Selasa, 24 September 2019

Sejarah Kodifikasi Al Quran

Alquran adalah wahyu Ilahi yang diturunkan ke bumi melalui seorang Nabi yang tidak bisa menulis dan membaca tulisan, beliau adalah Nabi Muhammad Saw. Walau beliau seorang yang tidak bisa menulis dan membaca pada awal masa kenabiannya, namun rasa semangat dalam menerima wahyu, serta menghafalkannya tidak mengurangi sama sekali. Hal itu dibuktikan ketika dalam proses pentransferan wahyu ke Rasulullah Saw.1

Beliau mengikuti dengan seksama, serta memiliki perhatian yang tinggi dalam pengajaran dan bimbingan yang disampaikan oleh malaikat Jibril. Ketika dalam proses pentrasferan, beliau benar-benar memperhatikan lafadz dan huruf yang keluar dari malaikat Jibril, serta tidak mau melewatkan satu huruf pun dari Alquran yang tertinggal dari konsentrasi beliau. Hal itu semua karena beliau sangat meperhatikan betul dalam menerima wahyu dari Ilahi.2

Pada masa sahabat, ada sebagian dari mereka yang selalu berpegang selalu pada hafalan, mereka suka menjadikan hafalan itu sebagai catatan semu yang bisa dibuka sewaktu-waktu, seperti menghafal silsilah, menghafal sya’ir dan menghafal Alquran. Mereka tidak mau mencatat apa yang sudah dihafalkan kedalam bentuk tulisan, karena pada umumnya mereka buta huruf, tapi bukan berarti semua orang arab itu buta huruf, maka dari situlah Nabi Muhammad Saw menyuruh para sahabat untuk menulis Alquran ketika sudah dihafalnya. Karena disamping membantu para sahabat mudah dalam menghafalnya dan untuk menjadikan Alquran itu ada tidak hanya dalam bentuk hafalan, namun harus ada dalam bentuk tulisan, serta dikhawatirkan terjadi sesuatu yang bisa merubahnya, karena Alquran adalah mukjizat yang apabila dibacanya mendapatkan pahala dari-Nya, maka harus sangat hati-hati sekali dalam menjaganya tetap utuh.3

Yang dimaksud dengan pengumpulan Alquran(Jami’ Alquran) oleh para ulama adalah salah satu dari dua pengertian berikut:4

Pertama, Pengumpulan dalam arti hafazhahu(menghafalnya dalam hati). Jumma Alquran artinya huffazuhu (para penghafalnya, yaitu orang-orang yang menghafalkannya di dalam hati).

Kedua, pengumpulan dalam arti Kitabuhu Kullihi (penulisan Alquran semuannya) baik dengan memisahkan-misahkan ayat-ayat dan surat suratnya, atau menertibkan ayat-ayatnya semata dan setiap surat ditulis dalam satu lembaran yang terpisah, ataupun menertibkan ayat-ayat dan surat-suratnya dalam lembaran lembaran yang terkumpul yang menghimpun semua surat, sebagiannya ditulis sesudah bagian yang lain.

a. Pengumpulan Alquran pada Masa Rasulullah Saw
Kodifikasi atau pengumpulan Alquran sudah dimulai sejak zaman Rasulullah Saw, bahkan sejak Alquran diturunkan. Setiap kali menerima wahyu, Nabi Muhammad saw membacakannya di hadapan para sahabat karena ia memang diperintahkan untuk mengajarkan Alquran kepada mereka. Untuk menjaga kemurnian Alquran, setiap tahun malaikat Jibril datang kepada Nabi Muhammad Saw untuk memeriksa bacannya. Malaikat Jibril mengontrol bacaan Nabi Muhammad Saw dengan cara menyuruhnya mengulangi bacaan ayat-ayat yang telah diwahyukan. Kemudian Nabi Muhammad Saw sendiri juga melakukan hal yang sama dengan mengontrol bacaan sahabat-sahabatnya. Dengan demikian terpeliharalah Alquran dari kesalahan dan kekeliruan.

Para hafidz dan juru tulis Alquran pada masa Rasulullah Saw sudah banyak sahabat yang menjadi hafidz (penghafal Alquran), baik hafal sebagian saja atau seluruhnya. Di antara yang menghafal seluruh isinya adalah Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Talhah, Sa’ad, Huzaifah, Abu Hurairah, Abdullah bin Mas’ud, Abdullah bin Umar bin Khatab, Abdullah bin Abbas, Amr bin As, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Abdullah bin Zubair, Aisyah binti Abu Bakar, Hafsah binti Umar, Ummu Salamah, Ubay bin Ka’b, Mu’az bin Jabal, Zaid bin Tsabit, Abu Darba, dan Anas bin Malik.

Adapun sahabat-sahabat yang menjadi juru tulis wahyu antara lain adalah Abu Bakaras-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amir bin Fuhairah,Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’b, Mu’awiyah bin Abu Sofyan, Zubair bin Awwam, Khalidbin Walid, dan Amr bin As.

b. Pengumpulan Alquran pada Masa Khalifah Abu Bakar
Abu Bakar dihadapkan peristiwa-peristiwa besar berkenaan dengan murtadnya sejumlah orang Arab. Karena itu ia segera menyiapkan pasukan dan mengirimkannya untuk memerangi orang-orang yang murtad itu. Peperangan Yamamah pada tahun keduabelas hijriyah melibatkan sejumlah besar sahabat yang hafal Alquran. Dalam peperangan ini tujuh puluh qari’ dari para sahabat gugur. Melihat itu Umar bin Khaththab merasa sangat khawatir melihat kenyataan ini, lalu ia menghadap Abu Bakar dan mengajukan usul kepadanya agar mengumpulkan dan membukukan Alquran karena khawatir akan musnah.

Akan tetapi, Abu Bakar menolak usulan ini dan keberatan melakukan apa yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. Namun Umar tetap membujuknya, sehingga Allah Swt membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan Umar tersebut. Kemudian Abu Bakar memerintahkan Zaid bin Tsabit, karena dia adalah orang yang betul-betul memiliki pembawaan/kemampuan yang tidak dimiliki oleh shahabat lainnya dalam hal mengumpulkan Alquran, dia adalah orang yang hafal Alquran, dia seorang sekretaris wahyu bagi Rasulullah Saw, serta dia menyamakan sajian yang terakhir dari Alquran yaitu dikala penutupan masa hayat Rasulullah Saw.

Disamping itu ia dikenal sebagai orang yang wara’ (bersih dari noda), sangat besar tanggungjawabnya terhadap amanat, baik akhlaknya dan taat dalam agamanya. Lagi pula ia dikenal sebagai orang yang tangkas. Zaid bin Tsabit bertindak sangat teliti dan hati hati dalam menulis Alquran. Baginya tidak cukup mengandalkan pada hafalannya semata tanpa disertai dengan hafalan dan tulisan para sahabat.

Alquran itu bukan saja dari tulisan-tulisan yang telah ada pada lembaran-lembaran yang telah disebutkan di atas, bahkan juga didengarkan pula dari mulut orangorang yang hafal Alquran, kemudian dituliskan kembali pada lembaran-lembaran yang baru, dengan susunan ayat-ayatnya tetapi seperti yang ditunjukkan Rasulullah Saw. Lembaran-lembaran ini kemudian diikat menjadi satu, lalu diberi nama mushhaf dan disimpan sendiri oleh khalifah Abu Bakar, kemudian oleh khalifah Umar bin Khaththab.

Maka faedah yang nyata dalam pengumpulan Alquran di masa Abu Bakar ini ialahbahwa Alquran itu terkumpul di dalam satu mushhaf yang terbuat dari lembaran-lembaranyang seragam, baik bahannya maupun ukurannya, dan ayat-ayatnya tetap tersusun sesuai yang telah ditunjukkan Rasulullah saw. Adanya mushhaf ini telah dapat menentramkan hati kaum muslimin, bahwa Alquran itu akan lebih terpelihara, dapat dihindarkan dari bahaya penambahan, pengurangan atau pemalsuan atau kehilangan sebagian ayat-ayatnya. Mushhaf ini disimpan oleh khalifah Abu Bakar sendiri.5

Lembaran-lembaran Alquran yang dikumpulkan menjadi satu mushhaf pada zaman Abu Bakar mempunyai beberapa segi kelebihan yang amat penting:

a) Penelitian yang sangat berhati-hati, detail, cermat dan sempurna
b) Yang ditulis pada mushhaf hanya ayat yang sudah jelas tidak di nasakh bacaannya
c) Telah menjadi ilma’ umat secara mutawatir bahwa yang tercatat itu adalah ayat-ayat Alquran
d) Mushhaf itu memiliki Qiraah al-Sab’ah yang dinuqil secara shahih.6

c. Pengumpulan Alquran pada Masa Khalifah Usman bin Affan
Latar belakang pengumpulan Alquran pada masa Usman tidak sebagaimana mestinya, sebab yang melatarbelakangi pengumpulan Alquran pada masa Abu Bakar. Pada masa Usman ini Islam telah tersebar luas. Kaum muslimin hidup berpencar diberbagai penjuru kota maupun pelosok. Di setiap kampung terkenal qiraah sahabat yang mengajarkan Alquran kepada penduduk kampung itu. Penduduk Syam memakai qiraah Ubai bin Kaab. Penduduk Kufah memakai qiraah Abdullah bin Mas’ud, yang lainnya lagi memakai qiraah Abu Musa Al Asy’ari. Maka tidak diragukan lagi timbul perbedaan bentuk qiraah dikalangan mereka, sehingga membawa kepada pertentangan dan perpecahan di antara mereka sendiri. Bahkan terjadi sebagian mereka mengkafirkan sebagian yang lain, disebabkan perbedaan qira’ah tersebut.7

Pertama, Perbedaan mengenai susunan surat. Naskah-naskah yang mereka miliki itu tidak sama susunan atau tertib urut surat-suratnya. Hal ini disebabkan karena Rasulullah Saw sendiri memang tidak memerintahkan supaya surat-surat Alquran itu disusun menurut tertib umat tertentu, karena masing-masing surat itu pada hakikatnya adalah berdiri sendiri, sehingga seolah-olah Alquran itu terdiri dari 114 kitab. Rasulullah Saw hanya menetapkan tertib urut ayat dalam masing-masing surat itu.

Kedua, Perbedaan mengenai bacaan. Asal mula pertikaian bacaan ini adalah karena Rasulullah Saw sendiri memang memberikan kelonggaran kepada qabilah-qabilah Islam di Jazirah Arab untuk membaca dan melafadzkan ayat-ayat Alquran itu menurut dealek mereka masing-masing. Kelonggaran ini diberikan oleh Rasulullah Saw agar mudah bagi mereka untuk membaca dan menghafalkan Alquran itu, tetapi kemudian kelihatanlah tanda-tanda bahwa pertikaian tentang qiraat itu, kalau dibiarkan berlangsung terus, tentu akan mendatangkan perpecahan yang lebih luas dikalangan kaum kuslimin, terutama karena masing-masing qabilah menganggap bahwa bacaan merekalah yang paling baik dan ejaan merekalah yang paling betul. Lebih berbahaya lagi apabila mereka menuliskan ayat-ayat itu dengan ejaan yang sesuai dengan dialek mereka masingmasing.8

Usman bin Affan telah melaksanakan ketetapan yang bijaksana ini. Beliau memilih empat orang tokoh handal dari sahabat pilihan. Mereka adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’ad bin ‘Ash dan Abdurrahman bin Hisyam. Mereka dari suku Quraisy golongan Muhajirin, kecuali Zaid, ia dari golongan Anshar. Usaha yang amat mulia ini berlangsung pada tahun 24 H.9 Tugas panitia ini ialah membukukan Alquran, yaitu menuliskan atau menyalin kembali ayat ayat Alquran itu dari lembaran-lembaran yang telah ditulis pada masa Abu Bakar, sehingga menjadi mushhaf yang lebih sempurna yang akan dijadikan standar bagi seluruh kaum muslimin sebagai sumber bacaan dan hafalan mereka.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang sejarah kodifikasi Al Quran. Sumber Modul 4 Konsep Tawassuth, Tawazun dan Tasamuh dalam Al Quran Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Daftar Pustaka:
1. Muhammad Abdul ‘Adhim Azarqoni, Manahilul Quran fi ‘Ulumil Quran , ditahqik oleh Ahmad bin ‘Aliy, (Darul Hadis: Kairo, 2001), juz I, hal. 20
2. Muhammad bin Muhammad abu Syahbah, Dirasat Quran Karim , (Kairo : Maktab Sunnah) , cet. 3, 2003, hal. 260
3. Ibid, hal. 115
4. Manna’ Al-Qaththan. Pengantar Studi Ilmu Al – Quran, Trjmh: Aubur Rafiq ElMazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), hal. 150-151
5. A. Chairudji Abd. Chalik. Ulumul Quran. (Jakarta: Diadit Media, 2007), hal 56- 58
6. M. Qodirun Nur. Ikhtisar Ulumul Quran Praktis. (Jakarta: Pustaka Amani, 2001), hal. 86
7. Ibid., hal. 89
8. A. Chairudji Abd. Chalik. Ulumul............., hal. 60-62
9. Ibid, hal. 54-56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.