Rabu, 07 Juni 2017

Macam-macam Air untuk Bersuci dalam Islam

Secara bahasa, thaharah artinya bersih atau suci. Sedangkan menurut istilah, thaharah adalah mensucikan badan, tempat maupun pakaian dari najis dan hadats. Salah satu contoh pekerjaan thaharah adalah berwudhu, mandi dan istinja'.

Islam sangat memperhatikan kebersihan, sebab kebersihan itu juga sebahagian dari iman. Sehingga syarat utama dari beberapa ibadah conohnya shalat harus bersih dan suci badan, pakaian dan tempat ibadah. begitulah pentingnya thaharah atau bersuci dalam agama Islam. Jika thaharahnya tidak sah, maka shalatnya pun tidak sah.

Air yang di gunakan untuk bersuci bukanlah air sembarangan karena setiap bentuk dan jenis air yang ada memiliki hukum yang berbeda beda dalam agama Islam. Agama Islam sendiri mengklasifikasikan pembagian air kedalam empat macam jenis.

Adapun pembagian air ditinjau dari segi hukumnya , air itu dapat dibagi empat bagian :

1. Air Mutlak (Air suci dan mensucikan),   artinya air yang masih murni, tidak tercampur apapun di dalamnya, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh (air mutlak artinya air yang sewajarnya). Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih , ( suci dan mensucikan ) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci. Seluruh ulama sepakat, bahwa air mutlak bisa digunakan untuk bersuci. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut.

Air yang suci dan mensucikan ialah :

1. Air hujan
2. Air sumur
3. Air laut
4. Air sungai
5. Air salju
6. Air telaga
7. Air embun

Dalil tentang air suci lagi mensucikan.
1. Firman  Allah Swt.
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا

"Dan Kami turunkan dan langit air yang suci lagi mensucikan." (QS. Al-Furqan: 48)

2. Air telaga, sumur dan sejenisnya karena apa yang diriwayatkan dan Ali : Artinya:

"Bahwa Rasulullah Saw meminta seember penuh dan air zamzam, lalu diminumnya sedikit dan dipakainya buat berwudhuk." (HR Imam Ahmad dalam Musnadnya (I/76))

3. Air laut, berdasarkan hadits Abu Hurairah katanya:

Seorang laki-laki menanyakan kepada Rasulullah, katanya: "Ya Rasulullah, kami biasa berlayar di lautan dan hanya membawa air sedikit. Jika kami pakai air itu untuk berwudhuk, akibatnya kami akan kehausan, maka bolehkah. kami berwudhuk dengan air laut?"

Berkatalah Rasulullah Saw : "Laut itu airnya suci lagi mensucikan, dan bangkainya halal dimakan." (HR. Malik dalam Al-Muwatho’ (1/22) Syafi’i dalam Al-Umm (1/16) Ahmad (2/237,361, 392) Abu Daud (83) Tirmidzi (69) Nasa’i (59) Ibnu Majah (386) Darimi (735) Ibnu Huzaimah (111) Ibnu Jarud dalam Al-Muntaqo’ (43) Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (505))

Berkata Turmudzi: Hadits ini hasan lagi shahih, dan ketika kutanyakan kepada Muhammad bin Ismail al-Bukhari tentang hadits ini, jawabnya ialah: Hadits itu shahih.

2. Air Suci dan Dapat Mensucikan, Tetapi Makruh Digunakan,  yaitu,

a. air yang musyammas (air yang dipanaskan dengan matahari) di tempat logam yang bukan emas.

b. Air yang sangat panas, karena ditakutkan orang yang menggunakannya tidak akan menyempurnakan wudhu nya.

c. Air yang sangat dingin, karena juga ditakutkan orang yang menggunakannya tidak menyempurnakan wudhu’nya.

3. Air Suci Tetapi Tidak Dapat Mensucikan.

a. Air musta’mal (telah digunakan untuk bersuci) menghilangkan hadats dan menghilangkan naijs walaupun tidak berubah rupanya , rasanya dan baunya.

Perbedaan pendapat di kalangan ulama terjadi saat menentukan apakah air musta’mal itu suci dan mensucikan ataukah suci tetapi tidak mensucikan. Dan perbedaan ini terjadi dikarenakan sudut pandang yang berbeda mengenai dalil yang ada, dan dalil tersebut juga sama-sama shahih.

Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah suci Tetapi Tidak Mensucikan.
Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :

Dari seorang sahabat Nabi Saw dia berkata, “Rasulullah Saw melarang wanita (istri) mandi dengan air bekas mandi laki-laki (suami), atau laki-laki (suami) mandi dengan air bekas mandi wanita (istri), dan hendaknya mereka berdua menciduk air bersama-sama.” (HR. Abu Dawud, An Nasa-i, dan sanad-sanadnya shahih)

Dalil di atas dengan jelas menggambarkan bahwa air bekas digunakan dilarang untuk digunakan bersuci.

“Janganlah seseorang dari kalian mandi di air yang diam (tidak mengalir), sedang ia dalam keadaan junub.”(HR. Muslim no. 283).

Ketika orang-orang menanyakan : “Wahai Abu Hurairah, lantas bagaimana ia harus berbuat,”. Beliau menjawab : “Dengan menciduk”.

Pendapat Yang Mengatakan Air Musta’mal adalah Suci dan Mensucikan.

Dalil yang digunakan oleh ulama yang berpegang pada pendapat ini adalah :

Dari Ibnu Abbas ra: “Nabi Saw pernah mandi dengan air bekas mandinya Maimunah rah." (HR. Muslim no. 323).

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Sebagian istri Nabi Saw pernah mandi di satu wadah besar. Lalu datang Nabi Saw dan beliau mengambil air dari sisa mandi istrinya, atau beliau berkeinginan untuk mandi. Maka salah satu istrinya berkata, “Wahai Rasulullah, aku tadi junub (dan itu sisa mandiku, pen). Rasulullah Saw pun bersabda: Sesungguhnya air itu tidak terpengaruh oleh junub.” (HR. Abu Daud no. 68, Tirmidzi no. 65, dan Ibnu Majah no. 370)

b.  Air Mutlak Yang Berubah Sifatnya Sedangkan macam kedua dari air yang dihukumi suci tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci (thaharah) adalah air mutlak yang berubah salah satu sifatnya atau semuanya (bau, warna dan rasanya). misalnya air itu berubah dikarenakan bercampur dengan sesuatu yang suci, seperti air teh, kopi, sirup dan lain-lain. Maka hukumnya suci dapat dikonsumsi, tetapi tidak dapat digunakan untuk bersuci.

4. Air Mutanajis.

Yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedang jumlahnya kurang dari dua kullah  , maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan . Jika lebih dari dua kullah dan tidak berubah sifatnya , maka sah untuk bersuci .

Dua kullah sama dengan 216 liter , jika berbentuk bak , maka besarnya = panjang 60 cm dan dalam / tinggi 60 cm .

“Jika air telah mencapai dua qullah, maka tidak ada sesuatupun yang menajiskannya.” (HR. Ibnu Majah dan Ad Darimi)

Pendapat yang mengatakan bahwa : jika air tidak merubah bau, rasa, atau warnanya, maka air tersebut tidak najis (suci).

Ini adalah pendapat dan Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Hasan Basri, Ibnul Musaiyab, Ikrimah, Ibnu Abi Laila, Tsauri, Daud Azh-Zhahiri, Nakhai, Malik dan lain-lain.

Pendapat ini berdasarkan hadits Nabi :

“Seseorang Badui datang kemudian kencing di suatu sudut masjid, maka orang-orang menghardiknya, lalu Nabi Saw melarang mereka. Ketika ia telah selesai kencing, Nabi Saw menyuruh untuk di ambilkan setimba air lalu di siramkan di atas bekas kencing itu.” (HR. Bukhari no. 221 dan Muslim no. 284)

Dari hadits di atas, bisa diambil kesimpulan, bahwa air yang sedikit tetapi bisa menghilangkan bau, rasa dan warnanya, maka air tersebut bisa mensucikan.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang macam-macam air yang dapat di gunakan untuk bersuci dalam Islam. Dari beberapa penjelasan macam-macam air tersebut ada beberepa poin yang muncul perbedaan ulama. Dari perbedaan sudut pandang para Imam Madzhab yang sama-sama mempunyai dalil. Selama dalil tersebut adalah shahih, maka tidak masalah perbedaan itu terjadi. Dan di atas telah disajikan bagaimana perbedaan yang ada ternyata masing-masing pihak juga sama-sama mengambil dari dalil yang shahih.

4 komentar:

  1. TERIMAKASIH INFONYA SANGAT BAGUS

    http://blog.binadarma.ac.id/fatoni

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas infonya bagus dan menambah ilmu, izin comot dalilnya ya gan

    BalasHapus
  3. Barakallah sungguh bermanfaat tetap pertahankan dalam memberikan ilmu di dalam media sosial bang

    BalasHapus

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.