Senin, 15 Januari 2018

Memahami Makna al-Asma’ al-Husna Al-Aziz, Al-’Adl dan Al-Qayyum

1) AL’AZIZ (Maha Perkasa)
Al-Aziz adalah nama Allah Swt yang menunjuk pada pengertian kekuatan, hegemoni, ketinggian, dan mengendalikan. Al-’Aziz juga merupakan nama Allah Swt yang menunjukkan keperkasaan Allah Swt. KeperkasaanNya tidaklah mampu diukur oleh manusia ataupun makhluk lainnya. Allah Swt berfirman dalam QS. Yasin ayat 1-5 yang menunjukkan bahwa diriNya yang memiliki Maha Keperkasaan dan Maha kasih sayang. Yaitu:

يس. وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ . إِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ . عَلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ . تَنْزِيلَ الْعَزِيزِ الرَّحِيمِ

“Wahai Yasin (Muhammad), demi Al-Quran yang penuh hikmah, sesungguhnya engkau sungguh adalah termasuk para Rasul. Yang berada di atas jalan yang lurus. Yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Perkasa dan Bijaksana”.

Dalam ayat ini, Allah memaklumatkan bahwa diriNya-lah yang Maha Perkasa dan Maha Bijaksana, tiada yang bisa mengungguli keperkasaan Allah Swt. Misalnya dalam menggerakkan matahari di atas kita, Allah Swt Maha Perkasa untuk menjaganya sampai nanti hari kiyamat.

Dalam Al-Quran penyebutan kata Al-Aziz sering kali diiringi dengan kata al-hakim atau kata al-Rahim. Misalnya dalam surah al-Maidah :118:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah al-Aziz dan al-Hakim (yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana)”.

Hal ini menunjukkan bahwa sifat Maha Keperkasaan, Maha KekuatanNya, sifat Maha Mengendalikan-Nya senantiasa diiringi dengan Kebijaksanaan Allah dan kasih sayang Allah Swt.

2) Al-‘Adl (Maha Adil).
Kata ‘adl di dalam Al-Qur’an memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna ‘adl (keadilan).

Menurut penelitian M. Quraish Shihab bahwa —paling tidak— ada empat makna keadilan.

Pertama, ‘adl di dalam arti ‘sama’.

Kedua, ‘adl di dalam arti ‘seimbang’.

Ketiga, ‘adl di dalam arti ‘perhatian terhadap hak-hak individu dan memberi kan hakhak itu kepada setiap pemiliknya’. Pengertian inilah yang didefnisikan dengan ‘menempatkan sesuatu pada tempatnya’ atau ‘memberi pihak lain haknya melalui jalan yang terdekat’

Keempat, ‘adl di dalam arti ‘yang dinisbahkan kepada Allah’. ‘Adl di sini berarti ‘memelihara kewajaran atas ber lanjutnya eksistensi, tidak mencegah kelanjutan eksistensi dan perolehan rahmat sewaktu terdapat banyak ke mungkin an untuk itu’. Jadi, keadilan Allah Swt pada dasarnya merupakan rahmat dan kebaikan-Nya. Keadilan Allah Swt mengan dung konsekuensi bahwa rahmat Allah swt. tidak tertahan untuk diperoleh sejauh makhluk itu dapat meraihnya. Allah Swt memiliki hak atas semua yang ada, sedangkan semua yang ada tidak memiliki sesuatu di sisiNya.

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa manusia yang bermaksud meneladani sifat Allah yang al-‘Adl ini—setelah meyakini keadilan Allah—dituntut untuk menegak kan keadilan walau terhadap keluarga, ibu bapak, dan dirinya, bahkan terhadap musuhnya sekalipun. Keadilan pertama yang dituntut adalah dari dirinya dan terhadap dirinya sendiri, yakni dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama; bukan menjadikannya tuan yang mengarahkan akal dan tuntunan agama. Karena jika demikian, ia justru tidak berlaku ‘adl, yakni menempatkan sesuatu pada tempatnya yang wajar.

3) Al-Qayyum: (Maha Berdiri Sendiri Mengurusi Makhluk).
Al-Qayyum adalah salah satu dari AsmƗul ۉusnƗ . Al-Qayyum artinya Maha (cermat) Berdiri sendiri dalam Mengurusi hamba-hambaNya. Allah Swt berfirman dalam ayat Kursi (al-Baqarah 2:255), bahwa Allah tak tersentuh oleh rasa kantuk sedikitpun, tidak juga tersentuh oleh tidur. Hal ini disebabkan karena Allahlah yang Maha Suci dari sifat-sifat kekurangan yang hanya dialami oleh makhlukNya.


اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ

“Allah, tiada Tuhan selain Dia, yang Maha Hidup dan Maha Mengurusi. Dia tak tersentuh oleh rasa kantuk dan tidur” (QS. al-Baqarah :255).

Nabi dalam doa hariannya juga berdoa menggunakan lafal Ya Hayyu Ya Qayyum, yaitu:

“Ya Allah Yang Maha Hidup lagi Maha Mengurusi hambaNya, dengan rahmatMu kami mohon pertolongan, perbaikilah keadaan kusemuanya, dan jangan Engkau serahkan padaku (akal dan kekuatanku), sekejap mata-pun”.

Allah lah yang mengurusi dan memperbaiki alam semesta setelah di lakukan perusakan oleh manusia, tiada yang lebih baik daripada perbuatan Allah Swt dalam mengurusi dan memperbaikinya. Misalnya ada manusia yang mengotori tanah dengan limbah-limbah, nanti Allah swt akan memperbaiki juga walau jika kita melihatnya akan memerlukan waktu yang lama.

Allah Swt tidaklah tersentuh oleh rasa lelah, kantuk dan tidur. Suatu ketika Nabi Musa As. bertanya kepada Allah Swt: “Ya Allah, tidakkah Engkau merasa lelah dalam menjaga makhluk-makhlukMu, juga alam semesta ini?” Maka, Allah memerintah Musa As. untuk mengambil sebuah cermin. Allah Swt berfirman: “Ambillah sebuah cermin wahai Musa, lalu peganglah ia, satu malam saja dengan berdiri, jangan sampai cermin tersebut jatuh”.

Lalu Nabi Musa mengambil dan memegang cermin itu, dan berusaha berdiri semalam untuk menjaga cermin tersebut supaya tidak jatuh. Dan sampailah pertengahan malam, dan karena lelah dan berat rasa kantuk Nabi Musa, maka terjatuhlah cermin itu dari tangan Mabi Musa. Setelah terjatuh, maka cermin itu jatuh berkeping-keping. Lalu Nabi Musa mengambil pecahan-pecahan cermin.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang memahami makna al-Asma’u al-Husna: Al-Aziz, Al-’Adl dan Al-Qayyum. Semoga kita bisa mengamalkan sifat Allah Swt Al-Aziz, Al-’Adl dan Al-Qayyum dalam kehidupan sehari-hari. Aamiin. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.