Sabtu, 17 Juni 2017

Kisah Khalid Bin Walid : Strategi dan Taktik Jitu "Si Pedang Allah" di Peperangan Mu’tah

Abu Sulaiman Khalid ibn al-Walid ibn al-Mughirah al-Makhzumi  atau juga dikenal dengan Sayf Allah al-Maslul (Pedang Allah yang terhunus), beliau adalah Sahabat Nabi Muhammad Saw.

Selain dikenal sebagai Sahabat Nabi, beliau juga dikenal karena taktik militernya dan kecakapan dalam bidang militer. Dia adalah salah satu dari panglima-panglima perang penting yang tidak terkalahkan sepanjang kariernya, selain itu Khalid juga memimpin pasukan Madinah dibawah kekuasaan Nabi Muhammad dan juga penerusnya seperti Abu Bakar dan Umar Bin Khattab.

Pada saat dibawah kepemimpinan militernyalah Jazirah Arabia untuk pertama kalinya dalam sejarah bersatu dalam satu entitas politik yaitu Kekhalifahan. Khalid mengkomandani pasukan muslim, walaupun pasukan muslim tersebut baru dibentuk. Khalid dan pasukannya tidak pernah dikalahkan dalam lebih dari 100 pertempuran melawan Kekaisaran Byzantium, Kekaisaran Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka termasuk juga suku-suku Arab di luar kekuasaan Khalifah.

Khalid bin Walid baru masuk Islam pada bulan Safar tahun 8 hijriyah, yakni setelah penandatanganan perjanjian Hudaybiyah, dan empat bulan sebelum terjadinya perang Mu’tah. Di masa jahiliyah, Khalid bin Walid termasuk salah seorang panglima pasukan Quraysh Mekah yang kuat menentang Islam dan Rasulullah SAW. Khalid senantiasa mengikuti peperangan dipihak kaum Musyrikin.

Dalam perang Uhud, Khalid bin Walid memimpin 200 orang pasukan elit berkuda menggempur kedudukan pasukan pemanah Islam, yang melindungi pasukan Islam di garis belakang. Disebabkan gerak cepat Khalid itulah, pasukan Islam porak poranda, hampir semua pasukan pemanah terbunuh dan Rasulullah Saw sendiri mengalami luka-luka yang cukup parah.

Setelah perjanjian Hudaybiyah ditandatangani, Khalid bin Walid memeluk Islam dan mengumumkan ke-Islamannya secara terbuka, dan berhijrah ke Madinah bergabung dengan kekuatan Islam lainnya, menyebabkan pemuka-pemuka Quraysh menyesali sekaligus mulai memperhitungkan kekuatan Islam di Madinah. Keislaman dan kedatangan Khalid ke Madinah, disambut hangat oleh Nabi Saw dan umat Islam, dan langsung memberi tempat padanya sebagai salah seorang inti kekuatan Islam.

Karena dalam diri Khalid bin Walid memang mengalir darah heroisme yang tangguh, ahli strategi dan taktik perang yang terkenal, maka segera setelah masuk Islam, dia telah mengikuti ekspedisi dan peperangan yang ada pada masa itu. Salah satu perang besar yang pertama diikuti Khalid bin Walid adalah perang Mu’tah.

Perang Mu’tah terjadi pada tahun 629 M. Perang Mu’tah juga merupakan salah satu peperangan yang paling banyak menimbulkan kerugian pada pihak Islam. Perang antara 3000 pasukan Islam berhadapan dengan 200.000 pasukan Romawi ini berarti setiap seorang pasukan Islam harus menghadapi 67 orang pasukan Romawi.

Tiga orang panglima perang yang diangkat oleh Rasulullah Saw, yakni Zaid bin Haritsah, Jakfar bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawwahah, syahid secara berturut-turut dalam perang tersebut. Bahkan pada puncaknya, pasukan Islam semakin terjepit dan kacau balau, ketika panglima ketiga syahid bersama panji-panji peperangan Islam.

Seorang sahabat bernama Thabit bin Aqrad segera menyelamatkan panji Rasulullah Saw dan diangkatnya tinggi-tinggi, sebagai pertanda bahwa pasukan Islam masih terus berjuang. Thabit bin Aqrad berteriak :

 ”Wahai kaum Muslimin !, pilihlah salah seorang di antara kamu untuk menjadi panglima”.

Pasukan Islam menyambut :

” Engkau saja...”. Namun Thabit merasa tidak layak menjadi panglima perang dalam kondisi begitu kritis, lalu kemudian mereka secara spontan memilih dan menobatkan Khalid bin Walid sebagai panglima perang berikutnya.

Walaupun Khalid bin Walid menyadari bahwa dirinya baru saja masuk Islam empat bulan sebelumnya, tapi panggilan dan naluri perangnya mengatakan bahwa keadaan sudah sangat gawat, sehingga diperlukan kecepatan mengambil keputusan untuk menyelamatkan sisa-sisa pasukan Islam. Sebaik dinobatkan sebagai panglima, Khalid langsung mengatur strategi ”dengan jumlah pasukan kecil, menimbulkan efek besar kepada musuh”.

Pada malam hari, ketika seluruh pasukan beristirahat, pasukan Islam dibagi menjadi beberapa pasukan kecil. Sebahagian pasukan berkuda dibawa berundur ke belakang, sebahagian tetap dibarisan tengah, sedang sayap kiri dipertukarkan ke sayap kanan dan sebaliknya. Seluruh pertukaran posisi dimaksudkan untuk menimbulkan semangat baru, dan tidak berada dalam posisi yang sama.

Keesokan paginya pasukan berkuda di bahagian belakang maju dengan riuh rendah berputar-putar mengelilingi arena peperangan, menimbulkan kepulan debu dan pasir ke udara. Pasukan tengah mulai menyerang dengan semangat tinggi, demikian pula sayap kiri dan kanan, seluruh pasukan maju bagaikan punya tenaga baru dan jumlah berlipat ganda.

Pasukan Romawi, yang sebelumnya memandang enteng dan sudah merasa pasti menang, terkejut melihat posisi pasukan Islam yang berlapis-lapis, dan terlihat seperti baru saja mendapat tambahan pasukan dari Madinah. Pasukan Romawi menjadi patah semangat bahkan bingung dan ketakutan.

Peperangan hari itu, adalah peperangan antara jumlah orang yang banyak pada pihak Romawi, berlawanan taktik dan strategi perang yang jitu dengan pasukan yang lebih sedikit dari pihak Islam, perang yang lebih banyak memainkan efek psikologis, berbanding fisikal, dan di sinilah peran seorang Khalid bin Walid.

Akibatnya, beberapa pasukan Romawi sudah mulai berkata : ”Kalau dengan 3000 pasukan saja Islam boleh bertahan dan bertempur mati-matian, bagaimana pula dengan tambahan pasukan baru dari Madinah, tentu lebih hebat lagi”.

Begitulah, pasukan Romawi bertempur setengah hati dan dijalari oleh rasa kekhawatiran dan ketakutan menjadi korban kekuatan pasukan Islam. Dalam kondisi seperti itulah, pasukan Islam berundur ke Madinah.

Mohammad al-Ghazali mengatakan : ”Dengan taktik atau strategi tersebut, Khalid bin Walid dapat menyelamatkan lebih dari dua ribu pasukannya dan dapat menyelamatkan nama baik kaum Muslimin, dalam peperangan mereka yang pertama melawan sebuah kuasa besar dunia”.

Bersamaan dengan gugurnya tiga pahlawan besar di perang Mu’tah, dan usaha Khalid bin Walid menyelamatkan pasukan Islam, Rasulullah Saw di Madinah dengan kesedihan yang sangat dalam menceritakan pada sahabat-sahabat : ”Zaid memegang panji-panji kemudian gugur. Panji-panji diambil Jakfar, dan kemudian dia pun gugur juga. Panji-panji itu dipegang oleh Ibnu Rawahah, dia pun gugur juga ...”.

Rasulullah Saw diam sebentar dan kelihatan baginda menitiskan air mata. Kemudian baginda bersabda lagi : ”... akhirnya panji itu dicapai oleh Si Pedang Allah”, dan Allah Swt mengaruniakan kemenangan kepada mereka (kaum Muslimin)”.

Sejak itulah Khalid bin Walid bergelar ”Saifullah al-Maslul”, "Pedang Allah yang terhunus", yang diberikan langsung oleh Rasulullah ketika Khalid bin Walid sedang bergerak pulang dari Mu’tah. Tidak semua penduduk Madinah mendengar pujian Rasulullah Saw terhadap Khalid bin Walid, sehingga pasukan Khalid bin Walid sampai di Madinah, banyak juga yang mencemoohnya sebagai pasukan yang lari dari medan juang.

Sementara anak-anak muda yang emosional menyebut pasukan Khalid bin Walid dengan ”Al-Farrar” (orang yang melarikan diri), sedang Rasulullah Saw menyambut mereka dengan sebutan ”Al-Karrar” (orang yang mundur dengan taktik tertentu untuk maju secara lebih teratur).

Demikianlah sahabat bacaan madani kisah kehebatan taktik dan strategi Khalid bin Walid di peperangan Mu’tah. Semangat juang yang di miliki Khalid bin Walid inilah yang menyebabkan pasukannya tidak pernah terkalahkan lebih dari 100 pertempuran melawan Kekaisaran Byzantium, Kekaisaran Sassanid, dan sekutu-sekutu mereka termasuk juga suku-suku Arab di luar kekuasaan Khalifah. Mudah-mudahan semangat juang Khalid bin Walid ini mengalir kepada umat Islam dimanapun berada. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.