Sabtu, 02 Juli 2016

Apakah wanita hamil dan Menyusui Wajib Berpuasa atau Boleh Diqadha atau Membayar Fidyah?


Islam adalah agama yang sangat memperhatikan wanita, baik di dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam beribadah. Terlebih-lebih dalam hal puasa Ramadhan. Ada beberapa penyebab wanita ini tidak bisa berpuasa, diantaranya adalah disaat haid, nifas, hamil dan menyusui juga wanita lanjut usia maupun yang sakit. Haid dan nifas itu memang mutlaq tidak boleh berpuasa. Sedangkan wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa, apabila khawatir dengan kesehatan dirinya dan janinnya. Apabila wanita tersebut mau berpuasa tidak masalah juga. Akan tetapi lebih baik berkonsultasi dengan dokter atau bidan.

Yang menjadi persoalannya, apakah yang wajib bagi wanita hamil dan wanita yang lagi menyusui yang tidak sanggup berpuasa? Apakah wanita yang tidak puasa tersebut, membayar fidyah dan mengqadha’? Atau apakah dia mengqadha’, tetapi tidak membayar fidyah? Atau membayar fidyah dan tidak mengqadha’? Manakah yang paling benar di antara tiga hal ini?

Wanita hamil dan menyusui Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini, diantara perbedaan pendapat itu adalah sebagai berikut:

1. Keduanya harus mengganti puasa dan tidak perlu membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab Hanafi, Abu Tsaur dan Abu Ubaid.

Alasan pendapat ini adalah meng-qiyas-kan wanita hamil dan wanita menyusui dengan orang sakit. Orang sakit boleh tidak puasa dan harus meng-qadha (mengganti) di hari lain sebagaimana jelas dalam Al-Qur`an surah Al-Baqarah ayat 184 dan 185.

2. Keduanya harus membayar fidyah dan tak perlu mengganti puasa. Ini adalah pendapat Ibnu Abbas ra, Ibnu Umar ra, Sa’id bin Jubair, Qatadah.

Alasan pendapat kedua ini adalah fatwa dua orang sahabat Nabi SAW, terutama bagi madzhab yang menganggap bahwa fatwa sahabat itu menjadi salah satu dasar hukum bila tidak ada nash yang sharih. Riwayat Ibnu Abbas bisa ditemukan dalam Sunan Ad-Daraquthni, Tafsir Ath-Thabari dan lain-lain. Ibnu Abbas berkata, ”Bila seorang wanita hamil khawatir akan dirinya dan wanita menyusui khawatir akan bayinya di bulan Ramadhan, maka mereka boleh tidak puasa dan harus memberi makan orang miskin untuk tiap hari yang dia tinggalkan serta tidak perlu mengqadha.”

3. Bila dia hanya khawatir akan dirinya saja maka dia harus mengqadha, tapi bila mengkhawatirkan pula keselamatan bayinya kalau berpuasa maka dia harus mengqadha plus membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab Syafi’i dan Hanbali.

Alasan pendapat ketiga ini adalah :Madzhab Syafi’i dan Hanbali sebenarnya sama dengan madzhab Hanafi yang meng-qiyas-kan wanita hamil atau menyusui dengan orang sakit sehingga mereka wajib meng-qadha dan tidak berlaku pembayaran fidyah. Tapi mereka menambahkan bila keduanya khawatir akan keselamatan orang lain, dalam hal ini adalah janin atau bayi yang disusui yang kalau mereka puasa akan mengganggu kenyamanan si bayi, maka ada kewajiban lain yaitu harus membayar fidyah lantaran batal puasa gara-gara menyelamatkan orang lain.

4. Wanita hamil hanya boleh mengqadha dan tidak membayar fidyah, sedangkan wanita menyusui yang khawatir akan anaknya harus mengqadha plus membayar fidyah. Ini adalah pendapat madzhab Maliki.

Dan alasan pendapat keempat adalah pendapat yang membedakan antara wanita hamil dan menyusui beralasan bahwa wanita hamil di-qiyas-kan murni (qiyas taam) kepada orang sakit, sedangkan menyusui alasannya sama dengan alasan madzhab Syafi’i dan Hanbali.

Sedangkan fatwa dari Lajnah Daimah, tentang wanita yang hamil dan wanita yang lagi menyusui sebagai berikut,

Apabila wanita hamil, dia khawatir terhadap dirinya atau janin yang dikandungnya jika berpuasa pada bulan Ramadhan, maka dia berbuka, dan wajib baginya untuk mengqadha’ saja. Kondisinya dalam hal ini, seperti orang yang tidak mampu untuk berpuasa, atau dia khawatir adanya madharat bagi dirinya jika berpuasa. Allah berfirman:

“Barangsiapa yang sakit atau dalam perjalanan, maka wajib baginya untuk mengganti dari hari-hari yang lain”.

Demikian pula seorang wanita yang menyusui, jika khawatir terhadap dirinya ketika menyusui anaknya pada bulan Ramadhan, atau khawatir terhadap anaknya jika dia berpuasa, sehingga dia tidak mampu untuk menyusuinya, maka dia berbuka dan wajib baginya untuk mengqadha’ saja.

Kesimpulannya, berhubung tidak ada nash sharih (yang jelas) dalam masalah ini maka membuka peluang untuk berbeda pendapat. Secara analogi mungkin pendapat Hanafi dan fatwa dari Lajnah Daimah lebih kuat, karena memang banyak kemiripan antara hamil dan menyusui dengan orang sakit dengan harapan sembuh dibanding dengan orang tua yang tak mampu puasa atau orang sakit yang tak ada harapan sembuh. Artinya hanya wajib mengqadha saja dan tidak perlu membayar fidyah.

Baca Juga :
Tata Cara, Ukuran dan waktu Pembayaran Fidyah Puasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.