Sabtu, 21 Maret 2020

Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Tokoh-tokohnya masa Bani Umayyah di Damaskus

Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman permulaan Islam termasuk masa Bani Umayyah I meliputi 3 bidang, yaitu bidang diniyah, bidang tarikh dan bidang filsafat. Pada masa itu kaum Muslimin memperoleh kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya penyebaran agama Islam, tetapi juga penemuan-penemuan ilmu lainnya. Pembesar Bani Umayyah memang tidak berupaya untuk mengembangkan peradaban lainnya, akan tetapi mereka secara khusus menyediakan dana tertentu untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Para khalifah mengangkat ahli-ahli cerita dan mempekerjakan mereka dalam lembaga lembaga ilmu, berupa masjid-masjid dan lembaga lainnya yang disediakan oleh pemerintah.

Para ahli sejarah menyimpulkan bahwa perkembangan gerakan ilmu pengetahuan dan budaya pada masa Bani Umaiyyah I memfokuskan pada tiga gerakan besar yaitu;

(1) Gerakan ilmu agama, karena didorong oleh semangat agama yang sangat kuat pada saat itu;
(2) Gerakan Filsafat, karena ahli agama diakhir daulah Umayyah I terpaksa menggunakan Filsafat untuk menghadapi kaum Nasrani dan Yahudi; dan
(3) Gerakan sejarah, karena ilmu-ilmu agama memerlukan riwayat.

Pengembangan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah di Damaskus tampak pada beberapa bidang. Kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut berpusat di Kuffah dan Basrah, Irak.

1. Ilmu Tafsir
Setelah Daulah Umayyah I berdiri, maka kaum muslim berhajat kepadahukum dan undang-undang yang bersumber dari al-Qur'an sedangkan para qurra dan mufassirin menjadi tempat bertanya masyarakat dalam bidang hukum. Pada zaman ini keberadaan tafsir masih berkembang dalam bentuk lisan dan belum dibukukan. Ilmu tafsir pada saat itu belum berkembang seperti pada zaman Bani Abbasiyah.

2. Ilmu Hadis
Pada saat mengartikan makna ayat-ayat al-Qur'an, kadang-kadang para ahli hadis kesulitan mencari pengertian dalam hadis karena terdapat banyak hadis yang sebenarnya bukan hadis. Dari kondisi semacam ini maka timbullah usaha para muhaddisin untuk mencari riwayat dan sanad hadis. Proses seperti ini pada akhirnya berkembang menjadi ilmu hadis dengan segala cabang-cabangnya. Perkembangan hadist diawali dari masa khalifah Umar bin Abdul Aziz dan ulama hadis yang mula-mula membukukan hadis yaitu Ibnu Az Zuhri atas perintah khalifah Umar bin Abdul Aziz.

3. Ilmu Kalam
Di masa inilah dimulai ilmu kalam dan muncullah nama-nama, seperti Hasan Al-Basri, Ibn Shihab Al-Zuhri, dan Wasil ibn Ata’. Perang yang diakhiri dengan tahkim (arbitrase) ini telah menyebabkan munculnya berbagai golongan, yaitu Muawiyah, Syiah (Pengikut) Ali, Khawarij dan sahabat-sahabat yang netral. Dari peristiwa yang diakibatkan oleh perseteruan dalam bidang politik akhirnya bergeser ke permasalahan teks-teks agama tepatnya masalah teologi atau ilmu kalam.

Kaum Khawarij memandang Ali ra telah berbuat salah dan telah berdosa dengan menerima arbitrase itu. Menurut mereka penyelesaian dengan cara arbitrase atau tahkim itu bertentangan dengan al-Quran. Firman Allah Swt dalam surat al-Maidah ayat 44,

 وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْكَٰفِرُونَ

“Dan barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang kafir.”

Dengan landasan ayat al-Quran tersebut, mereka menghukum semua orang yang terlibat dalam tahkim itu telah menjadi orang-orang kafir.Kafir dalam arti telah keluar dari Islam.Orang yang keluar dari Islam di katakan murtad, dan orang murtad halal darahnya dan wajib dibunuh. Maka dari itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa. Dan yang berhasil dibunuh hanya Imam Ali (Yusuf, 2014: 9- 10)

Persoalan ini akhirnya menimbulkan tiga aliran Ilmu Kalam dalam Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir, dalam arti keluar dari Islam, atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.

b. Aliran Murjiah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah kepada Allah Swt untuk mengampuni atau tidak mengampuninya.

c. Aliran Mu’tazilah yang tidak menerima pendapat-pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Orang yang serupa ini mengambil posisi di antara ke dua posisi mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arab terkenal dengan istilah al-manzilah bain al-manzilatain (posisi di antara dua posisi) (Rozak, 2012: 35)

Setelah ketiga aliran di atas, lalu muncul pula dua aliran Ilmu Kalam yang terkenal dengan nama Qadariyah dan Jabariah. Menurut Qadariyah manusia memiliki kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.Sebaliknya, Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.

4. Ilmu Qira'at
Dalam sejarah perkembangan ilmu, yang pertamakali berkembang adalah ilmu qiraat. Cabang Ilmu ini mempunyai kedudukan yang sangat penting pada permulaan Islam sehingga orang-orang yang pandai membaca al-Qur'an pada saat itu disebut para Qurra.

Setelah pembukuan dan penyempurnaan al-Qur’an pada masa khulafaurrasyidin dan al-Qur’an yang sah dikirim ke berbagai kota wilayah bagian maka lahirlah dialek bacaan tertentu bagi masing-masing penduduk kota tersebut dan mereka mengikuti bacaan seorang qari’ yang dianggap sah bacaannya. Akhirnya muncul dan masyhurlah tujuh macam bacaan yang sekarang terkenal dengan nama Qiraat sab'ah kemudian selanjutnya ditetapkan sebagai bacaan standar.

5. Ilmu Nahwu
Dengan meluasnya wilayah Islam dan didukung dengan adanya upaya Arabisasi maka ilmu tata bahasa Arab sangat dibutuhkan. Sehingga dibukukanlah ilmu nahwu dan menjadi salah satu ilmu yang penting untuk dipelajari. Memulai mempelajari tata Bahasa Arab yang dikenal dengan nama nahwu adalah ketika seorang bayi memulai berbicara dilingkungannya. Tanpa tata bahasa maka pembicaraan tidak akan baik dan benar.

Setelah banyak bangsa di luar bangsa Arab masuk Islam dan sekaligus wilayahnya masuk dalam daerah kekuasaan Islam maka barulah terasa bagi bangsa Arab dan mulai di perhatikan dengan cara menyusun ilmu nahwu. Adapun ilmuwan bidang bahasa pertama yang tercatat dalam sejarah perkembangan ilmu yang menyusun ilmu nahwu adalah Abu al- Aswad al-Du’ali yang berasal dari Baghdad. Salah satu jasa dari Al-Du’ail adalah menyusun gramatika Arab dengan memberikan titik pada huruf-huruf hijaiyah yang semula tidak ada. Abu Aswad Ad Dualy yang wafat tahun 69 H. Tercatat beliau belajar dari shahabat Ali bin Abi Thalib, dengan demikian ada saja ahli sejarah mengatakan bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib-lah bapaknya ilmu nahwu.

6. Tarikh dan Geografi
Geografi dan tarikh pada masa ini telah menjadi cabang ilmu tersendiri. Dalam melalui ilmu tarih mereka mengumpulkan kisah tentang Nabi dan para Sahabatnya yang kemudian dijadikan landasan bagi penulisan buku-buku tentang penaklukan (maghazi) dan biograf (sirah). Munculnya ilmu geografi dipicu oleh berkembangnya dakwah Islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh.

Penulisan sejarah Islam dimulai pada saat terjadi peristiwa-peristiwa penting dalam Islam dan dibukukannya dimulai pada saat Bani Umayyah dan perkembangan pesat terjadi pada saat Bani Abbasiyah. Demikian begitu pesatnya perkembangan sejarah Islam sehingga para ilmuan berkecimpung dalam bidang itu dapat mengarang kitab-kitab sejarah yang tidak dapat dihitung banyaknya. Sampai sekarang prestasi penulisan sejarah pada saat Bani Umayyah dan Abbasiyah tidak dapat ditandingi oleh bangsa manapun, tercatat kitab sejarah yang ditulis pada zaman itu lebih dari 1.300 judul buku.

7. Seni Bahasa
Umat Islam masa Bani Umayyah selain telah mencapai kemajuan dalam bidang politik, ekonomi dan ilmu pengetahuan, juga telah tumbuh dan berkembang seni bahasa. Perhatian kepada syair Arab Jahiliyah timbul kembali dan penyair-penyair Arab barupun timbul, seperti

a. Umar Ibn Abi Rabi’ (w. 719 M),
b. Jamil Al-Udhri (w. 701 M),
c. Qays Ibn AlMulawwah (w. 699 M) yang lebih dikenal dengan nama Majnun Laila,
d. Al-Farazdaq (w. 732 M),
e. Ummu Jarir (w. 792 M), penyair yang mendukung dan memelihara kemulian Badui dan yang syair-syairnya menonjol karena nafas-nafas spiritualnya, dan
f. Al-Akhtal (w. 710 M) yang beragama Kristen aliran Jacobite.

Pada masa ini seni dan bahasa mengambil tempat yang penting dalam hati pemerintah dan masyarakat Islam pada umumnya. Pada saat kota-kota seperti Bashra dan Kuffah adalah pusat perkembangan ilmu dan sastra. Orang-orang Arab muslim berdiskusi dengn bangsa-bangsa yang telah maju dalam hal bahasa dan sastra. Di kota–kota tersebut umat Islam menyusun riwayat Arab, seni bahasa dan hikmah atau sejarah, nahwu, sharaf, balaghah dan juga berdiri klub-klub para pujangga. Pada masa ini juga muncul terjemahan-terjemahan awal naskah-naskah filsafat Yunani dari bahasa Suryani ke bahasa Arab.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan tokoh-tokohnya masa bani Umayyah di Damaskus. Sumber Modul 4 Perkembangan Islam Sesudah Masa Khulafaur Rasyidin, Pendidikan Profesi Guru dalam Jabatan Kementerian Agama Republik Indonesia 2018.  Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.