Senin, 02 Mei 2016

Bacaan Niat Puasa Qadha Serta Orang Yang Wajib Mengqadha Puasa


Inilah bacaan niatnya.
                                                                              
 نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ قَضَاءٍ فَرْضَ رَمَضَانً ِللهِ تَعَالَى 
NAWAITU SHOUMA GHODIN 'AN QADAA'IN FARDHO ROMADHOONA LILLAHI TA'ALAA
Artinya :
"Aku niat puasa besok hari karena mengganti fardhu Ramadhan karena Allah Ta'ala."

“Qadha”  artinya; memenuhi atau melaksanakan. Adapun menurut istilah dalam Ilmu Fiqh, qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam. Misalnya, mengqadha puasa Ramadhan yang berarti puasa Ramadhan itu dilaksanakan sesudah bulan Ramadhan.

Adapun orang-orang yang harus mengqadha puasanya adalah,
Pertama, orang yang sakit dan sakitnya memberatkan untuk puasa.

Kedua, seorang yang musafir dan ketika dalam perjalanan sulit untuk berpuasa.

                                                                                      وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqarah: 185)

Ketiga, wanita yang mendapati haidh dan nifas.

Dalil wanita haidh dan nifas adalah hadits dari ‘Aisyah, beliau mengatakan,

                                                                     كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

“Kami dulu mengalami haidh. Kami diperintarkan untuk mengqodho puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ shalat.” (HR. Muslim)

Keempat, wanita hamil dan menyusui.
Wanita hamil dan menyusui Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, diantara perbedaan pendapat itu adalah sebagai berikut:

1. Keduanya harus mengganti puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi, Abu Tsaur dan Abu Ubaid. 
Alasan pendapat ini adalah meng-qiyas-kan wanita hamil dan wanita menyusui dengan orang sakit. Orang sakit boleh tidak puasa dan harus meng-qadha (mengganti) di hari lain sebagaimana jelas dalam Al-Qur`an surah Al-Baqarah ayat 184 dan 185.

2. Keduanya harus membayar fidyah dan tak perlu mengganti puasa. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas ra, Ibnu Umar ra, Sa’id bin Jubair, Qatadah.
Alasan pendapat kedua ini adalah fatwa dua orang sahabat Nabi SAW, terutama bagi madzhab yang menganggap bahwa fatwa sahabat itu menjadi salah satu dasar hukum bila tidak ada nash yang sharih. Riwayat Ibnu Abbas bisa ditemukan dalam Sunan Ad-Daraquthni, Tafsir Ath-Thabari dan lain-lain. Ibnu Abbas berkata, ”Bila seorang wanita hamil khawatir akan dirinya dan wanita menyusui khawatir akan bayinya di bulan Ramadhan, maka mereka boleh tidak puasa dan harus memberi makan orang miskin untuk tiap hari yang dia tinggalkan serta tidak perlu mengqadha.”

3. Bila dia hanya khawatir akan dirinya saja maka dia harus mengqadha, tapi bila mengkhawatirkan pula keselamatan bayinya kalau berpuasa maka dia harus mengqadha plus membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab Syafi’i dan Hanbali.

Alasan pendapat ketiga ini adalah :Madzhab Syafi’i dan Hanbali sebenarnya sama dengan madzhab Hanafi yang meng-qiyas-kan wanita hamil atau menyusui dengan orang sakit sehingga mereka wajib meng-qadha dan tidak berlaku pembayaran fidyah. Tapi mereka menambahkan bila keduanya khawatir akan keselamatan orang lain, dalam hal ini adalah janin atau bayi yang disusui yang kalau mereka puasa akan mengganggu kenyamanan si bayi, maka ada kewajiban lain yaitu harus membayar fidyah lantaran batal puasa gara-gara menyelamatkan orang lain.

4. Wanita hamil hanya boleh mengqadha dan tidak membayar fidyah, sedangkan wanita menyusui yang khawatir akan anaknya harus mengqadha plus membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab Maliki.

Dan alasan pendapat keempat adalah pendapat yang membedakan antara wanita hamil dan menyusui beralasan bahwa wanita hamil di-qiyas-kan murni (qiyas taam) kepada orang sakit, sedangkan menyusui alasannya sama dengan alasan madzhab Syafi’i dan Hanbali.

Berhubung tidak ada nash sharih (yang jelas) dalam masalah ini maka membuka peluang untuk berbeda pendapat. Secara analogi mungkin pendapat Hanafi lebih kuat, karena memang banyak kemiripan antara hamil dan menyusui dengan orang sakit dengan harapan sembuh dibanding dengan orang tua yang tak mampu puasa atau orang sakit yang tak ada harapan sembuh.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang bacaan lafadz niat mengqadha puasa lengkap denga orang-orang yang diwajibkan mengqadha puasa. Apabila diantara kita masih ada utang puasa, mudah-mudahna kita diberikan kemudahan untuk membayar utang puasa kita tersebut. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.