Perbuatan Allah Menurut Aliran Mu’tazilah.
Aliran Mu’tazilah yang dianggap lebih rasional dan selalu mengedepankan akal dibandingkan dengan wahyu berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap baik. Tetapi tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk tersebut. Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa tuhan tidak berbuat zalim. Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan pedoman oleh aliran Mu’tazilah antara lain:
Al-Qur'an Surat al-Anbiya Ayat 23:
Artinya: "Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya dan merekalah yang akan ditanyai." (QS. al-Anbiya : 23).
Al-Qur'an Surat al-Rum Ayat 8:
Artinya: "Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan tuhannya." (QS. al-Rum : 8)
Seorang Mu’tazilah Qadi Abd al-Jabr, mengatakan bahwa ayat pertama memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk. Maka tuhan tidak perlu ditanya. Sedangkan ayat yang kedua, menurut al-Jabr mengandung petunjuk bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Seandainya tuhan melakukan perbuatan buruk, maka pernyataan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, adalah tidak benar atau berita bohong.
Paham kewajiban tuhan berbuat baik, bahkan yang terbaik mengharuskan aliran Mu’tazilah melahirkan paham kewajiban tuhan berikut ini:
a. Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan manusia. Memberi beban di luar kemampuan manusia adalah bertentangan dengan paham berbuat baik dan terbaik. Tuhan akan bersikap tidak adil apabila tuhan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia.
b. Kewajiban mengirimkan rasul. Argumentasi mereka adalah kondisi akal tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui oleh manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan cara mengirim Rasul. Tanpa rasul manusia tidak mampu hidup baik di dunia maupun di akhirat.
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id). Janji dan ancaman merupakan satu dari lima dasar kepercayaan Mu’tazilah. Tuhan tidak akan bersifat adil apabila tuhan tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah kewajiban bagi tuhan.
Aliran Mu’tazilah yang dianggap lebih rasional dan selalu mengedepankan akal dibandingkan dengan wahyu berpendapat bahwa perbuatan tuhan hanya terbatas pada hal-hal yang dianggap baik. Tetapi tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena Ia mengetahui keburukan dari perbuatan buruk tersebut. Di dalam al-Qur’an dijelaskan bahwa tuhan tidak berbuat zalim. Ayat-ayat al-Qur’an yang dijadikan pedoman oleh aliran Mu’tazilah antara lain:
Al-Qur'an Surat al-Anbiya Ayat 23:
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
Artinya: "Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuatNya dan merekalah yang akan ditanyai." (QS. al-Anbiya : 23).
Al-Qur'an Surat al-Rum Ayat 8:
أَوَلَمْ يَتَفَكَّرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ ۗ مَا خَلَقَ اللَّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُسَمًّى ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ بِلِقَاءِ رَبِّهِمْ لَكَافِرُونَ
Artinya: "Dan mengapa mereka tidak memikirkan tentang (kejadian) diri mereka? Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan tuhannya." (QS. al-Rum : 8)
Seorang Mu’tazilah Qadi Abd al-Jabr, mengatakan bahwa ayat pertama memberi petunjuk bahwa tuhan hanya berbuat yang baik dan maha suci dari perbuatan buruk. Maka tuhan tidak perlu ditanya. Sedangkan ayat yang kedua, menurut al-Jabr mengandung petunjuk bahwa tuhan tidak pernah dan tidak akan pernah melakukan perbuatan-perbuatan buruk. Seandainya tuhan melakukan perbuatan buruk, maka pernyataan bahwa Dia menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan hak, adalah tidak benar atau berita bohong.
Paham kewajiban tuhan berbuat baik, bahkan yang terbaik mengharuskan aliran Mu’tazilah melahirkan paham kewajiban tuhan berikut ini:
a. Kewajiban tidak memberikan beban di luar kemampuan manusia. Memberi beban di luar kemampuan manusia adalah bertentangan dengan paham berbuat baik dan terbaik. Tuhan akan bersikap tidak adil apabila tuhan memberi beban yang terlalu berat kepada manusia.
b. Kewajiban mengirimkan rasul. Argumentasi mereka adalah kondisi akal tidak dapat mengetahui setiap apa yang harus diketahui oleh manusia tentang tuhan dan alam gaib. Oleh karena itu tuhan berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia dengan cara mengirim Rasul. Tanpa rasul manusia tidak mampu hidup baik di dunia maupun di akhirat.
c. Kewajiban menepati janji (al-wa’d) dan ancaman (al-wa’id). Janji dan ancaman merupakan satu dari lima dasar kepercayaan Mu’tazilah. Tuhan tidak akan bersifat adil apabila tuhan tidak menepati janji untuk memberi pahala kepada orang yang berbuat baik dan menjalankan ancaman bagi orang yang berbuat jahat. Oleh karena itu, menepati janji dan menjalankan ancaman adalah kewajiban bagi tuhan.
Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang perbuatan tuhan menurut aliran Mu’tazilah. Sumber buku Siswa Kelas XII MA Ilmu Kalam Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.