Jumat, 29 Juli 2016

Pengertian dan Pembagian Beriman Kepada Qada’ dan Qadar

Iman adalah keyakinan yang diyakini didalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dilaksanakan dengan amal perbuatan.

Qada menurut bahasa berarti hukum, perintah, memberikan, menghendaki, dan menjadikan. Sedangkan qadar berarti batasan atau menetapkan ukuran.

Secara etimologi, qada dapat diartikan sebagai pemutusan, perintah, dan pemberitaan.  Imam az-Zuhri berkata, “Qadha secara etimologi memiliki arti yang banyak. Dan semua pengertian yang berkaitan dengan qadha kembali kepada makna kesempurnaan….” (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu Al-Atsir).  Sedangkan qadar berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti penentuan.

Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang telah ditetapkan oleh Allah Swt pada zaman azali. Adapun qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha). Sedangkan arti terminologis qada dan qadar menurut Ar-Ragib ialah :

”Qadar ialah menentukan batas (ukuran) sebuah rancangan; seperti besar dan umur alam semesta, lamanya siang dan malam, anatomi dan fisiologi makhluk nabati dan hewani, dan lain-lain; sedang qada ialah menetapkan rancangan tersebut.”

Atau secara sederhana, qada dapat diartikan sebagai ketetapan Allah yang telah ditetapkan tetapi tidak kita ketahui.  Sedangkan qadar ialah ketetapan Allah yang telah terbukti dan diketahui sudah terjadi. Dapat pula dikatakan bahwa qada adalah ketentuan atau ketetapan, sedangkan qadar adalah ukuran. Dengan demikian yang dimaksud dengan qada dan qadar atau takdir adalah ketentuan atau ketetapan Allah menurut ukuran atau norma tertentu.

Firman Allah mengenai qada dan qadar terdapat dalam surat Al Ahzab ayat 36, yaitu :

Arti : "Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mumin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mumin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata."

Selain itu, Allah juga berfirman dalam surat Al Qamar ayat 49, yakni :

Arti : "Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran."

Beriman kepada qada dan qadar berarti mengimani rukun-rukunnya.  Iman kepada qada dan qadar memiliki empat rukun, antara lain :

1. Ilmu Allah Swt.
Beriman kepada qada dan qadar berarti harus beriman kepada Ilmu Allah yang merupakan deretan sifat-sifat-Nya sejak azali.  Allah mengetahui segala sesuatu.  Tidak ada makhluk sekecil apa pun di langit dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui.  Dia mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan. Dia juga mengetahui kondisi dan hal-hal yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi di masa yang akan datang.

2. Penulisan Takdir.
Sebagai mukmin, kita harus percaya bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, masa kini, maupun masa yang akan datang, semuanya telah dicatat dalam Lauh Mahfuzh dan tidak ada sesuatu pun yang terlupakan oleh-Nya.

3. Masyi’atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah).

Seorang mukmin yang telah mengimani qada dan qadar harus mengimani masyi`ah (kehendak Allah) dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apapun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Allah tidak mampu melainkan karena Allah tidak menghendakinya.

4. Penciptaan Oleh Allah.
Ketika beriman terhadap qada dan qadar, seorang mukmin harus mengimani bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya dan tidak ada Rabb semesta alam ini selain Dia.

Inilah empat rukun beriman kepada qada dan qadar yang harus diyakini setiap muslim. Maka, apabila salah satu di antara empat rukun ini diabaikan atau didustakan, niscaya kita tidak akan pernah sampai kepada gerbang keimanan yang sesungguhnya. Sebab, mendustakan rukun-rukun tersebut berarti merusak bangunan iman terhadap qada dan qadar dan ketika bangunan iman itu rusak, maka hal tersebut juga akan menimbulkan kerusakan pada bangunan tauhid itu sendiri.

Takdir terbagi menjadi dua bagian,yakni:

a. Taqdir Mu’allaq.
Taqdir mu’allaq adalah taqdir Allah swt yang masih dapat diusahakan kejadianya oleh manusia. Sebagai contoh dalam kehidupan ini, kita sering melihat dan mengalami sunnahtullah, hukum Allah yang berlaku di bumi ini, yaitu hukum sebab akibat yang bersifat tetap yang merupakan qada dan qadar sesuai kehendak swt. Seperti, bumi brputar pada porosnya 24 jam sehari; bersama bulan, bumi mengitari bumi kurang lebih 365 hari setahun; bulan mengitari bumi setahun {356 hari}; air kalau dipanaskan pada suhu 100 celsius akan mendidih, dan kalau didinginkan pada suhu 0 celsius akan menjadi es; matahari terbit disebelah timur dan teggelam disebelah barat; dan banyak lagi contoh lainnya, kalau kita mau memikirkannya. Contohnya lagi semua manusia pasti akan mati, seperti dalam firman Allah Swt :

Artinya: "tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu." (QS. Ali Imran: 185)

b. Taqdir Mubram.
Taqdir mubram ialah taqdir yang pasti terjadi dan tidak dpat dielakkan kejadiannya. Dapat kita beri contoh nasib manusia, lahir, kematian, jodoh dan rizkinya, terjadinya kiamat. dan sebagainya.

Qada’qadar Allah swt yang berhubungan dengan nasib manusia adalah rasia Allah Swt. Hanya Allah Swt yang mengetahuinya. Manusia diperintahkan mengetahui qada’dan qadarnya melalui usaha dan ikhtiar. Kapan manusia lahir, bagaimana status sosialnya, bagaimana rizkinya, siapa anak istrinya,dan kapanya meninggalnya,adalah rahasia Allah Swt. Jalan hidup manusia seperti itusdudah ditetapkan sejak zaman azali yaitu masa sebelum terjadinya sesuatu atau massa yang tidak bermulaan. Tidak seorang pun yang mengetahui hal tersebut. Adapun yang pernah kita dengar peramal yang hebat, ketahuilah wahai saudara ku itu adalah kebohongan balaka. Kalaupun ada orang seperti itu maka amal ibadahnya tidak akan diterima. Bahkan para tukng ramal pun mendapat azab dengan siksaan yang pedih karena telah membohongi manusia dengan pura-pura mengetahui rahasia Allah Swt.
Allah Swt berFirman:

Artiya: ”Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab {lauh mahfuz} sebelum kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.”  (QS. Al-hadid,)

Ayat diatas menjelaskan bahwa manusia sebelum diciptakan, Allah Swt teriebih dahulu telah menentukan ketetapan-ketetapanNya bagi manusia yang ditulis dilauh mahfuz. Dengan menyakini qada dan qadarnya, lantas apakah kita hgarus pasrah begitu saja? Toh, semua nasib manusia dan perbuatan manusia telah datentukan oleh Allah Swt. Tapi siapakah yang mentaqdirkan manusia itu? Siapa yang tau bahwa kita-kita manjadi petani, pedagang, atau bahkan penjahat, siapa jodoh kita. Bagaimana rizki kita, dan lain sebagainya? Siapa yang tau kalau kita jadi petani, pedagang ataukah pejabat? Tidak ada seorang pun yang tau! Untuk itu alangkah naifnya kalau kit pasrah begitu saja. Pasrah berarti mernunggu taqdir, sedangkan taqdir itu tidak kita ketahui, oleh sebab itu, sikap hidup ialah mencari taqdir. Artinya berusaha dengan sekuat tenaga melalui berbagai cara yang ditunjukan Allah Swt. Untuk menentukan nasib kita sendiri. Itulah yang disebut dengan ikhtiar.

Allah Swt berfirman: 

Artinya: “…….sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri . Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak dapat yang menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia,” (QS.Ar-Ra’du :11).

Jadi,  jika manusia ingin nasibnya membaik, mereka harus merubahnya simaksimal mungkin ke yang lebih baik. Tampa usaha yang kuat Allah Swt tidak akan mengubah tiba-tiba. Namun seandainya Allah Swt tetap menghendaki nasibnya tidak berubah, itu adalah hak Allah Swt.

(Baca JugaFungsi Beriman kepada Qada dan Qadar dalam Kehidupan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.