Sabtu, 09 September 2017

Iman dan Kufur Menurut Semua Aliran Ilmu Kalam

Aliran Khawarij.
Iman menurut aliran Khawarij bukan merupakan pengakuan dalam hati dan ucapan dengan lisan saja, akan tetapi amal ibadah dan kewajiban agama juga merupakan bagian dari keimanan.

Menurut aliran Khawarij, orang yang tidak melakukan shalat, puasa, zakat, dan lain sebagainya yang diwajibkan oleh Islam, maka termasuk kafir. Jadi apabila seorang mukmin melakukan dosa besar maupun kecil, maka orang itu termasuk kafir dan wajib diperangi serta boleh di bunuh. Harta bendanya boleh dirampas menjadi harta ghanimah. Dalam hal ini Khawarij mengatakan bahwa kufur adalah sikap seseorang yang ingkar dan tidak melaksanakan apa yang telah diwajibkan oleh al-Qur’an dan .

Khawarij juga menyebut sahabat Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, dan semua orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim dengan sebutan kafir. Hal ini dikarenakan, Khawarij memandang bahwa tidak ada hukum manusia, dan semuanya harus dikembalikan kepada al-Qur’an dan Hadits. Namun persoalan siapa yang masih Islam dan siapa yang kafir menimbulkan pendapat yang berbeda, sehingga kaum Khawarij terpecah belah ke dalam beberapa golongan atau sekte.

Diantara pandangan dari beberapa sekte Khawarij adalah berikut ini:

a. Sekte Muhakkimah.
Golongan ini adalah golongan Khawarij murni yaitu Khawarij yang pertama kali muncul seperti yang tertera di atas. Kufur di sini adalah semua yang terlibat pada peristiwa tahkim. Dan semua orang yang telah berdosa besar juga dikatakan kufur pada aliran ini.

b. Sekte Azariqah.
Menurut sekte azariqah yang beriman hanyalah golongan dari mereka sendiri yang mau berhijrah dan tidak pernah melakukan dosa besar. Dengan kata lain, berarti orang Islam yang bukan dari golongan mereka atau golongan azariqah sendiri yang menolak untuk berhijrah dianggap musyrik. Merekapun menghalalkan membunuh orang-orang yang dianggap musyrik termasuk anak dan istrinya.

c. Sekte Najdah.
Menurut sekre najdah yang disebut orang beriman adalah golongan najdah saja walaupun telah berdosa besar, menurut mereka orang yang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal di dalam neraka hanyalah orang Islam yang tak sepaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar, betul akan mendapat siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk surga.

d. Sekte Ajaridah.
Sebagai aliran yang menitik beratkan iman dengan amal perbuatan, iman menurut sekre ajaridah adalah semua golongan ajaridah yang tidak berdosa besar, dan anak kecil dari orang yang dianggap kafir masih dikategorikan beriman, selama ia belum mengikuti orang tuanya. Anak dari orang yang dianggap kafir tidak lantas menjadi kafir dan boleh dibunuh.

e. Sekte Sufriyah.
Iman dalam pandangan sekte sufriyah tidak selalu bisa hilang hanya karena suatu dosa besar, sufriyah membagi dosa besar menjadi dua golongan; dosa besar yang sangsinya ada di dunia, seperti membunuh dan berzina, dan dosa besar yang tidak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan shalat dan puasa. Orang yang berbuat dosa golongan pertama tidak dipandang kafir yang menjadi kafir hanyalah orang yang melaksanakan dosa golongan kedua.

Sekte sufriyah juga membagi kufur menjadi dua: kufr bi inkar al-ni’mah atau di sebut juga kafir ni’mat yaitu mengingkari rahmat tuhan dan kufr bi inkar alrububiyah (kafir millah) yaitu mengingkari tuhan. Dengan demikian term kafir tidak selamanya harus keluar dari Islam.

f. Sekte Ibadiyah.
Sekte ibadiyah berpendapat bahwa orang Islam selain dari golongan mereka adalah kafir tetapi boleh mengadakan hubungan perkawinan dan warisan, dan syahadatnya boleh diterima. Dan bahwa setiap pelaku dosa besar tetap sebagai muwahid (yang mengesakan tuhan), tetapi bukan mukmin.

Maksudnya di sini ia hanya dipandang sebagai kafir mengingkari ni’mat (kafir ni’mat) dan bukan kafir millah (agama), dengan kata lain mengerjakan dosa besar tidak membuat orang menjadi keluar dari Islam, namun siksaan yang bakal mereka terima di akhirat nanti adalah kekal dalam neraka bersama orang-orang kafir

Aliran Murji’ah.
Aliran murji’ah berpendapat bahwa iman adalah ma’rifah kepada Allah dan kepada rasulnya. Selain ma’rifah, ketaatan dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya, tidak termasuk iman. Aliran murji’ah memiliki prinsip bahwa perbuatan maksiat tidak akan membahayakan iman seseorang.

Begitupun selanjutnya, aliran murji’ah mengatakan bahwa berbuat jahat tidak berpengaruh terhadap iman seseorang. Definisi iman ini tentu sangat berbeda dengan kaum Khawarij yang mengatakan bahwa melakukan amal perbuatan baik merupakan bagian iman.

Setiap orang yang melakukan dosa besar tidak serta merta mereka menjadi kafir, akan tetapi ia tetap menjadi seorang muslim. Soal dosa besarnya ditunda dan diserahkan kepada keputusan tuhan. Jika si pelaku dosa besar memperoleh ampunan maka ia akan masuk surga. Penjelasan dari aliran murji’ah persoalan pelaku doa besar ini dikemudian hari dianut oleh golongan ahlussunah wal jamaah.

Aliran Mu’tazilah.
Menurut aliran mu’tazilah, iman adalah pelaksanaan kewajiban-kewajiban kepada tuhan. Jadi, orang yang membenarkan (tashdiq) tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad rasulNya, tetapi tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban itu tidak dikatakan mukmin.

Tegasnya iman adalah amal. Iman tidak berarti pasif, menerima apa yang dikatakan orang lain, iman mesti aktif karena akal mampu mengetahui kewajibankewajiban kepada tuhan. Kaum mu’tazilah berpendapat bahwa orang mukmin yang mengerjakan dosa besar dan mati sebelum taubat, tidak lagi mukmin dan tidak pula kafir, tetapi dihukumi sebagai orang fasiq.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang iman dan kufur menurut aliran Khawarij, Murji'ah dan menurut aliran Mu'tazilah. Dari beberapa aliran di atas dapat kita fahami bahwa pandangan aliran tersebut berbeda satu dengan yang lain tentang iman dan kufur.

Aliran Asy'ariyah.
Abu Hasan al-Asy’ari memberikan definisi yang bereda-beda dalam karya-karyanya, sehingga cukup membuat susah seseorang yang ingin mendefinisikan kembali makna iman menurut aliran Asy'ariyah. Namun di antara definisi iman yang diinginkan alAsy’ari dijelaskan oleh Asy-Syahratsani salah seorang teolog Asy'ariyah. Menurut aliran Asy'ariyah, iman secara esensial adalah tashdiq bi al-janan (membenarkan dengan kalbu).

Sedangkan qaul dengan lisan dan melakukan berbagai kewajiban utama (amal bi al-arkan) hanya merupakan furu’ (cabang-cabang) iman. Oleh sebab itu, siapa pun yang membenarkan keesaan Allah dengan kalbunya dan juga membenarkan utusan-utusanNya beserta apa yang mereka bawa dariNya, iman semacam itu merupakan iman yang sahih. Jadi tashdiq menurut Asy'ariyah merupakan pengakuan dalam hati yang mengandung ma’rifah terhadap Allah.

Aliran Maturidiyah.
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb (meyakini dengan hati), bukan semata-mata iqrar bi al-lisan (mengucapkan dengan lisan). Ia berargumentasi dengan ayat al-Qur’an, surah al-Hujarat (49) ayat 14:

قَالَتِ الْأَعْرَابُ آمَنَّا ۖ قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا وَلَٰكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ ۖ وَإِنْ تُطِيعُوا اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَا يَلِتْكُمْ مِنْ أَعْمَالِكُمْ شَيْئًا ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ

Artinya: "Orang-orang Arab Badui itu berkata: ”Kami telah beriman”. Katakanlah: ”Kamu belum beriman, tapi Katakanlah ’kami telah tunduk’, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan RasulNya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. al-Hujarat: 14)

Ayat tersebut dipahami al-Maturidi sebagai usaha penegasan bahwa keimanan itu tidak cukup hanya dengan perkataan saja, tanpa diyakini oleh hati. Apa yang diucapkan oleh lisan dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal apabila hati tidak mengakuinya.

Aliran Maturidiyah Samarkand.
Dalam masalah iman, aliran Maturidiyah samarkand berpendapat bahwa iman adalah tashdiq bi al-qalb, bukan semata-mata iqrar bi al-lisan. Apa yang diucapkan oleh lidah dalam bentuk pernyataan iman, menjadi batal bila hati tidak mengakui ucapan lidah. Al-Maturidi tidak berhenti sampai di situ.

Menurutnya, tashdiq, seperti yang dipahami di atas, harus diperoleh dari ma’rifah. Tashdiq hasil dari ma’rifah ini didapatkan melalui penalaran akal, bukan sekedar berdasarkan wahyu. Jadi, menurut al-Maturidi samarkand, iman adalah tashdiq yang berdasarkan ma’rifah. Meskipun demikian, ma’rifah menurutnya sama sekali bukan esensi iman, melainkan faktor penyebab kehadiran iman.

Aliran Maturidiyah Bukhara.
Iman menurut Maturidiyah bukhara, seperti yang dijelaskan oleh al-Bazdawi, adalah tashdiq bi al-qalb dan tashdiq bi al-lisan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tashdiq bi al-qalb adalah meyakini dan membenarkan dalam hati tentang keesaan Allah dan rasul-rasul yang diutusNya beserta risalah yang dibawanya. Adapun yang dimaksud demgan tashdiq bi al-lisan adalah mengakui kebenaran seluruh pokok ajaran Islam secara verbal.
Sumber Ilmu Kalam Kelas XII MA, Kementerian Agama Republik Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.