Sabtu, 01 September 2018

Peran BMT sebagai LKM Syari’ah Dalam Pemberdayaan Pengusaha Mikro Untuk Mengatasi Kemiskinan

Oleh : Faris Sabili (AS17A), Mahasiswa STEI SEBI Faris Sabili
sabilifaris@gmail.com
Kondisi kemiskinan di Indonesia sangat menarik untuk dikaji, karena tingkat kemiskinan di Indonesia yang tinggi dan tidak berbanding lurus dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah. Hal tersebut bisa terjadi karena pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang kurang dan juga faktor Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang mendukung. Kemiskinan adalah suatu strata yang berada pada lapisan paling bawah dan cenderung untuk terkucilkan dari setiap aktivitas bermasyarakat.

Fenomena ini (kemiskinan) dapat memicu munculnya kesenjangan sosial dalam bermasyarakat, sehingga permasalahan ini harus membutuhkan perhatian yang lebih. Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan dalam sabdanya yang berkaitan dengan kemiskinan dan dampak yang diakibatkannya, bahwa: “Nyaris kefakiran (kemiskinan) menjerumuskan pada kekufuran”.  Pernyataan di atas mengilustrasikan gambaran pada kondisi sosial dan ekonomi yang “minus”, dan terkadang dapat menggiring dan merusak kualitas agama seseorang.

Bermacam macam peristiwa yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya taraf hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan yang layak, sehingga mendorong munculnya sebuah ide (gagasan) dan konsep untuk memberdayakan masyarakat terutama masyarakat miskin untuk berwirausaha di sektor mikro, seperti UMKM di bidang kuliner yaitu pedagang bakso, mie ayam, sate, fried chicken, dan lain lain. Mengapa harus sektor mikro? karena didalam sektor tersebut memiliki peluang yang besar untuk mengentaskan kemiskinan dan mensupport perekonomian negara.

Dalam hal ini pemerintah pun gencar melakukan pembinaan dan pemberdayaan khusus guna mendukung perkembangan UMKM di seluruh Indonesia. Kekuatan dari UMKM pun sangat kuat, buktinya 96% UMKM di Indonesia tetap bertahan dari goncangan krisis. Hal tersebut juga terjadi di tahun 2008-2009. Ketika krisis datang dan memberikan dampak (akibat), yaitu perlambatan pertumbuhan ekonomi, UMKM pun berperan menjadi juru selamat ekonomi Indonesia.

Menurut data dari BPS (2003), populasi dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) jumlahnya menunjukkan 42,5 juta unit atau 99,9 persen dari keseluruhan pelaku bisnis di tanah air. UMKM memberikan sumbangsih kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan lowongan kerja dan penyerapan tenaga kerja, yaitu sebesar 99,6 persen. Sementara itu, kontribusi UMKM terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 56,7 persen. Angka tersebut terus meningkat seiring dengan pertumbuhan UMKM dari tahun ke tahun.

Dalam melakukan usahanya, pengusaha kecil (mikro) yang memiliki usaha di bidang UMKM membutuhkan sebuah pinjaman modal supaya usahanya berjalan terus. Biasanya masyarakat miskin yang ingin berwirausaha mikro tidak punya modal untuk mendorong usahanya.

Karena keterbatasan jangkauan dari Bank terhadap usaha lapisan bawah, banyak para rentenir yang meminjamkan uangnya kepada pelaku usaha kalangan kecil dengan bunga yang tinggi. Hal ini sudah sangat jelas mendhzolimi orang-orang yang lemah secara ekonomi. Kehadiran BMT (baitul maal wa tamwil) adalah untuk menghilangkan para rentenir, yang sangat jelas menjerat kalangan pengusaha mikro usaha kecil dan menengah dengan jeratan hutang yang berbunga tinggi.

Hal tersebut mendorong kemunculan suatu lembaga yang tidak hanya berorientasi pada business semata akan tetapi juga berorientasi di bidang social. Lembaga ini tidak melakukan sentralisasi kekayaan pada sebagian kecil owner modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang (anggota, peminjam yang mayoritas usaha kecil dan mikro), akan tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara adil dan merata.

Lembaga ini terbentuk dari kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil (mikro). Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama. Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diberikan kesimpulan bahwa BMT merupakan suatu Lembaga Keuangan yang dioperasikan dengan sistem yang sesuai Syariat Islam. BMT merupakan institusi yang melakukan dua kegiatan secara terpadu, yaitu Bait Al-Maal (melakukan kegiatan sosial dan dakwah), dan Bait At-Tamwil (melakukan kegiatan bisnis).

BMT atau baitul maal watamwil adalah padanan kata dari Balai Usaha Mandiri Terpadu. Baitul mall memiliki fungsi untuk menampung dan menyalurkan dana berupa zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) dan mentasrufkan sesuai amanah. Sedangkan baitul tamwil adalah pengembangan usaha-usaha produktif investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil serta mendorong kegiatan menabung dalam menunjang ekonomi.

Di dalam sebuah daerah atau wilayah pada dasarnya terdapat masyarakat lapis bawah (wong cilik atau masyarakat miskin) yang belum “terjamah” dan terjangkaunya oleh berbagai lembaga keuangan perbankan. Keberadaan BMT bisa dikatakan tantangan tersendiri bagi umat Islam terutama bagi para pemimpin umat dan praktisi perbankan Islam. Agar bisa memberikan kualitas dan profesionalisme BMT dalam memenuhi aspirasi dan tuntutan umat.

Dengan memenuhi aspirasi dan tuntutan umat yang memiliki hubungan dengan aktivitas perekonomian, maka keberhasilan BMT dalam merealisasikan tuntutan  dan keinginan umat, pada waktu gilirannya akan memposisikan BMT sebagai suatu lembaga keuangan Islam yang capable dan credible. Oleh karena itu, upaya dan peran BMT dalam meningkatkan perekonomian rakyat terutama masyarakat miskin harus menunjukan performance dan capacity BMT sebagai sebuah lembaga keuangan yang memiliki kemampuan untuk berperan aktif serta sebagai alternatif bagi masyarakat dalam kerjasama usaha dan bermitra bisnis.

BMT memiliki fungsi sebagai lembaga yang mengelola dan memberdayakan dana masyarakat, melalui jalan menjalin mitra dengan kerjasama antara pihak pengelola BMT dengan masyarakat. Yaitu dengan menghimpun dana masyarakat kemudian mendistribusikan kembali kepada masyarakat (nasabah) yang bergerak dalam sektor usaha produktif dan membutuhkan bantuan dana dengan sifat perolehan laba.(Muhammad Ridwan, 2004).

BMT bersifat terbuka, independent, tidak partisan, berorientasi pada pengembangan tabungan dan pembiayaan syari’ah untuk mendukung bisnis ekonomi yang produktif bagi anggota dan kesejahteraan sosial masyarakat sekitar, terutama usaha mikro dan fakir miskin.

Berbagai upaya dilakukan BMT dalam rangka meningkatkan taraf hidup perekonomian kaum lemah, dengan membantu mereka memberikan pembiayaan untuk modal atau menambah modal usaha didukung oleh BMT dengan pola kerjasama dan bermitra usaha. Upaya diatas telah membuahkan hasil yang cukup signifikan, dimana BMT mampu berperan aktif dalam membantu memberdayakan perekonomian para pelaku ekonomi lemah.

Peran strategis yang ditunjukkan oleh BMT sebagai alternatif wadah simpan pinjam dan bermitra kerja,  telah  mampu  memunculkan sebuah respon  positif  baik secara moril maupun material. Kepercayaan yang telah ada, dinyatakan dengan realitas dana yang telah dipercayakan BMT kepada para pengusaha kecil untuk dikelola  dalam  rangka  membantu  dan meningkatkan produktivitas  para  usaha mikro  tersebut. Berpijak  dari  berbagai  peran  dan keberhasilan  BMT  dalam pemberdayaan perekonomian umat bahwa secara ekonomi dan keuangan, BMT layak diperhitungkan dan signifikan dalam meningkatkan ekonomi rakyat.

Peran umum baitul maal wa tamwil adalah melakukan pembinaan, pemberdayaan dan pendanaan berdasarkan sistem syari’ah yang menegaskan arti penting prinsip – prinsip syari’ah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. Sebagai lembaga keuangan syari’ah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil maka BMT mempuyai tugas penting dalam mengembangkan misi ke Islaman dalam segala aspek kehidupan masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita pahami bahwa BMT memmiliki dua peran sekaligus. Yaitu: Pertama sebagai sebuah lembaga yang terbentuk atas inisiatif dari bawah, BMT melakukan fungsinya sebagai mobilisator potensi ekonomi masyarakat untuk dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Dalam hal ini BMT berkedudukan sebagai organisasi bisnis.

Kedua adalah fungsi BMT sebagai organisasi yang juga berperan sosial, yaitu menjadi perantara antara aghniya’ sebagai shahibul maal (orang yang mempuyai harta yang berlebihan) dengan dua’fa (orang yang kekurangan harta) sebagai mudharib (pengguna dana) terutama untuk pengembangan usaha produktif.

BMT sebagai lembaga keuangan non bank yang beroperasi pada level paling bawah berperan aktif dan maksimal untuk ikut menggerakan dan memberdayakan ekonomi rakyat.  Dalam hal ini BMT juga memiliki peran dalam pemberdayaan pengusaha kecil (mikro). Ada tiga peran yang dimainkan BMT dalam membantu memberdayakan ekonomi rakyat terutama pengusaha mikro (kecil) dan sosialisasi sistem syariah secara bersama yaitu;

1. Sektor finansial, yaitu dengan cara memberikan fasilitas pembiayaan kepada para pengusaha kecil dengan konsep syariah, serta mengaktifkan nasabah yang surplus dana untuk menabung.

2. Sektor riil, dengan melalui pola binaan dan pemberdayaan terhadap para pengusaha kecil. Yaitu bisa dilakukan dengan sosialisasi produk pembiayaan syari’ah terhadap para pengusaha kecil dan masyarakat lapis bawah serta bisa juga dengan adanya mentoring bisnis pemberdayaan pengusaha kecil dengan sistem monitoring dari BMT.  Melalui manajemen, teknis pemasaran dan lainnya untuk meningkatkan profesionalisme dan produktivitas, sehingga para pelaku ekonomi tersebut mampu memberikan konstribusi laba yang proporsional untuk ukuran bisnis.

3. Sektor religious, dengan bentuk ajakan dan himbauan terhadap umat Islam untuk aktif membayar zakat dan mengamalkan infaq dan sadaqah, kemudian BMT menyalurkan ZIS pada yang berhak serta memberi fasilitas pembiayaan Qardul Hasan (pinjaman lunak tanpa beban biaya).

Dalam pemberdayaan pengusaha kecil BMT memiliki produk pembiayaan syari’ah yang mendorong dan membantu pengusaha dalam masalah modal usaha bagi pengusaha kecil. Yaitu : Pembiayaan Bai’ bitsaman ajil (BBA), Pembiayaan Murabahah (MBA) Pembiayaan Musyarakah (MSA), Pembiayaan al-Qordhul Hasan. Produk-produk tersebut merupakan produk penyaluran dana terutama kepada pengusaha kecil yang membutuhkan modal usaha.

Oleh karena itu, peran strategis BMT sebagai alternatif wadah simpan pinjam dan bermitra kerja, telah mampu menumbuhkan respon positif baik secara moral maupun material. Dengan produk pembiayaan syari’ah yang ada, masyarakat mikro terutama pengusaha mikro dapat menciptakan akumulasi modal, meningkatkan surplus dan kesejahteraan bagian anggotanya dan masyarakat pada umumnya. Kemudian kepada nasabah yang dianggap kurang mampu (kategori sangat miskin) tetapi memiliki kemampuan usaha oleh BMT diberikan pembiayaan yang bersifat qardhul hasan (artinya orang tersebut hanya mengembalikan dana pinjaman saja). Dengan konsep pemberdayaan ekonomi rakyat dan pengusaha mikro, maka BMT telah membantu masyarakat mikro terutama pengusaha mikro untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak tergantung dengan subsidi pemerintah, mampu menciptakan surplus modal, sehingga mampu meningkatkan produktivitasnya.

Melihat dari berbagai peran dan keberhasilan BMT dalam pemberdayaan perekonomian umat bahwa secara ekonomi dan keuangan, BMT layak diperhitungkan dan dipertimbangkan. Karena signifikan dalam meningkatkan ekonomi rakyat. Pilihan Alternatif  menjadikan BMT sebagai suatu lembaga keuangan yang terpercaya, dalam arus perekonomian modern, makin terbuka bagi umat Islam.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang peran BMT sebagai LKM syari’ah dalam pemberdayaan pengusaha mikro untuk mengatasi kemiskinan. Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari pembahasan tersebut. Aamiin. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.