Jumat, 12 Januari 2018

Pengertian Mujmal, Mubayyan dan Macam-macam Mubayyan

A. Mujmal.
Pengertian Mujmal.
Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam/majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai  lafadh yang global, masih membutuhkan penjelasan (bayan) atau penafsiran (tafsir). Seperti pada Al-Qur'an Surat An Nur ayat 56, yang masih memerlukan penjelasan tentang tatacara melaksanakanya.
 
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“ dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An Nur : 56)

Kata “mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmal/belum jelas karena tidak diketahui tata caranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami tata caranya. Dan Kata ”menunaikan zakat” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui  ukurannya sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya.

B. Mubayyan.
1. Pengertian Mubayyan.
Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafadh yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. Al Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal.

2. Klasifikasi Mubayyan.
a. Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur'an Surat An Nisa’ (4) : 176,

يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“ mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)  Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An Nisa’ (4) : 176)

Lafazh “kalalah” adalah mujmal yang kemudian dijelaskan dalam satu nash; “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, (yaitu) jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil oleh Umar bin Khtattab, yang meyatakan: “Kalalah adalah orang yang tidak mempunyai anak.”

b. Mubayyan Munfashil, adalah bentuk mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu nash. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil mujmal.

C. Macam-macam Mubayyan.
1. Bayan Perkataan.
Penjelasan dengan perkataan (bayan bil qaul), contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ ۚ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۖ وَلَا تَحْلِقُوا رُءُوسَكُمْ حَتَّىٰ يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِنْ رَأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ ۚ فَإِذَا أَمِنْتُمْ فَمَنْ تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ ۚ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ ۗ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ۗ ذَٰلِكَ لِمَنْ لَمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

” dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu  sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Baqarah ayat 196)

Ayat tersebut merupakan bayan (penjelasan) terhadap rangkaian kalimat sebelumnya mengenai kewajiban mengganti korban (menyembelih binatang) bagi orang-orang yang tidak menemukan binatang sembelihan atau tidak mampu.

2. Bayan Perbuatan.
Penjelasan dengan perbuatan (bayan fi’li) Contohnya Rasulullah Saw melakukan perbuatan-perbuatan yang menjelaskan cara-cara berwudhu yakni: memulai dengan yang kanan, batas-batas yang dibasuh, Rasulullah Saw mempraktekkan cara-cara haji, shalat dan sebagainya.

3. Bayan Isyarat.
Penjelasan dengan perkataan dan perbuatan sekaligus Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 43:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ

“…dan dirikanlah shalat…”  (QS. Al-Baqarah : 43)

Perintah mendirikan shalat tersebut masih kalimat global (mujmal) yang masih butuh penjelasan bagaimana tata cara shalat yang dimaksud, maka untuk menjelaskannya Rasulullah naik keatas bukit kemudian melakukan shalat hingga sempurna, lalu bersabda: “Shalatlah kalian, sebagaimana kalian telah melihat aku shalat” (HR Bukhari).

4. Bayan dengan Tulisan.
Penjelasan dengan tulisan Penjelasan tentang ukuran zakat, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara menulis surat (Rasulullah mendiktekannya, kemudian ditulis oleh para Sahabat) dan dikirimkan kepada petugas zakat beliau.

5. Bayan dengan Isyarat.
Penjelasan dengan isyarat contohnya seperti penjelasan tentang hitungan hari dalam satu bulan, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara isyarat, yaitu beliau mengangkat kesepuluh jarinya dua kali dan sembilan jari pada yang ketiga kalinya, yang maksudnya dua puluh sembilan hari.

6. Bayan dengan Meninggalkan Perbuatan.
Penjelasan dengan meninggalkan perbuatan contohnya seperti Qunut pada shalat. Qunut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam waktu yang relatif lama, yaitu kurang lebih satu bulan kemudian beliau meninggalkannya.

7. Bayan dengan Taqrir/tidak Melarang/Diam.
Penjelasan dengan diam (taqrir). Yaitu ketika Rasulullah Saw melihat suatu kejadian, atau Rasulullah Saw mendengar suatu penuturan kejadian tetapi Rasulullah Saw mendiamkannya (tidak mengomentari atau memberi isyarat melarang), itu artinya Rasulullah Saw tidak melarangnya. Kalau Rasulullah Saw diam tidak menjawab suatu pertanyaan,  itu artinya Rasulullah Saw masih menunggu turunnya wahyu untuk menjawabnya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian mujmal, mubayyan, klasifikasi mubayyan dan macam-macam Mubayyan. Sumber Buku Fiqih Ushul Fiqih Kelas XII MA. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.