Kamis, 08 Februari 2018

Hijrah ke Thaif dan Sebab Hijrahnya Nabi Muhammad Saw ke Thaif

Thaif. Wilayah yang berjarak sekitar 80 kilometer dari Tanah Suci Makkah itu merupakan salah satu tempat yang bersejarah dalam perkembangan agama Islam.

Pada tahun kesepuluh kenabian dikenal dengan tahun duka bagi Nabi Muhammad Saw. sebab dua orang yang sangat dicintainya telah meninggal dunia, yaitu Siti Khadijah dan Abu Thalib. Kedua orang ini adalah pembela dan pelindung yang sangat tabah, kuat, dan disegani masyarakat Mekkah. Dengan meninggalnya Siti Khadijah dan Abu Thalib, orang-orang kafir Quraisy semakin berani mengganggu dan menyakiti Nabi Muhammad Saw.

Sepeninggal Abu Thalib dan Siti Khadijah, puncak dari sikap permusuhan kaum Quraisy semakin keras. Dalam kondisi ini timbul keinginan dari Nabi Muhammad Saw. untuk berlindung ke Thaif negeri yang terkenal berhawa sejuk dan keramahan penduduknya terhadap tamu yang datang. Dengan harapan masyarakat Thaif berkenan mendengar dakwah Islam.

Perjalanan ke Thaif ini sebenarnya tidaklah mudah, mengingat sulitnya medan yang dilalui disebabkan gunung-gunung yang tinggi yang mengelilinginya. Akhirnya, Beliau sampai di Thaif bersama Zaid bin Tsabit. Akan tetapi, setiap kesulitan itu menjadi mudah bila berada di jalan Allah Swt. Selama sepuluh hari tinggal di Thaif Nabi Saw menyampaikan seruan tauhid meskipun ada yang mau menerima dakwah Islam, akan tetapi penduduk Thaif justru banyak yang menolak beliau dengan penolakan yang lebih buruk.

Mereka menyuruh anak-anak kecil untuk melempari beliau dengan batu, sehingga kedua tumit beliau berdarah. Akhirnya, beliau kembali melalui jalan semula menuju Mekkah dalam keadaan sedih dan susah.

Peristiwa penolakan Bani Tsaqif saat hijrah ke Thaif itu merupakan salah satu kejadian yang dianggap sebagai salah satu kejadian paling menyulitkan bagi Rasulullah Saw. Hal itu pernah diungkapkan Rasulullah Saw ketika Aisyah bertanya kepada Nabi Saw.

“Apakah pernah datang kepadamu (Anda pernah mengalami) satu hari yang lebih berat dibandingkan dengan saat perang Uhud?”

Beliau Saw menjawab : “Aku telah mengalami penderitaan dari kaummu. Penderitaan paling berat yang aku rasakan, yaitu saat ‘Aqabah, saat aku menawarkan diri kepada Ibnu ‘Abdi Yalîl bin Abdi Kulal, tetapi ia tidak memenuhi permintaanku. Aku pun pergi dengan wajah bersedih. Aku tidak menyadari diri kecuali ketika di Qarnust-Tsa’alib, lalu aku angkat kepalaku. Tiba-tiba aku berada di bawah awan yang sedang menaungiku. Aku perhatikan awan itu, ternyata ada Malaikat Jibril, lalu ia memanggilku dan berseru: ‘Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mendengar perkataan kaummu kepadamu dan penolakan mereka terhadapmu. Dan Allah Azza wa Jalla telah mengirimkan malaikat penjaga gunung untuk engkau perintahkan melakukan apa saja yang engkau mau atas mereka’. Malaikat (penjaga) gunung memanggilku, mengucapkan salam lalu berkata: ‘Wahai Muhammad! Jika engkau mau, aku bisa menimpakan Akhsabain’(dua gunung yang mengelilingi Mekkah).”


Lalu Rasulullah Saw menjawab: “(Tidak) namun aku berharap supaya Allah Azza wa Jalla melahirkan dari anak keturunan mereka orang yang beribadah kepada Allah semata, tidak mempersekutukan-Nya dengan apapun jua”. (HR Imam al-Bukhari dan Imam Muslim)

Di antara beberapa debat yang dilancarkan kaum musyrikin terhadap Rasulullah Saw adalah mereka menuntut beberapa mukjizat tertentu darinya dengan tujuan menundukkan beliau, dan hal ini terjadi berulang kali. Pernah suatu kali, mereka meminta agar beliau dapat membelah bulan menjadi dua, lalu beliau memohon kepada Allah Swt, untuk kemudian memperlihatkan kepada mereka. Kaum Quraisy menyaksikan mukjizat ini untuk waktu yang lama, tapi mereka tetap saja tidak beriman. Bahkan, mereka mengatakan: “Muhammad telah bermain sihir di hadapan kami”. Lalu seseorang berkata:

“Kalaupun toh Muhammad mampu menyihir kalian, namun ia tidak akan mampu menyihir semua orang. Oleh karena itu, mari kita tunggu orang-orang yang sedang bepergian”.

Tidak lama kemudian, orang-orang yang sedang bepergian itu datang dan kaum Quraisy menanyai mereka. Lalu mereka pun menjawab: “Benar kami telah melihatnya”. 

Namun demikian kaum Quraisy tetap saja pada kekafiran mereka. Peristiwa terbelahnya bulan ini, seakan-akan sebagai pembuka bagi sesuatu yang lebih besar darinya, yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang hijrah ke Thaif dan sebab hijrahnya Nabi Muhammad Saw ke Thaif. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.