Minggu, 11 Juni 2017

Apakah Air Mani Itu Najis?

Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”). Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi wajib atau mandi junub.

Dari pengertian diatas jelas bahwa air mani itu keluar dari kemaluan. Ini menunjukkan akan membatalkan wudhu, sebab segala sesuatu yang keluar dari dubur maupun kubul akan membatalkan wudhu. Yang menjadi pertanyaannya apakah air mani itu termasuk hukumnya najis?

Adapun mengenai air mani terdapat perbedaan pendapat dikalanga ulama’, ada yang mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang suci, sebagaimana pendapat Al-Imam Asy-Syafi’i dan Al-Imam Ahmad.

Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa air mani itu adalah najis. sebagaimana pendapat Al-Imam Abu Hanifah dan Al-Imam Malik.

Dari kedua pendapat tersebut, pendapat yang terkuat adalah pendapat pertama, yang menyatakan bahwa air mani itu suci.

Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja. Hal ini didasarkan pada hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha :

“Bahwasanya aku dahulu mengerik (air mani) dari pakaian Rasulullah Saw, kemudian beliau shalat dengan menggunakan pakaian tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam lafazh lain:

“Dahulu aku mengerik air mani yang telah kering dengan kukuku dari pakaian Rasulullah.” (HR. Muslim)

Menurut Syeikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin ra:

"Adapun mani maka dia suci, tidak wajib mencuci apa yang dikenainya kecuali hanya sekedar menghilangkan bekas saja." (Majmu' Fatawa wa Rasail Syeikh 'Utsaimin 11/222 no:169)

Dari hadits di atas, jelaslah bahwa air mani merupakan sesuatu yang suci bukan najis karena :

1. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha hanya membersihkan air mani yang telah kering dengan cara mengeriknya dengan kuku. Kalau sekiranya air mani tersebut termasuk yang najis, maka mensucikan air mani yang kering tidak cukup hanya dengan mengeriknya.

2. Dilihat dari sikap Rasulullah Saw menunda membersihkan air mani yang mengenai pakaian Beliau sampai kering, menunjukkan bahwa air mani itu termasuk suci.

Kalau misalnya air mani itu najis, maka Rasulullah Saw akan segera membersihkannya, sebagaimana kebiasaan Beliau di dalam mensikapi benda-benda najis, seperti peristiwa tertimpanya pakaian Rasulullah Saw oleh air kencing anak kecil.

Dalam hadits Ummu Qais binti Mihshan artinya;

“Ummu Qais binti Mihshan  datang menemui Rasulullah Saw dengan membawa seorang bayi yang belum memakan makanan, kemudian Rasulullah Saw mendudukkannya di kamarnya, kemudian bayi tersebut kencing di pakaian Rasulullah Saw, maka segera Rasulullah Saw meminta air dan menyiramkannya pada pakaiannya.” (HR. Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim)

Adapun cara membersihkan air mani adalah dengan dua cara:

1. Boleh dicuci dengan air, sebagaimana hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha:

“Bahwasanya Rasulullah Saw mencuci air mani, kemudian keluar shalat dengan mengenakan pakaian tersebut, sementara aku melihat adanya bekas cucian tersebut.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

2. Dengan mengeriknya (dengan kuku), sebagaimana di jelaskan dalam hadits Rasulullah Saw jika air mani telah kering. Dan juga boleh dicuci walaupun telah kering.

“Bahwasanya aku dahulu mengerik (air mani) dari pakaian Rasulullah Saw, kemudian beliau shalat dengan menggunakan pakaian tersebut.” (HR. Muslim)

Berkata Ibnu 'Abbaas ra:

"Apabila kamu mimpi basah dan air mani mengenai pakaianmu maka usaplah dengan idzkhirah (sejenis rumput) atau secarik kain dan jangan dicuci kalau kamu mau, kecuali kalau kamu merasa jijik dan kamu tidak suka kalau hal itu terlihat pada pakaianmu." (Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Al-Mushannaf 1/368 no: 1438)

Demikianlah sahabat bacaan madani hokum tentang air mani. Air mani tidak termasuk sesuai dengan pendapat yang paling kuat dan berdasarkan hadits hadits Rasulullah Saw yang berasal dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.