Jumat, 24 Juni 2016

Beginilah Cara Membayar Zakat yang Kurang Mendidik


Zakat adalah salah satu ajaran pokok dalam ajaran Islam. Yaitu pemberian wajib yang dikenakan pada kekayaan seseorang yang beragama Islam, yang telah terakumulasi nisab dan haul dari hasil perdagangan, pertanian, hewan ternak, emas, perak, dan berbagai bentuk hasil pekerjaan, profesi, investasi, saham dan lain sebagainya. Selain zakat, dikenal juga istilah infaq dan sedekah. Hanya saja bersifat sangat dianjurkan atau sunnat bagi umat Islam.

Zakat, infaq dan sedekah merupakan aset berharga umat islam, yang berfungsi sebagai dana potensial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh umat Islam, khususnya dalam pengentasan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan umat. Namun kenyataannya dilapangan kita perhatikan banyak ketidak sesuaian pembayaran zakat. Sehingga tidak sesuai tujuan awal dari zakat tersebut yaitu untuk mengentaskan kemiskinan. Adapun ketidak sesuaian tujuan dari membayar zakat itu adalah,

1. Zakat hanya dibayarkan kepada kyai, tuan guru, guru mengaji atau orang-orang khusus lainnya. Sementara masih ada asnaf yang lain. Bukan berarti kita tidak boleh memberikan zakat kepada kyai, guru mengaji dan tuan guru dengan alasan fisabilillah. Namun kita sering lupa dengan asnaf yang lain.

2. Zakat sering dibayarkan secara langsung kepada orang per orang.
Pembagian zakat secara langsung kepada orangnya langsung akan mengakibatkan penumpukan zakat pada orang-orang tertentu saja. Sedangkan yang lain tidak kebagian. Kalau pun kebagian tidak mempengaruhi kehidupannya. Atau tidak sesuai dengan tujuan dari zakat tersebut. contoh yang sering kita lihat disaat bulan Ramadhan banyak para dermawan-dermawan umat Islam yang membagikan langsung kepada orang miskin melalui antrian panjang. Dan tak jarang kita lihat sering memakan korban jiwa. Para dermawan ini membagikan zakatnya terkadang ada yang ratusan juta bahkan sampai satu milyar lebih. Zakat tersebut ada yang dibagikan Rp. 10.000 sampai Rp. 50.000. kepada ribuan orang.

Pembayaran zakat seperti itu secara tidak langsung tidak tepat, sebab dengan uang Rp. 50.000 tidak akan mempengaruhi kehidupan fakir miskin untuk jangka panjang. Alangkah lebih baiknya para dermawan kita ini membagikan zakat tersebut kepada orang-orang yang betul membutuhkan. Sebagai contoh seorang dermawan membagikan zakatnya sebanyak 1 milyar dibagikan kepada 100 orang. Maka tiap-tiap orang akan mendapatkan Rp 10 juta. Uang sepuluh juta tersebut sudah bisa dijadikan modal usaha. Dengan catatan fakir miskin tersebut di didik untuk buka usaha. 

Secara otomatis tiap tahun satu orang dermawan bisa mengeluarkan orang miskin sebanyak 100 orang pertahun. Untuk tahun selanjutnya fakir miskin yang sudah mendapat zakat tidak akan mendapat zakat tahun yang akan datang, bahkan mungkin mereka sudah mengeluarkan zakat. Coba kita bayangkan untuk satu orang dermawan saja sudah bisa mengeluarkan fakir miskin sebanyak 100 orang pertahun. Coba kita bayangkan kalau sempat 10, 20 atau 100 orang dermawan yang seperti itu. Sudah berapa banyak orang Islam yang keluar dari kefakiran dan kemiskinan setiap tahunnya.

Dengan demikian supaya penyaluran zakat bisa optimal, disarankan membayar zakat melalui amil yang sudah ditetapkan di masjid-masjid atau melalui lembaga-lembaga zakat yang lain. Penetapan adanya amil oleh Allah Swt dalam Alqur’an bertujuan supaya zakat bisa diperdayakan secara optimal.

3. Zakat dibagi sama kepada delapan asnaf.
Dalam Al-Quran memang ada delapan asnaf yang berhak menerima zakat. Akan tetapi bukan berarti dibagi sama rata kepada delapan asnaf tersebut. kita harus memperhatikan prioritas utama sesuai kebutuhan yang paling mendesak. Sebab dalam Al-Quran hanya disebutkan delapan asnaf tidak menyebutkan harus dibagi rata.

Kesimpulannya kalau zakat hanya dibayarkan seperti cara diatas, maka zakat tersebut cenderung tidak mendidik, zakat hanya dirasakan seketika atau sesaat saja. Seharusnya zakat bermanfaat untuk jangka panjang.

Penerima zakat setelah menerima zakat harus lebih terpacu dan termotivasi untuk berkarya mengentaskan dirinya dari kemiskinan. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh seorang sahabat nabi yang mempunyai keahlian mengumpul kayu api. Sipengumpul kayu api tersebut, mengunakan kampak yang diberikan Nabi Saw kepadnya secara sungguh-sungguh, sehingga dapat memenuhi kebutuhan keluarganya dan bahkan dapat menyimpan uang sisa. Atau yang sering kita dengar, lebih baik memberikan mata pancing daripada memberikan ikan.

Dengan demikian pembayaran zakat alangkah lebih baik dibayarkan kepada amil, selanjutnya amil membagikan kepada orang-orang yang betul-betul membutuhkan untuk jangka panjang, bukan untuk sesaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.