnya, yang menyadari dan mengetahui bahwa apa yang disampaikan Musa as. kepadanya adalah sebuah kebenaran. Akan tetapi, kebenaran itu ditolaknya. Sebab, jika diterima dia harus mengeluarkan sejumlah hartanya untuk dizakatkan, dan hal itu diangganya sesuatu yang merugikan.

2. Abu Sufyan yang mengetahui bahwa apa yang disampaikan nabi Muhammad Saw kepadanya adalah sebuah kebenaran. Namun, dia menolaknya karena jika diterima dia takut kehilangan pengaruh dan pengikut.

Penolakan kebenaran oleh Abu sufyan, karena mengganggap kebenaran itu merugikan jika di terima. Begitu juga misalnya, kenapa ada sebagian orang Islam yang tidak shalat jum’at sekalipun mereka mengetahui kewajibannya, seperti pedagang. Hal itu disebabkan ketakutan akan kerugian, karena jika dia shalat jum’at tokonya ditutup selala beberap jam, dan ini dianggap sesuatu yang merugikan.

Kelima, Karena Sombong Seseorang Menolak Kebenaran.

Dia merasa kedudukannya lebih tinggi dan lebih mulia dari pembawa kebenaran itu sendiri.

Dari `Abdullah bin Mas’ud ra Nabi Saw bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi. Seorang laki-laki bertanya: “Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?) 

Beliau menjawab: “Sesungguhnya Allah Maha indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. (HR. Muslim, no. 2749)

Beberapa contoh orang-orang yang menolak kebenaran disebabkan sombong.
1. Raja Namrudz, pasti tahu bahwa yang disampaikan Ibrahim as kepadanya adalah suatu kebenaran. Namun, kebenaran itu ditolaknya karena merasa kedudukannya lebih terhormat sebagai raja besar, dibandingkan Ibrahim sebagai anak tukang kayu.

2. Fir’aun menyadari apa yang disampaikan Musa as adalah suatu yang benar, akan tetapi, ditolaknya karena merasa bahwa kedudukannya sebagai raja yang agung tidak sepadan dengan Musa yang lahir dari bangsa budak, bani Israel.

3. Abu Jahal dan Abu Lahab yang mengetahui bahwa yang disampaikan Muhammad Saw kepadanya adalah sebuah kebenaran. Namun, mereka menolaknya karena merasa kedudukan mereka sebagai paman lebih mulia dari Muhammad sebagai keponakan.

Sahabat bacaan madani yang dirahmati Allah Swt. Dari beberapa penyebab seseorang menolak kebenaran adalah karena mengikuti hawa nafsu maka akhirnya kebenaran ditolak.
Allah Swt berfirman:


أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ

Artinya: "Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?" (QS. Al Jatsiyah: 23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.