Senin, 12 Februari 2018

Pengertian Akhlak Bertamu, Menerima Tamu dan Nilai Positif Akhlak Bertamu dan Menerima Tamu

Akhlak Bertamu.
Pengertian Akhlak Bertamu.
Bertamu merupakan tradisi masyarakat yang selalu dilestarikan. Dengan bertamu seorang bisa menjalin persaudaraan bahkan dapat menjalin kerjasama untuk meringankan berbagai masalah yang dihadapi dalam kehidupan.

Bertamu dalam Bahasa Arab disebut dengan kata “Ataa liziyaroti”,atau “Istadloofa-Yastadliifu”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bertamu diartikan; “datang berkunjung ke rumah seorang teman ataupun kerabat untuk suatu tujuan ataupun maksud (melawat dan sebagainya)”.

Secara istilah bertamu merupakan kegiatan mengunjungi rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain, dengan tujuan untuk menjalin persaudaraan ataupun untuk suatu keperluan lain, dalam rangka menciptakan kebersamaan dan kemaslahatan bersama.

Berdasarkan pengertian dimaksud, maka bertamu dilakukan kepada orang yang sudah dikenal, baik sahabat ataupun kerabat. Tujuan bertamu sudah barang tentu untuk menjalin persaudaraan ataupun persahabatan. Sedangkan bertamu kepada orang lain yang belum dikenal, memiliki tujuan untuk saling memperkenalkan diri ataupun maksud lain, yang belum tentu dipahami oleh kedua belah pihak. Jika dilihat dari intensitas bertamu, maka yang sering dilakukan adalah bertamu terhadap orang yang sudah dikenal.

Bentuk Adab Bertamu.
Sebelum memasuki rumah seseorang, hendaklah orang yang bertamu terlebih dahulu meminta izin dan mengucapkan salam kepada penghuni rumah. Allah Swt berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتًا غَيْرَ بُيُوتِكُمْ حَتَّىٰ تَسْتَأْنِسُوا وَتُسَلِّمُوا عَلَىٰ أَهْلِهَا ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (Q.S. an-Nur : 27)

Berdasarkan isyarat al-Qur’an di atas, maka yang pertama dilakukan adalah meminta izin, baru kemudian mengucapkan salam. Sedangkan menurut mayoritas ahli fiqh berpendapat sebaliknya. Mereka berargumentasi berdasarkan beberapa hadits Rasulullah Saw. yang sekalipun dengan redaksi yang berbeda-beda tapi semuanya menyatakan bahwa; mengucapkan salam dilakukan terlebih dahulu sebelum meminta izin (as-salam qabl al-kalam) kepada tuan rumah.

Meminta izin bisa dengan kata-kata, dan bisa pula dengan ketukan pintu atau tekan tombol bel atau cara-cara lain yang dikenal baik oleh masyarakat setempat. Bahkan salam itu sendiri bisa juga dianggap sekaligus sebagai permohonan izin.

Menurut Rasulullah Saw., meminta izin maksimal boleh dilakukan tiga kali. Apabila tidak ada jawaban seyogyanya yang akan bertamu kembali pulang. Jangan sekalikali masuk rumah orang lain tanpa izin, karena di samping tidak menyenangkan bahkan mengganggu tuan rumah, juga dapat berakibat negatif kepada tamu itu sendiri. Rasulullah Saw. bersabda:

Artinya: Dari Abu Musa : Rasulallah Saw bersabda : "jika seseorang diantara kamu telah meminta izin tiga kali, lalu tidak diizinkan, maka hendaklah dia kembali.” (HR. Abu Dawud)

Di samping meminta izin dan mengucapkan salam, hal lain yang perlu diperhatikan oleh setiap orang yang bertamu sebagai berikut:

1. Jangan bertamu sembarang waktu,

2. Kalau diterima bertamu, jangan terlalu lama sehingga merepotkan tuan rumah. Setelah urusan selesai segeralah pulang.

3. Jangan melakukan kegiatan yang menyebabkan tuan rumah terganggu.

4. Kalau disuguhi minuman atau makanan hormatilah jamuan itu. Bahkan Rasulullah Saw. menganjurkan kepada orang yang puasa sunah sebaiknya berbuka puasanya untuk menghormati jamuan;

5. Hendaklah pamit pada waktu mau pulang.

Hikmah atau Nilai Positif Akhlak Bertamu.
Agama Islam telah mengajarkan bagaimana sikap seorang muslim yang sedang bertamu ke rumah sahabat, kerabat ataupun orang lain. Apabila prinsip-prinsip bertamu ditegakkan secara baik, maka akan melahirkan manfaat yang besar bagi orang yang bertamu ataupun orang yang kedatangan tamu. Di antara manfaat tersebut yaitu;

Pertama, bertamu secara baik dapat menumbuhkan sikap toleran terhadap orang lain dan menjauhklan sikap paksaan, tekanan, intimidasi dan lain-lain. Islam tidak mengenal tindakan kekerasan. Bukan saja dalam usaha menyakinkan orang lain terhadap tujuan dan maksud baik kedatangan, tapi juga dalam tindak laku dan pergaulan dengan sesama manusia harus dihindarkan cara-cara paksaan dan kekerasan.

Kedua, Islam memandang setiap orang mempunyai persamaan dan kesesuaian dalam berbagai aspek dan kepentingan. Karena itu dengan bertamu ataupun bertandang, seorang akan mempertemukan persamaaan ataupun kesesuaian, sehingga akan terjalin persahabatan dan kerjasama dalam menjalani kehidupan.

Ketiga, bertamu sebagai pendekatan (approach) terhadap semua orang yang berada dalam wilayah konflik tertentu. Karena dengan bertamu orang akan semakin terbuka dan bertegur sapa untuk mencari titik temu terhadap berbagai masalah yang dihadapi. Dengan bertamu seorang akan melakukan diskusi yang baik, sikap yang sportif dan elegan terhadap sesamanya.

Keempat, bertamu sebagai media berdakwah, meningkatkan kualitas diri setiap muslim. Orang yang bertamu dalam menyampaikan kabar dan kebenaran yang diyakini secara terbuka, demikian pula tuan rumah dapat memahami kabar dan berita kebenaran yang disampaikan seorang tamu. Karena itu bertamu dianggap sebagai sarana yang efektif untuk berdakwah dan menciptakan kehidupan masyarakat yang bermartabat.

Membiasakan Akhlak Bertamu.
Sesungguhnya bertamu sebagai kegiatan yang cukup baik. Dengan bertamu seorang dapat menemukan berbagai manfaat, baik berupa wawasan, pengalaman berharga ataupun dapat menikmati segala bentuk penyambutan tuan rumah. Bertamu sebagai kebiasaan yang harus dilestarikan untuk menciptakan persaudaraan dan kerukunan hidup umat manusia.

Menurut ungkapan Al-Qur’an, sebaiknya orang yang bertamu tidak memaksa masuk pada saat tidak ada orang di rumah, atau ditolak oleh tuan rumah, karena hal ini lebih baik bagi orang yang akan bertamu. Apabila orang yang bertamu tidak memaksakan kehendaknya, maka lebih menjaga nama baiknya dan kehormatan dirinya. Kalau dia mendesak terus untuk bertamu, dia akan dinilai kurang memiliki akhlaq, terlebih lagi jika masuk padahal tidak ada orang di rumah, bisa jadi tamu dituduh bermaksud mencuri.

Allah Swt berfirman:

فَإِنْ لَمْ تَجِدُوا فِيهَا أَحَدًا فَلَا تَدْخُلُوهَا حَتَّىٰ يُؤْذَنَ لَكُمْ ۖ وَإِنْ قِيلَ لَكُمُ ارْجِعُوا فَارْجِعُوا ۖ هُوَ أَزْكَىٰ لَكُمْ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

Artinya:“Dan jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya, maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika dikatakan kepadamu, “Kembalilah!” maka (hendaklah) kamu kembali, itu lebih suci bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. an-Nur : 28)

Al-Qur’an memberikan isyarat yang tegas, betapa pentingnya setiap orang yang bertamu dapat menjaga diri agar tetap menghormati tuan rumah. Setiap tamu harus berusaha menahan segala keinginan dan kehendak baiknya sekalipun, jika tuan rumah tidak berkenan menerimanya.

Ketika tuan rumah telah siap untuk menerima kadatangan tamu, maka seorang tamu harus tetap konsisten menjaga sikap yang baik, bahkan harus selalu mengikuti kehendak tuan rumahnya. Bukan sebaliknya seorang yang bertamu malah mengatur tuan rumah dengan berbagai keinginan yang menyusahkan.

Demikian pula apabila kegiatan bertamu telah usai, maka seorang yang bertamu harus meninggalkan kesan yang baik dan menyenangkan bagi tuan rumah. Karena itu haram hukumnya orang yang bertamu meninggalkan kekecewaan ataupun kesusahan bagi tuan rumah.

Akhlak Menerima Tamu.
Pengertian Akhlak Menerima Tamu.
Menurut bahasa menerima tamu (ketamuan) diartikan; “kedatangan orang yang bertamu, melawat atau berkunjung”. Menurut istilah menerima tamu dimaknai menyambut tamu dengan berbagai cara penyambutan yang lazim (wajar) dilakukan menurut adat ataupun agama dengan maksud untuk menyenangkan atau memuliakan tamu, atas dasar keyakinan untuk mendapatkan rahmat dan rida dari Allah Swt. Setiap muslim wajib hukumnya untuk memuliakan tamunya, tanpa memandang siapapun orangnya yang bertamu dan apapun tujuannya dalam bertamu.

Bentuk Akhlak Menerima Tamu.
Islam sebagai agama yang sangat serius dalam memberikan perhatian orang yang sedang bertamu. Sesungguhnya orang yang bertamu telah dijamin hak-haknya dalam Islam. Karena itu menghormati tamu merupakan perintah yang mendatangkan kemuliaan didunia dan akhirat. Setiap muslim wajib untuk menerima dan memuliakan tamu, tanpa membeda-bedakan status sosial ataupun maksud dan tujuan bertamu.

Memuliakan tamu merupakan salah satu sifat terpuji yang sangat dianjurkan dalam Islam. Bahkan Rasulullah Saw. mengaitkan sifat memuliakan tamu itu dengan keimanan terhadap Allah Swt dan Hari Akhir. Rasulullah Saw., bersabda:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

Artinya: Dari Abu Hurairah, dari Nabi Saw bersabda : "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berbuat baik dengan tetangganya, Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya, dan Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.” (HR. Muslim)

Memuliakan tamu dilakukan antara lain dengan menyambut kedatangannya dengan muka manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilakannya duduk di tempat yang baik. Kalau perlu disediakan ruangan khusus untuk menerima tamu yang selalu dijaga kerapian dan keasriannya.

Kalau tamu datang dari tempat yang jauh dan ingin menginap, tuan rumah wajib menerima dan menjamunya maksimal tiga hari tiga malam. Lebih dari tiga hari terserah kepada tuan rumah untuk tetap menjamunya atau tidak. Menurut Rasulullah Saw., menjamu tamu lebih dari tiga hari nilainya sedekah, bukan lagi kewajiban.

Menurut Imam Malik, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah; memuliakan dan menjamu tamu pada hari pertama dengan hidangan istimewa dari hidangan yang biasa dimakan tuan rumah sehari-hari. Sedangkan hari kedua dan ketiga dijamu dengan hidangan biasa sehari-hari.

Sedangkan menurut Ibn al-Atsir, yang dimaksud dengan jaizah sehari semalam adalah: memberi bekal kepada tamu untuk perjalanan sehari semalam. Dalam konteks perjalanan di padang pasir, diperlukan bekal minimal untuk sehari semalam sampai bertemu dengan tempat persinggahan berikutnya.

Kedua pemahaman di atas dapat dikompromikan dengan melakukan keduaduanya, apabila memang tamunya membutuhkan bekal untuk melanjutkan perjalanan. Tapi bagaimanapun bentuknya, substansinya tetap sama yaitu anjuran untuk memuliakan tamu sedemikian rupa sehingga si tamu merasa dihormati dan tuan rumah merasa menghormati, sehingga keduanya mendapatkan kemuliaan.

Hikmah atau Nilai Positif Akhlak Menerima Tamu.
Setiap orang Islam telah diikat oleh suatu tata aturan supaya hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang lain, sekalipun berbeda agama ataupun suku. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar undang-undang perjanjian yang mengikat diantara sesama manusia.

Seorang muslim tidak dibenarkan menolak kedatangan sesama muslim untuk bertamu. Seorang muslim harus menerima kedatangan saudaranya dengan penyambutan yang penuh suka cita. Apabila saudara yang bertamu menyampaikan kabar berita ataupun mengadukan suatu masalah, maka pengaduan itu wajib direspon dengan penuh antusias.

Terhadap orang yang bertamu, setiap muslim dilarang menghardik, menganiaya, mengusik, mengganggu dan menghina orang yang datang ke rumah. Tuan rumah dilarang menahan dan merampas hak-milik tamu yang bertandang ke rumah. Orang Islam diwajibkan memberikan penyambutan tamu dengan sebaik-baik penyambutan dan memberikan pertolongan dengan apa yang diperlukan orang yang bertamu.

Adapun hikmah atau nilai positif akhlak menerima tamu sebagai berikut,

Pertama, menerima tamu sebagai perwujudan keimanan, artinya semakin kuat iman seseorang, maka semakin ramah dan santun dalam menyambut tamunya. Karena orang yang beriman menyakini bahwa menyambut tamu bagian dari perintah Allah Swt. Segala pengorbanan yang diberikan untuk menyambut tamu akan diganti oleh Allah Swt dengan sesuatu yang lebih bernilai baik di dunia akhirat.

Kedua, menerima tamu dapat meningkatkan kesabaran, seringkali kesibukan menjadikan diri melupakan tanggung jawab terhadap sesamanya. Setiap saat kita sering dihadapkan pada satu kenyataan, ada urusan yang harus diselesaikan dengan segera, namun sisi lain ada seorang tamu yang datang. Saat inilah kita dilatih kesabaran untuk mengambil keputusan yang terbaik. Dengan sabar orang harus menghadapinya, urusannya selesai dan tamunyapun tetap dimuliakan. Sesungguhnya orang yang sedang bertamu, diundang ataupun tidak, keberadaannya menjadi amanah bagi tuan rumah untuk memuliakan.

Ketiga, menerima tamu dapat mengembangkan kepribadian, setiap orang memiliki kepentingan untuk menegaskan kepribadiannya. Bagi orang beriman, kehadiran tamu sebagai sarana untuk melakukan kewaspadaan diri. Setiap orang beriman senantiasa berusaha memberikan penyambutan yang terbaik terhadap tamunya. Sikap untuk memuliakan tamu dengan penyambutan yang menyenangkan tamu, akan dapat membina diri dan menunjukkan kepribadian utama bagi orang beriman.

Keempat, memuliakan tamu juga dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendapatkan kemaslahatan dari Allah Swt ataupun makhluk-Nya, karena sesungguhnya orang yang berbuat baik akan mendapatkan kemaslahatan dunia ataupun akhirat. Memuliakan tamu dengan penyambutan yang menyenangkan dapat meningkatkan kemuliaan seorang, baik di mata orang yang bertamu ataupun di hadapan Allah.

Membiasakan Akhlak Menerima Tamu.
Menerima tamu merupakan bagian dari aspek sosial dalam ajaran Islam yang harus terus dijaga. Menerima tamu dengan penyambutan yang baik merupakan cermin diri dan menunjukkan kualitas kepribadian seorang muslim. Setiap muslim harus membiasakan diri untuk menyambut setiap tamu yang datang dengan penyambutan yang penuh suka cita.

Agar dapat menyambut tamu dengan suka cita maka tuan rumah harus menghadirkan pikiran yang positif (husnudzan) terhadap tamu, jangan sampai kehadiran tamu disertai dengan munculnya pikiran negatif dari tuan rumah (su’udzon). Sebagai tuan rumah harus sabar dalam menyambut tamu yang datang apapun keadaannya. Pada kenyataannya tamu yang datang tidak selalu sesuai dengan keinginan tuan rumah, kehadiran tamu sering kali mengganggu aktifitas yang sedang kita seriusi. Jangan sampai seorang tuan rumah menunjukkan sikap yang kasar ataupun mengusir tamunya.

Apabila pada suatu saat tuan rumah merasakan berat untuk menerima kehadiran tamunya, maka tuan rumah harus tetap menunjukkan sikap yang arif dan bijak, jangan sampai menyinggung perasaan tamu. Karena penolakan tuan rumah yang menyinggung perasaan tamu dapat menjadi sebab dijauhkannya tuan rumah dari rahmat Allah Swt, di samping itu akan dapat memunculkan rasa dendam ataupun permusuhan dari tamu yang datang. Inilah perlunya kita harus tetap menjaga kesopanan dan kesantunan ketika berhadapan dengan beragam tamu.

Seyogyanya setiap muslim harus menunjukkan sikap yang baik terhadap tamunya, mulai dari keramahan diri dalam menyambut tamu, menyediakan sarana dan prasarana penyambutan yang memadai, serta memberikan jamuan makan ataupun minuman yang memenuhi selera tamu. Syukur sekali dapat menyediakan hidangan lezat yang menjadi kesukaan tamu yang datang. Jika hal tersebut dapat dilakukan secara baik, maka akan menjadi tolok ukur kemuliaan tuan rumah.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian akhlak bertamu, menerima tamu dan nilai positif akhlak bertamu dan menerima tamu. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.