Selasa, 30 Agustus 2016

Makna Hadits Tentang 5 Rukun Islam


Rukun Islam  arkan al-Islam; atau arkān al-din; "pilar-pilar agama" adalah lima tindakan dasar dalam Islam, dianggap sebagai pondasi wajib bagi orang-orang beriman dan merupakan dasar dari kehidupan Muslim. Kesemua rukun-rukun itu terdapat pada hadits yang disampaikan  Jibril kepada Rasulullah Saw.

Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khaththab ra. berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Islam dibangun di atas lima (pondasi): 1) persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad Rasul Allah. 2) melaksanakan shalat. 3) mengeluarkan zakat. 4) haji ke Baitullah. 5) puasa Ramadhan.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits ini Rasulullah saw. mengilustrasikan Islam dalam sebuah bangunan yang tertata rapi. Tegak di atas fondasi-fondasi yang kokoh. Fodasi-fondasi tersebut adalah:

a. Dua Kalimat Syahadat. 
Kesaksian tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah. Artinya, mengakui adanya Allah yang Tunggal, dan membenarkan kenabian dan kerasulan Muhammad saw. Rukun ini ibarat fondasi bagi rukun-rukun yang lain. Nabi Muhammad saw. bersabda: 

“Saya diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasannya Muhammad adalah Rasulullah.” (HR Bukhari dan Muslim). 

Beliau juga bersabda: “Barangsiapa yang menyatakan tidak ada Tuhan selain Allah dengan penuh keikhlasan, maka ia masuk surga.” (HR al-Bazzar)

b. Menegakkan Shalat, 
artinya senantiasa menunaikan shalat pada waktunya dengan memenuhi semua syarat dan rukunnya, juga memperhatikan segala adab dan sunah-sunahnya, sehingga dapat memberikan manfaat kepada seorang muslim, yaitu meninggalkan segala perbuatan keji dan munkar. Allah swt. berfirman: 

“Dan tegakkanlah shalat, sesungguhnya shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.” (al-Ankabut: 45)

c. Menunaikan Zakat. 
Yaitu memberikan bagian tertentu dari harta yang dimiliki kepada mustahik (orang-orang yang berhak menerima zakat), ketika harta tersebut telah mencapai nishab (batas minimal wajib zakat) dan telah terpenuhi berbagai syarat wajib zakat. Ketika memberikan sifat bagi orang-orang mukmin, Allah swt. berfirman:

“Dan orang-orang yang menunaikan zakat.” (al-Mukminun: 4)

“Dan orang-orang yang dalam hartanya terdapat hak yang jelas, bagi orang miskin yang meminta-minta dan tidak mau meminta-minta.” (al-Ma’aarij: 24-25)

Zakat merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta benda. Melalui zakat akan tercipta keseimbangan sosial, terhapusnya kemiskinan, terjalinnya kasih sayang, dan saling menghargai sesama muslim.

d. Haji
Haji adalah pergi ke Baitullah di Makkah al-Mukarramah pada bulan-bulan haji, yaitu Syawwal, Dzulqa’dah dan sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Haji dilakukan dengan menjalankan semua manasik (amalan-amalan dalam ibdah haji) yang telah diajarkan Rasulullah saw.

Haji merupakan ibadah yang berhubungan dengan harta dan jiwa, yang membawa berbagai dampak positif bagi individu dan masyarakat. Bahkan merupakan Muktamar Islam Internasional, dimana umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkesempatan untuk bertemu dan saling mengenal. Allah swt. berfirman:

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (al-Hajj: 27-28)

Karenanya, pahala haji sangat besar. Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Tidak ada pahala bagi haji mabrur kecuali surga.”

Ibadah haji diwajibkan pada tahun ke 6 H, melalui firman Allah: “…mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu [bagi] orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah…” (Ali Imraan: 97)

e. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadlan diwajibkan pada tahun ke 3 Hijriyah, melalui firman Allah:

“Bulan Ramadlan adalah bulan diturunkannya al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda [antara kebenaran dan kebathilan]. Karena itu, barangsiapa di antara kamu yang masuk bulan [Ramadlan] maka puasalah…” (al-Baqarah: 185)

Puasa merupakan ibadah yang dapat mensucikan jiwa, membersihkan hati, dan menyehatkan tubuh. Barangsiapa yang berpuasa karena semata-mata menjalankan perintah Allah dan mencari keridlaan-Nya, maka puasa itu akan menghapus dosa-dosanya dan menjadi sarana untuk mendapatkan surga. Rasulullah saw. bersabda: “Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena keimanan dan demi mencari pahala, maka dosa-dosa masa lalunya akan diampunkan.”

Rukun-rukun Islam merupakan kesatuan yang paling terkait.
Barangsiapa yang melaksanakan rukun-rukun tersebut secara utuh ialah seorang muslim yang sempurna imannya. Barangsiapa yang meninggalkan keseluruhannya, ia adalah kafir. Barangsiapa yang mengingkari salah satu darinya, ia bukanlah orang muslim. Barangsiapa yang meyakini keseluruhan, namun mengabaikan salah satunya –selain dua kalimat syahadat- karena malas, ia adalah orang fasik. Barangsiapa yang melaksanakan keseluruhannya dan juga mengakui secara lisan namun hanya kepura-puraan, ia adalah orang munafik.

Tujuan ibadah.
Ibadah dalam Islam bukanlah sekedar bentuk kegiatan fisik. Lebih dari itu, ibadah mempunyai tujuan yang mulia. Shalat misalnya, tidak akan berguna jika orang yang melakukan shalat tidak meninggalkan perbuatan keji dan munkar. Puasa, tidak akan bermanfaat ketika orang yang melakukan puasa tidak meninggalkan perbuatan dusta. Haji atau zakat tidak akan diterima jika dilakukan hanya karena ingin dipuji orang lain. Meskipun demikian, bukan berarti ketika tujuan dan buah tersebut belum tercapai, ibadah boleh ditinggalkan. Dalam kondisi seperti ini seseorang tetap berkewajiban untuk menunaikannya seikhlas mungkin dan senantiasa berusaha mewujudkan tujuan dari ibadah yang dilakukan.

Cabang-cabang Iman.
Perkara-perkara yang disebutkan dalam hadits di atas bukanlah keleluruhan masalah yang ada dalam Islam. Penyebutan dalam hadits ini hanya terbatas pada perkara-perkara di atas, menginngat urgensi perkara-perkara tersebut. Karena masih banyak perkara-perkara lain dalam Islam yang tidak disebutkan. Rasulullah saw. bersabda: “Iman mempunyai cabang hingga tujuh puluh lebih.” (Muttafaq alaih)

Melalui hadits diatas kita bisa memahami bahwa Islam adalah aqidah (keyakinan) dan perbuatan. Karenanya, amal perbuatan akan sia-sia tanpa adanya iman, dan iman tidak bermakna tanpa adanya amal perbuatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.