Sabtu, 24 Februari 2018

Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh

Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh.
Muhammad Abduh lahir di pedusunan delta Nil Mesir pada tahun 1849. Keluarganya terkenal berpegang teguh kepada ilmu dan agama. Ayahnya beristri dua. Muhammad Abduh muda merasakan sejak dini sulitnya hidup dalam keluarga poligami. Hal ini menjadi pokok persoalan yang dia sampaikan dengan sangat yakin di kemudian hari ketika dia menegaskan perlunya pembaruan keluarga dan hak-hak wanita.

Muhammad Abduh meninggal pada tanggal 11 Juli 1905. Banyaknya orang yang memberikan hormat di Kairo dan Aleksandria, membuktikan betapa besar penghormatan orang kepada dirinya. Meskipun Abduh mendapat serangan sengit karena pandangan dan tindakannya yang reformatif, terasa ada pengakuan bahwa Mesir dan Islam merasa kehilangan atas meninggalnya seorang pemimpin yang terkenal lemah lembut dan mendalam spiritualnya.

Ide-ide Pembaharuan Muhammad Abduh.

1. Jumud: Faktor Utama Kemunduran Umat Islam.
Muhammad Abduh berpandangan bahwa penyakit yang melanda negara-negara Islam adalah adanya kerancuan pemikiran agama di kalangan umat Islam sebagai konsekuensi datangnya peradaban Barat dan adanya tuntutan dunia Islam modern. Selama beberapa abad di masa silam, kaum Muslimin telah menghadapi kemunduran dan sebagai hasilnya mereka tidak mendapatkan dirinya sebagai siap sedia untuk menghadapi situasi yang kritis ini.

Ia berpendapat bahwa sebab yang membawa kemunduran umat Islam adalah bukan karena ajaran Islam itu sendiri, melainkan adanya sikap jumud di tubuh umat Islam. Jumud yaitu keadaan membeku/statis, sehingga umat tidak mau menerima peubahan, yang dengannya membawa bibit kepada kemunduran umat saat ini (al-Jumud ‘illatun tazawwul). 

Seperti dikemukakan Abduh dalam al-Islam baina al-’Ilm wa alMadaniyyah, ia menerangkan bahwa sikap jumud dibawa ke tubuh Islam oleh orang-orang yang bukan Arab, yang merampas puncak kekuasaan politik di dunia Islam. Mereka juga membawa faham animisme, tidak mementingkan pemakaian akal, jahil dan tidak kenal ilmu pengetahuan. Rakyat harus dibutakan dalam hal ilmu pengetahuan agar tetap bodoh dan tunduk pada pemerintah.

2. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Masalah Ijtihad.
Faham Ibn Taimiyyah yang menyatakan bahwa ajaran-ajran Islam terbagi ke dalam dua kategori: Ibadah dan Mu’amalah, diambil dan ditonjolkan oleh Abduh. Ia melihat bahwa ajaran-ajaran yang terdapat dalam Qur’an dan Hadits bersifat tegas, jelas dan terperinci. Sebaliknya, ajaran-ajaran mengenai hidup kemasyarakatan umat hanya merupakan dasar-dasar dan prinsip umum tidak terperinci, serta sedikit jumlahnya. Oleh karena sifatnya yang umum tanpa perincian, maka ajaran tersebut dapat disesuaikan dengan zaman.

Penyesuaian dasar-dasar itu dengan situasi modern dilakukan dengan mengadakan interpretasi baru. Untuk itu, Ijtihad perlu dibuka. Dalam kitab Tarikh Hashri al-Ijtihad dikutip pendapat Abduh mengenai ijtihad sebagai berikut:

“Sesungguhnya kehidupan sosial manusia selalu mengalami perubahan, selalu terdapat hal-hal baru yang belum pernah ada pada zaman sebelumnya. Ijtihad adalah jalan yang telah ada dalam syariat Islam sebagai sarana untuk menghubungkan hal-hal baru dalam kehidupan manusia dengan ilmu-ilmu Islam, meskipun ilmu-ilmu Islam telah dibahas seluruhnya oleh para ulama terdahulu....”.

Selanjutnya, menurut Abduh, untuk orang yang telah memenuhi syarat ijtihad di bidang muamalah dan hukum kemasyarakatan bisa didasarkan langsung pada Al- Qur'an dan Hadits dan disesuaikan dengan zaman. Sedangkan ibadah tidak menghendaki perubahan menurut zaman.

Taklid buta pada ulama terdahulu tidak perlu dipertahankan, bahkan Abduh memeranginya. Karena taklid di bidang muamalah menghentikan pikir dan akal berkarat. Taklid menghambat perkembangan bahasa Arab, perkembangan susunan masyarakat Islam, sistem pendidikan Islam, dan sebagainya.

Pendapat tentang dibukanya pintu ijtihad bukan semata-mata pada hati tetapi pada akal. Al- Qur’an memberikan kedudukan yang tinggi bagi akal. Islam, menurutnya adalah agama rasional. Mempergunakan akal adalah salah satu dasar Islam. Iman seseorang takkan sempurna tanpa akal. Agama dan akal yang pertama kali mengikat tali persaudaraan.

Wahyu tidak dapat membawa hal-hal yang bertentangan dengan akal. Kalau zahir ayat atau hadis bertentangan dengan akal, maka harus dicari interpretasi yang membuat ayat dapat dipahami secara rasional. Kepercayaan pada kekuatan akal adalah dasar peradaban bangsa.

3. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Islam (Pendidikan).
Seperti dikutip Fazlur Rahman, ‘Abduh menyatakan bahwa ilmu pengetahuan modern banyak berdasar pada hukum alam (sunnatullah, yang tidak bertentangan dengan Islam yang sebenarnya). Sunnatullah adalah ciptaan Allah Swt. Wahyu juga berasal dari Allah Swt. Jadi, karena keduanya datang dari Allah Swt, tidak dapat bertentangan satu dengan yang lainnya. Islam mesti sesuai dengan ilmu pengetahuan modern dan, yang modern mesti sesuai dengan Islam, sebagaimana zaman keemasan Islam yang melindungi ilmu pengetahuan.

Dengan penuh semangat, Abduh menyuarakan penggalian sains dan penanaman semangat ilmiah Barat. Kemajuan Eropa ia tegaskan karena belahan dunia ini telah mengambil yang terbaik dari ajaran Islam. Ia membantah bahwa Islam tidak mampu beradaptasi dengan dunia modern. Ia ingin membuktikan bahwa Islam adalah agama rasional yang dapat menjadi basis kehidupan modern.

Sebagai konsekuensi dari pendapatnya, Abduh berupaya untuk memperbarui pendidikan dan pelajaran modern, yang dimaksudkan agar para ulama kelak tahu kebudayaan modern dan mampu menyelesaikan persoalan modern. Pendidikan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia dan dapat merubah segala.

Program yang diajukannya sebagai salah satu fondasi utama adalah memahami dan menggunakan Islam dengan benar untuk mewujudkan kebangkitan masyarakat. Menurutnya, sekolah negeri (sekuler) harus diwarnai dengan agama yang kuat. Namun, rupanya, pendapatnya itu mendapat tantangan berat dari ulama konservatif yang belum mengetahui faedah dari perubahan yang dianjurkan Muhammad Abduh.

Keberatan Muhammad Abduh berkenaan dengan upaya meniru pendidikan Barat disebabkan pengalaman bahwa orang yang meniru bangsa lain, dan meniru adat bangsa lain, membukakan pintu bagi masuknya musuh. Segelintir orang yang terbaratkan telah menggunakan slogan asing, seperti “kebebasan, nasionalisme, etnisitas”.

Muhammad Abduh memperjuangkan sistem pendidikan fungsional yang bukan impor, yang mencakup pendidikan universal bagi semua anak, laki-laki dan perempuan. Semuanya harus punya kemampuan dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung. Semuanya harus mendapat pendidikan agama, yang mengabaikan perbedaan sektarian dan menyoroti perbedaan antara Kristen dan Islam.Isi dan lama pendidikan haruslah beragam, sesuai dengan tujuan dan profesi yang dikehendaki pelajar.

Abduh percaya bahwa anak petani dan tukang harus mendapat pendidikan minimum, agar mereka dapat meneruskan jejak ayah mereka. Kurikulum sekolah ini harus meliputi:

(1) buku ikhtisar doktrin Islam yang berdasarkan ajaran Sunni dan tidak menyebut-nyebut perbedaan sektarian;

(2) teks ringkas yang memaparkan secara garis besar fondasi kehidupan etika dan moral dan menunjukkan mana yang benar dan yang salah; dan

(3) teks ringkas sejarah hidup Nabi Muhammad, kehidupan shahabat, dan sebab-sebab kejayaan Islam.

Sedangkan untuk sekolah menengah haruslah mereka yang ingin mempelajari syariat, militer, kedokteran, atau ingin bekerja ada pemerintah. Kurikulumnya haruslah meliputi, antara lain:

(1) buku yang memberikan pengantar pengetahuan, seno logika, prinsip penalaran;

(2) teks tentang doktrin, yang menyampaikan soal-soal seperti dalil rasional, menentukan posisi tengah dalam upaya menghindarkan konflik, pembahasan lebih irnci mengenai perbedaan antara Kristen dan Islam, dan keefektifan doktrin Islam dalam membentuk kehidupan di dunia dan akherat;

(3) teks yang menjelaskan mana yang benar dan salah, penggunaan nalar dan prinsip-prinsip doktrin; serta

(4) teks sejarah yang meliputi berbagai penaklukan dan penyebaran Islam.

Adapun pendidikan yang lebih tinggi lagi untuk guru dan kepala sekolah, dengan kurikulum yang lebih lengkap, mencakup:
(1) tafsir alQur’an;
(2) ilmu bahasa dan bahasa Arab;
(3) ilmu hadis;
(4) studi moralitas (etika);
(5) prinsip-prinsip fiqh;
(6) seni berbicara dan meyakinkan; dan
(7) teologi dan pemahaman doktrin secara rasional.

4. Pembaruan Muhammad Abduh dalam Bidang Keluarga dan Wanita.
Menurut Abduh, blok bangunan terpenting dari masyarakat baru adalah individu. Umat terdiri dari unit-unit keluarga. Kalau unit-unit ini tidak memberikan lingkungan yang sehat dan fungsional bagi perkembangan individu di dalamnya, maka masyarakat akan ambruk. Abduh berkata:

“Sesungguhnya umat terdiri rumah-rumah (unit-unit keluarga). Jika unit-unit keluarga baik, maka umat pun akan baik. Barangsiapa yang tidak memiliki keluarga maka ia pun tidak memiliki umat. Laki-laki dan perempuan adalah dua jenis makhluk yang memiliki hak, kebebasan beraktivitas, perasaan, dan akal yang sama. Dan ketahuilah bahwa laki-laki yang berupaya menindas wanita supaya dapat menjadi tuan dirumahnya sendiri, berarti menciptakan generasi budak...”

Menurut Abduh, jika wanita memang punya kualitas pemimpin dan kualitas membuat keputusan, maka keunggulan pria tak berlaku lagi. Di tempat lain, dia menulis, bahwa menurut al-Qur’an ada dua jenis wanita, wanita saleh dan wanita durhaka. kepemimpinan pria berlaku hanya terhadap istri yang mengacau atau durhaka. Abduh juga berpendapat bahwa, penyebab perpecahan atau firnah dalam masyarakat adalah karena pria mengumbar hawa nafsunya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang ide-ide pembaharuan Muhammad Abduh. Sumber buku Siswa SKI Kelas XI MA Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.