Selasa, 13 Juni 2017

Pengertian Fiqih Islam Menurut Bahasa dan Istilah

Kata fiqih (فقه) secara bahasa terdapat dua makna. Makna pertama adalah al fahmu al mujarrad (الفهم المجرد), yang artinya adalah mengerti secara langsung atau sekedar mengerti saja. (Muhammad bin Mandhur, Lisanul Arab, madah: fiqih Al Mishbah Al Munir)

Kata fiqih yang berarti sekedar mengerti atau memahami, disebutkan di dalam ayat Al Quran Al Karim, ketika Allah menceritakan kisah kaum Nabi Syu’aib ‘Alaihis Salam yang tidak mengerti ucapannya.

قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ

“Mereka berkata, ‘Hai Syu’aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu.’” (QS. Hud: 91)

Di ayat lain juga Allah Swt berfirman menceritakan tentang orang-orang munafik yang tidak memahami pembicaraan.

قُلْ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰؤُلَاءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

“Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikit pun?” (QS. An Nisa: 78)

Adapun makna yang kedua adalah al fahmu ad daqiq (الفهم الدقيق), yang artinya adalah mengerti atau memahami secara mendalam dan lebih luas.

Sedangkan makna fiqih dalam arti mengerti atau memahami yang mendalam, bisa temukan di dalam Al Quran Al Karim pada ayat berikut ini:


وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya. Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS At Taubah: 122)

Sabda Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.” (Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511)

Menurut istilah, fiqh berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang yang mendalami fiqh disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fiqh.

Menurut para ahli fiqh (fuqaha), fiqh adalah mengetahui hukum-hukum shara’ yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.

Imam Syafii memberikan definisi yang komprehensif, “Al ‘ilmu bi al ahkaam al syar’iyyah al ‘amaliyyah al muktasabah min adillatiha al tafshiliyyah”

Yakni mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliyah yang didapatkan dari dalil-dalil yang terperinci. ‘al ilm’ pada definisi ini bermakna pengetahuan secara mutlak yang didapatkan secara yakin atau dzanni. Karena hukum yang terkait dengan amaliyah ditetapkan dengan dalil yang bersifat qath’I atau pun dzanni.

Al ahkam bermakna tuntutan Allah sebagai pembuat hukum, atau khitab Allah yang terkait dengan perbuatan orang mukallaf, baik berupa kewajiban, sunnah, larangan, makruh atau mubah. Menurut ahli fiqh, yang dimaksud dengan khitab Allah adalah seperti kewajiban shalat, haramnya membunuh, mubah-nya makan dan lainnya.

Al syar’iyyah adalah hukum yang diambil dari syara’. Dengan demikian, terdapat pengecualian terhadap hukum-hukum yang bersifat hissiyah, seperti matahari bersinar, atau hukum-hukum eksakta, seperti dua ditambah 2 ada empat, atau hukum-hukum bahasa, seperti fa’il hukumnya marfu’ dan sebagainya.

Al ‘amaliyyah maksudnya yang berhubungan dengan amaliyah (aktifitas), baik aktifitas hati seperti niat, atau aktifitas lainnya, seperti membaca al Qur’an, shalat, jual beli dan lainnya. Batasan ini menafikan hukum-hukum yang bersifah I’tiqadi (aqidah), seperti mengetahui bahwa Tuhan itu esa, dan sejenisnya. Al muktasab artinya yang dihasilkan dari prosesi ijtihad ulama, dengan demikian, dikecualikan ilmu Allah, malaikat Allah, ilmu Rasul yang didapatkan dari wahyu. Al adillah al tafshiliyyah adalah dalil-dalil yang terdapat dalam al Qur’an, hadits, ijma’ atau pun qiyas.

Dapat disimpulkan bahwa fiqih adalah pengetahuan tentang hukum-hukum syari’at yang berkaitan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf (mereka yang sudah terbebani menjalankan syari’at agama), yang diambil dari dalil-dalilnya yang bersifat terperinci, berupa nash-nash al Qur’an dan As sunnah serta yang bercabang darinya yang berupa ijma’ dan ijtihad.

Adapun obyek pembahasan fiqh adalah tindakan orang-orang mukallaf, atau segala sesuatu yang terkait dengan aktifitas orang mukallaf. Adakalanya berupa tindakan, seperti melakukan shalat, atau meninggalkan sesuatu, seperti mencuri, atau juga memilih, seperti makan atau minum. Yang dimaksud dengan mukallaf adalah orang-orang baligh yang berakal, dimana segala aktifitas mereka terkait dengan hukum-hukum syara’ (Zuhaili, 1989, I, hal. 15-17).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.