Selasa, 02 Januari 2018

Pengertian Sunnah, Macam-macam Sunnah dan Contoh Macam-Macam Sunnah


Pengertian Sunnah.
Menurut bahasa kata sunnah merupakan derivasi dari kata sannayasunnusunnatan. Kata itu berarti cara, jalan yang ditempuh, tradisi (adat kebiasaan), atau ketetapan, apakah hal itu baik atau tidak, terpuji atau tercela.

Menurut ahli hadis, sunnah adalah:

“Segala yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw., baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabiat, budi pekerti, maupun perjalanan hidupnya, baik sebelum beliau diangkat menjadi Rasul Saw maupun sesudahnya.”

Menurut ahli usul fikih, sunnah adalah:

“Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad Saw. selain al-Qur’an baik berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrirnya yang pantas untuk dijadikan dalil bagi penetapan hukum syara’ (hukum agama).”

Macam-macam Sunnah
1. Sunnah Qauliyah.
Sunnah Qauliyah adalah bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw., yang berisi berbagai tuntunan dan petunjuk syarak, peristiwa-peristiwa atau kisah-kisah, baik yang berkenaan dengan aspek akidah, syariah maupun akhlak.

Dengan kata lain Sunnah Qauliyah yaitu sunnah Nabi Saw. yang hanya berupa ucapannya saja baik dalam bentuk pernyataan, anjuran, perintah cegahan maupun larangan. Yang dimaksud dengan pernyatan Nabi Saw. di sini adalah sabda Nabi Saw. dalam merespon keadaan yang berlaku pada masa lalu, masa kininya dan masa depannya, kadang-kadang dalam bentuk dialog dengan para sahabat atau jawaban yang diajukan oleh sahabat atau bentuk-bentuk ain seperti khutbah.

Dilihat dari tingkatannya sunnah qauliyah menempati urutan pertama yang berarti kualitasnya lebih tinggi dari kualitas sunnah fi’liyah maupun taqririyah. Contoh sunnah qauliyah:

a. Hadis tentang doa Nabi Muhammad saw. kepada orang yang mendengar, menghafal dan menyampaikan ilmu.

Dari Zaid bin dabit ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Semoga Allah memperindah orang yang mendengar hadis dariku lalu menghafal dan menyampaikannya kepada orang lain, berapa banyak orang menyampaikan ilmu kepada orang yang lebih berilmu, dan berapa banyak pembawa ilmu yang tidak berilmu.” (HR. Abu Dawud)

b. Hadis tentang belajar dan mengajarkan al-Qur’an.

Dari Usman ra, dari Nabi saw., beliau bersabda: “Orang yang paling baik di antara kalian adalah seorang yang belajar al-Qur`an dan mengajarkannya.”. (HR. al-Bukhari)

c. Hadis tentang persatuan orang-orang beriman.

Dari Abu Musa dia berkata; Rasulullah saw. bersabda: “Orang mukmin yang satu dengan mukmin yang lain bagaikan satu bangunan, satu dengan yang lainnya saling mengokohkan. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

2. Sunnah Fi’liyah.
Sunnah fi’liyah adalah segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. Kualitas sunnah fi’liyah menduduki tingkat kedua setelah sunnah qauliyah. Sunnah fi’liyah juga dapat maknakan sunnah Nabi Saw. yang berupa perbuatan Nabi yang diberitakan oleh para sahabat mengenai soal-soal ibadah dan lain-lain seperti melaksanakan shalat manasik haji dan lain-lain.

Untuk mengetahui hadis yang termasuk kategori ini, diantaranya terdapat kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina. Contohnya:

a. Hadis tentang tata cara shalat di atas kendaraan.

Dari Jabir bin ‘Abdullah berkata, “Rasulullah saw. shalat di atas tunggangannya menghadap ke mana arah tunggangannya menghadap. Jika Beliau hendak melaksanakan shalat yang fardhu, maka beliau turun lalu shalat menghadap kiblat. (HR. al-Bukhari dan Muslim).

b. Hadis tentang tata cara shalat.

“Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku shalat.” (HR. al-Bukhari)

c. Hadis tentang tata cara manasik haji.

“Ambillah manasik (tata cara melaksanakan haji) kamu dariku.” (HR. Muslim)

3. Sunnah Taqririyah.
Sunnah Taqririyah adalah sunnah yang berupa ketetapan Nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang datang atau dilakukan para sahabatnya. Dengan kata lain sunnah taqririyah, yaitu sunnah Nabi Saw. yang berupa penetapan Nabi Saw. terhadap perbuatan para sahabat yang diketahui Nabi saw. tidak menegornya atau melarangnya bahkan Nabi Saw. cenderung mendiamkannya. Beliau membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan para sahabatnya tanpa memberikan penegasan apakah beliau membenarkan atau menyalahkannya. Contohnya:

a. Hadis tentang daging dab (sejenis biawak).

Pada suatu hari Nabi Muhammad Saw. disuguhi makanan, di antaranya daging dzab. Beliau tidak memakannya, sehingga Khalid ibn Walid bertanya, “Apakah daging itu haram ya Rasulullah?”. Beliau menjawab:

“Tidak, akan tetapi daging itu tidak terdapat di negeri kaumku, karena itu aku tidak memakannya.” Khalid berkata, “Lalu aku pun menarik dan memakannya. Sementara Rasulullah Saw. melihat ke arahku.”. (Muttafaqun ‘alaih)

b. Hadis tentang Tayamum.

Dari Abu Sa’id Al Khudri ra. ia berkata: “Pernah ada dua orang bepergian dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air, lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan melakukan shalat, kemudian keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka menemui Rasulullah Saw. dan menceritakan hal itu. Maka beliau berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: ‘Kamu sesuai dengan sunnah dan shalatmu sudah cukup’. Dan beliau juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi shalatnya: ‘Bagimu pahala dua kali’” (HR. ad-Darimi).

4. Sunnah Hammiyah.
Sunnah Hammiyah ialah: suatu yang dikehendaki Nabi Saw. tetapi belum dikerjakan. Sebagian ulama hadis ada yang menambahkan perincian sunnah tersebut dengan sunnah hammiyah. Karena dalam diri Nabi saw. terdapat sifat-sifat, keadaan-keadaan (ahwal) serta himmah (hasrat untuk melakukan sesuatu). Dalam riwayat disebutkan beberapa sifat yang dimiliki beliau seperti, “bahwa Nabi saw. selalu bermuka cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka berteriak, tidak suka berbicara kotor, tidak suka mencela,..” Juga mengenai sifat jasmaniah beliau yang dilukiskan oleh sahabat Anas ra. sebagai berikut:

Dari Rabi’ah bin Abu ‘Abdur Rahman berkata, aku mendengar Anas bin Malik ra. sedang menceritakan sifat-sifat Nabi saw., katanya; “Beliau adalah seorang lakilaki dari suatu kaum yang tidak tinggi dan juga tidak pendek. Kulitnya terang tidak terlalu putih dan tidak pula terlalu kecoklatan. Rambut beliau tidak terlalu keriting dan tidak lurus.” (HR. Bukhari).

Termasuk juga dalam hal ini adalah silsilah dan nama-nama serta tahun kelahiran beliau. Adapun himmah (hasrat) beliau misalnya ketika beliau hendak menjalankan puasa pada tanggal 9 ‘Asyura, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra:

“Saya mendengar Abdullah bin Abbas ra. berkata saat Rasulullah saw. berpuasa pada hari ‘Asyura`dan juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa; Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itu adalah hari yang sangat diagungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani.” Maka Rasulullah saw. bersabda: “Pada tahun depan insya Allah, kita akan berpuasa pada hari ke sembilan (Muharram).” Tahun depan itu pun tak kunjung tiba, hingga Rasulullah saw. wafat..” (HR Muslim)

Menurut Imam Syafi’i dan rekan-rekannya hal ini termasuk sunnah hammiyah. Sementara menurut Asy Syaukani tidak demikian, karena hamm ini hanya kehendak hati yang tidak termasuk perintah syari’at untuk dilaksanakan atau ditinggalkan.

Dari sifat-sifat, keadaan-keadaan serta himmah tersebut yang paling bisa dijadikan sandaran hukum sebagai sunnah adalah hamm. Sehingga kemudian sebagian ulama fiqh mengambilnya menjadi sunnah hammiyah.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian sunnah, macam-macam sunnah dan contoh macam-macam sunnah. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Sumber Al-Qur'an Hadis Kelas X MA, Kementerian Agama Republik Indonesia, Jakarta 2014. Kujnjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.