Selasa, 10 September 2019

Pengertian Al-Jarh Wa Al-Ta’dil, Landasan Ilmu Jarh Wa Ta’dil dan Kegunaan Ilmu Al jarh wa Ta'dil

A. Pengertian Al-Jarh Wa Al-Ta’dil
Kata al jarh (الجرح ) merupakan bentuk masdar dari kata يجرح – جرح yang berarti “melukai”. Nuruddin mengukapkan hal yang sama yakni jarh berasal dari kata dasar ja-ra-ha, artinya “melukai”.

Sedang menurut pengertian ahli hadis, jarh artinya mencela atau mengkritik perawi hadis dengan ungkapan-ungkapan yang menghilangkan keadilan ataupun kedhabitannya. Lebih lanjut Abu Lubab Husain memberikan penjelasan bahwa dalam hal ini keadaan luka berkaitan dengan fisik, misalnya luka karena sejata tajam, dan dapat berkaitan dengan non fisik, misalnya luka hati karena kata-kata kasar yang dilontarkan oleh seseorang. Bila kata jahr ini dipakai oleh hakim pengadilan yang ditunjukkan pada masalah keadilan, maka kata tersebut memiliki makna menggugurkan keabsahan saksi.

Kata at ta’dil (التعديل) berarti menegakkan (التقويم ), membersihkan (التزكية) , dan membuat seimbang التسوية. Menurut istilah, jarh ialah menyebut sesuatu yang dengan karenanya tercacatlah si perawi (menampakkan keaiban yang dengan keaiban itu tertolaklah riwayat). Sedangkan ta’dil ialah mensifati siperawi dengan sifat-sifat yang dengan karenanya orang memandangnya adil, yang menjadi sumbu penerimaan riwayatnya ta’dil menurut para ulama hadis adalah memuji perawi (tazkiyah al-rawi) dan menetapkannya sebagai seorang yang adil dan dhabit. AtTa’dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat-sifat yang mensucikannya, sehingga nampak keadalahannya, dan diterima beritanya.

Ilmu Jarh wa al-Ta;dil adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang kritikan adanya 'aib atau memberikan pujian adil kepada seorang rawi. Dr. Ajjaj Khatib dalam yanf dikutip oleh Fatchur Rahman mendefinisikannya sebagai berikut:

هو العلم الذي يبحث في أحوال الرواة من حيث قبول روايتهم أوردها 

“Ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya".

Ulama lain mendefinisikan al-jarh wa al Ta'dil "Ilmu yang membahas tentang para perawi hadis dari segi yang dapat menunjukan keadaan mereka, baik yang dapat mencacatkan atau mebersihkan mereka, dengan ungkapan atau lafadz tertentu".

Dari definisi di atas dapat dismpulkan bahwa ilmu Al Jarh Wa Ta’dil adalah ilmu yang menerangkan tentang cacatcacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang penta‟dilannya (memandang lurus perangai para perawi) dengan memakai katakata yang khusus dan untuk menerima atau menolak riwayat mereka

B. Landasan Ilmu Jarh Wa Ta’dil
Ajaran Islam melarang seseorang untuk melakukan ghibah yakni, membicarakan ataupun menyebarkan aib orang lain sementara dalam ilmu jarh wa ta’dil merupakan cabang ilmu yang membahas kebaikan maupun keburukan orangorang yang namanya tercantum dalam sanad hadis. Penilaian yang baik disebut ta’dil dan penilaian negatif (mencela atau melukai nama baiknya) disebut jarh.

Sekalipun Islam melarang ghibah namun ada 6 hal ghibah yang diperbolehkan menurut Al-Ghazali dan Al Naqawi yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy:

a. Karena teraniaya; orang yang teraniaya boleh membicarakan penganiayaan yang dilakukan oleh pelakunya

b. Meminta pertolongan untuk membasmi kemungkaran

c. Untuk meminta fatwa

d. Untuk menghindarkan manusia dari kejahatan

e. Orang yang dicela merupakan orang yang terang-terangan melakukan bid’ah dan kemungkaran

f. Untuk memberikan informasi yang sebenarnya

Bagi kalangan kaum muslimin wajib memelihara tradisi jarh wa ta’dil. Untuk menjaga orisinalitas teks agama. Dalam Q.S Al-Hujurat ayat 6 dijelaskan :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِن جَآءَكُمْ فَاسِقٌۢ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوٓا۟ أَن تُصِيبُوا۟ قَوْمًۢا بِجَهَٰلَةٍ فَتُصْبِحُوا۟ عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَٰدِمِينَ

"Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat : 6)

Selain itu Nabi juga memberikan kritik dan pujian terhadap para sahabatnya, hal ini merupakan salah satu bentuk paling sederhana dari jarh wa ta’dil. Tentang jarh, Nabi saw. Bersabda :

بئس أخو العشرية

“Betapa buruk saudaranya al-‘Asyirah.” (HR. Imam Bukhari)

Sementara tentang ta’dil pernah bersabda : “Hamba Allah yang paling baik adalah Khalid bin Walid, dialah salah satu dari pedang-pedang Allah. (HR. Imam Tirmidzi)

Dalam mealukan jarh wa ta’dil para ulama hadis tidak pandang bulu, hal ini dlakukan demi menjaga orisinalitas atau keaslian agama semata. Bahkan salah seorang guru al Bukhari ketika ditanya seseorang tentang ayahny, maka beliau menjawab, “Bertanyalah kepada orang lain.” Orang itu kembali mengnulagi pertanyaan yang sama, maka beliaupun menjawab . “Ia (ayahku) itu lemah.”

Para ulama juga berlaku sangat ketat dalam masalah ini. Mereka meneliti dengan seksama hal ihwal para perawi dengan seksama. Imam al-Sya’bi berkata, “Demi Allah, seandainya aku telah benar 99 kali dan salah 1 kali, niscaya mereka menghitungku berdasarkan yang satu itu.” Mereka juga menaruh perhatian yang sangat besar dalam hal ini.

C. Kegunaan Ilmu Al jarh wa Ta'dil

Ilmu jarh wa ta’dil beguna untuk:

a. Mentukan kualitas perawi dan nilai hadisnya, terkait pembahasan sanad maka terlebih dahulu harus mempelajari kaidah-kaidah ilmu jarh wa ta’dil yang banyak diapakai para ahli, mengetahui syarat perawi yang dapat diterima, cara menetapkan keadilan dan kedhabitan perawi. Seseorang tidak akan dapat memperoleh boigrafi, jika tidak memahami terlebih dahulu kaidah-kaidah jarh dan ta’dil, maksud dan derajat (tingkatan) istlah yang dipergunakan dalam ilmu ini, yakni dari tingkatan ta’dil yang tertinggi hingga tingkatan jarh yang terendah

b. Menetapkan apakah periwayatan seorang perawi itu bisa diterima atau ditolak sama sekali. Apabila seorang perawi ‘dijarh” oleh para ahli rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak. Sebaliknya bla dipuji maka hadisnya bisa dterima selama sayarat-syarat yang lain terpenuhi

Menurut Munzir cara mengatahui informasi jarh dan ta’dil seorang rawi dapat malalui:

a. Popularitas para perawi di kalangan para ahli ilmu bahwa mereka dikenal sebagai orang yang adil, atau rawi yang mempunyai 'aib. Bagi yang sudah terkenal dikalangan ahli ilmu tentang keadilannya, maka mereka tidak perlu lagi diperbincangkan lagi keadilannya, begitu juga dengan perawi yang terkenal dengan kefasikan atau dustanya maka tidak perlu lagi dipersoalkan.

b. Berdasarkan pujian atau pen-tarjih-an dari rawi lain yang adil. Bila seorang rawi yang adil menta'dilkan seorang rawi yang lain yang belum dikenal keadiannya, maka telah dianggap cukup dan rawi tersebut bisa menyandang gelar adil dan periwayatannya bisa di terima. Begitu juga dengan rawi yang di tarjih. Bila seorang rawi yang mentarjihnya maka periwayatannya menjadi tidak bisa diterima

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian al-jarh wa al-ta’dil dan landasan ilmu jarh wa ta’dil. Sumber Modul 3 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.