Senin, 12 Februari 2018

Tokoh-tokoh Dunia Islam Era Kontemporer

Tokoh-tokoh Dunia Islam Era Kontemporer.
1. Nur Misuari (Filipina).
Nur Misuari dilahirkan di Jolo, Sulu pada 3 Maret 1942. Nur adalah anak keempat dari sepuluh bersaudara. Orangtuanya, Tausug Sama, datang dari Kabinga-an, Pulau Tapul, dan bekerja sebagai nelayan. Keluarga Nur mengalami kesulitan keuangan dan tidak bisa mengirim Nur ke perguruan tinggi, hingga akhirnya Nur memperoleh beasiswa dari komisi pada integrasi nasional. Nur pergi ke University of Manila Filipina pada tahun 1958 dan mengambil gelar sarjana dalam ilmu politik. Nur menjadi aktif dalam banyak kegiatan ekstrakurikuler di universitas, terutama dalam perdebatan. Setelah Nur lulus di Universitas Filipina, Nur memasuki sekolah hukum (studi Asia) dan menyelesaikan gelar Master pada tahun 1966.

Pada tahun 1960-an, ia mendirikan gerakan kemerdekaan Mindanao yang bertujuan untuk mengatur sebuah negara merdeka di Filipina Selatan. Gerakan kemerdekaan Mindanao membentuk Moro National Liberation Front (MNLF) yang menuntut reformasi politik dalam pemerintah Filipina. Setelah berhasil mengadakan reformasi, MNLF terlibat dalam konflik militer dengan Vernment Filipina dan para pendukungnya antara 1972 hingga 1976 di bawah kepemimpinan Misuari. Perlawanan militer terhadap pemerintah Filipina tidak menghasilkan otonomi bagi orang-orang Moro. Dia berangkat ke Arab Saudi dalam pengasingan. Ia kembali ke Filipina setelah Marcos dihapus dari kantor selama revolusi kekuasaan pada tahun 1986.

2. Elijah Muhammad (Amerika Serikat).
Elijah Muhammad (1897-1975) adalah pimpinan kelompok the Nation of Islam (yang juga popular dengan sebutan “Black Muslims”) pada masa perkembangan mereka yang pesat di Amerika, pertengahan abad ke-20. Ia juga seorang pengacara independen terkemuka, pemimpin pengelola bisnis yang didukung kelompok kulit hitam, pemimpin berbagai yayasan, dan organisasi keagamaan.

Elijah Muhammad terlahir sebagai Elijah (atau Robert) Poole pada 7 Oktober 1897, di Sandersville, Georgia. Orang tuanya adalah buruh kasar yang bekerja sebagai petani penggarap di perkebunan kapas. Sebagaimana remaja lain di kampungnya, Elijah bekerja di ladang terkadang ikut bekerja membangun rel kereta api. Ia pergi meninggalkan rumah pada usia 16 tahun dan berkelana bersama rombongan para pekerja kasar. Ia kemudian menetap di Detroit tahun 1923, bekerja sebagai buruh di pabrik mobil Chevrolet.

Poole dan kedua saudaranya adalah pengikut pertama dari W.D. Fard, pendiri the Nation of Islam. Fard, berlatar belakang misterius, datang ke Detroit pada 1930, sebagai penjual barang-barang sutera sambil menyampaikan ajarannya kepada para langganannya kaum kulit hitam Detroit dan bercerita tentang negeri “asli” leluhur mereka di seberang lautan.

Kemudian Fard juga mulai menyelenggarakan berbagai pertemuan di rumahnya, dan terkadang menyewa hall (aula), ia menyampaikan kepada pendengarnya tentang leluhur kulit hitam mereka yang memiliki kemuliaan dan martabat yang berada di benua lain. Ia mengajak mereka untuk mengikuti jejak saudarasaudaranya itu dengan cara hidup, cara makan, dan cara berpakaian.

Dengan menetap di Chicago, terpisah dari kelompok Muslim cabang Detroit, Elijah Muhammad mendirikan markas gerakan yang kemudian menjadi pusat pergerakan terpenting. Di Chicago ia bukan hanya mendirikan masjid (yang mereka sebut The Temple of Islam), tetapi juga sebuah surat kabar, Muhammad Speaks, juga Universitas Islam (yang sesungguhnya hanya memberi kurikulum untuk tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat lanjutan atas), serta membangun gedung-gedung apartemen yang dimiliki oleh yayasan yang dipimpinnya, pusat-pusat perbelanjaan, dan banyak restoran. Masjid-masjid juga didirikan di kota-kota lain, banyak pula tanah-tanah pertanian serta peternakan yang dibeli sehingga mereka bisa menyediakan dan memproduksi makanan halal bagi para pengikut mereka. Kelompok ini dikenal memiliki cara hidup yang disiplin.

Elijah Muhammad meninggal pada 25 February 1975. Semenjak kematiannya, kepemimpinan gerakannya dilanjutkan oleh anaknya, Wallace (atau Warith) Deen Muhammad. Elijah junior menamakan gerakannya the World Community of Islam in The West, kemudian berubah menjadi The American Muslim Mission; terkadang ia juga menyebut sebagai “Bilalians,” merujuk kepada Bilal, seorang pengikut Nabi Muhammad Saw yang berasal dari keturunan Afrika. Warith Muhammad melonggarkan tata cara berpakaian, serta meninggalkan pelarangan mengikuti wajib militer, juga menganjurkan anggotanya mengikuti pemilu dan menghormati bendera negara, bahkan membuka keanggotaan gerakannya bagi bangsa kulit putih. Secara umum, ia membuat kelompok gerakan pada aturan Islam yang lebih moderat.

Banyak anggota merasa tidak nyaman dengan berbagai pembaruan tersebut, dan beralih kepada kelompok yang masih mempertahankan tradisionalismenya. Yang paling penting adalah mereka tetap mempertahankan salah satu nama lama mereka, The Nation of Islam, yang dipimpin oleh Louis Farrakhan (terlahir sebagai Louis Eugene Walcott keturunan Indian-Inggris tahun 1934). Farrakhan pada dasarnya tetap mempertahankan tata-cara yang diterapkan Elijah Muhammad, di antaranya penerapan ketat terhadap cara hidup mereka.

3. Dr. Syauki Futaki (Jepang).
Setelah keislamannya, ia bertekad menyebarkan Islam ke seluruh Jepang dan berdakwah untuk Islam. Ia mendirikan Ikatan Persaudaraan Islam. Hampir setiap Jum’at ada orang yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Meskipun ia baru masuk Islam pada usia yang sudah tidak muda, yakni 67 tahun, namun semangatnya untuk mengembangkan agama Islam tidak surut sedikit pun.

Sebelumnya ia adalah penganut agama Budha. Ia berprofesi sebagai seorang dokter dan bekerja sebagai direktur rumah sakit yang terletak di tengah kota Tokyo. Beberapa penulis menyatakan bahwa dengan masuknya Dr. Futaki ke dalam agama Islam menjadi pertanda bagi terbitnya Islam di negeri Sakura itu, karena melalui bimbingannya banyak penduduk Jepang yang akhirnya tertarik memeluk Islam.

Pada tahun 1945, ia bertugas sebagai pemimpin redaksi majalah bulanan pada perang dunia ke I. Ia berusaha menghimpun sejumlah dana untuk memulihkan korban peperangan. Namun karena ia tidak berhasil menghimpun 60 juta yen dari sepuluh perseroan di Jepang, ia mengancam memberitakan kebobrokan perusahaan Jepang tersebut yang tentnya akan mempengaruhi operasionalnya. Pada 1971 setelah melalui sidang yang panjang, majelis menetapkan hukuman penjara 3 tahun pada Syauki sekaligus menon-aktifkan profesinya sebagai dokter.

Di dalam penjara ia sering merasa sedih, namun karena ia seorang ilmuwan hobi membacanya bisa sedikit mengobati kesedihannya. Di dalam penjara ia gemar membaca filsafat, politik maupun psikologi. Dalam perenungan yang panjang di dalam penjara, ia seringkali memikirkan Yang Maha Pencipta. Bagaimana wujud Sang Maha Pencipta. Ia juga merenungkan betapa oragan-organ tubuh manusia yang begitu lengkap dan sistematis adalah mukjizat yang luar biasa. Perenungan itu memunculkan pertanyaanpertanyaan di dalam batin. Sampai akhirnya ketika ia telah keluar dari penjara segera saja ia mencari tahu jawaban dari perenungannya itu.

Untuk mencari jawaban itu, ia menemui salah satu temannya yang beragama Islam yang bernama Abu Bakar Morimoto yang menjadi Ketua Persatuan Muslim Jepang pada waktu itu. Di setiap pertemuan ia selalu berdiskusi menanyakan tentang konsep tauhid yang ada dalam Islam. Bukan hanya itu, perbincangan bertambah hingga mengenai syariat umat Islam dan mengenai umat Islam itu sendiri.

Morimoto selalu mengunjungi Futaki dan mereka juga bekerjasama dalam perjuangan kemanusiaan pada waktu itu. Futaki dengan rela turut bekerjasama dalam perjuangan kemanusiaan, tugasnya antara lain mengobati dan merawat korban peperangan. Akhirnya pada suatu hari Morimoto mengatakan kepada Futaki bahwa apa yang dilakukannya selama ini adalah bagian dari ajaran Islam. Karena ajaran Islam mengajarkan kepada umatnya untuk membantu saudara-saudaranya yang sedang dalam penderitaan. Lalu Morimoto menanyakan kepada Futaki mengapa ia tidak masuk Islam saja?

Seketika itu pula Futaki menyatakan ingin masuk Islam. Morimoto begitu bahagia seraya bertakbir dan mengantar Futaki menuju masjid di pusat kota Tokyo. Selanjutnya Futaki mengucapkan dua kalimat syahadat di depan seorang ulama yang berkebangsaan Turki dan mengambil nama Syauki sebagai nama Islam, disusul kemudian anaknya dengan nama Khalid. Pada tahun 1975, kurang dari satu tahun Syauki Futaki telah berhasil mengislamkan sekitar 20 ribu orang di Jepang. Sebuah pencapaian yang luar biasa.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang tokoh-tokoh dunia Islam era kontemporer. Sumber Buku SKI Kelas XII MA Hal 194-198 Kementerian Agama Republik Indonesia, 2016. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.