Kamis, 02 Februari 2017

Pengertian Maslahah Mursalah, Kedudukan dan Contohnya

Maslahah mursalah menurut bahasa berarti Maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Maslahah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Sedangkan secara istilah, terdapat beberapa definisi Maslahah yang di kemukakan oleh ulama ushul Fiqh, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esesnsi yang sama. Imam Ghozali mengemukakan bahwa pada prinsipnya Maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemdharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara’.

Ada juga yang berpendapat Maslahah mursalah adalah kebaikan (kemaslahatan yang tidak di singgung-singgung syara’ secara jelas untuk mengerjakan atau meninggalkannya, sedangkan apabila dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindari kerusakan atau keburukan, seperti seseorang menghukum sesuatu yang belum ada ketentuannya oleh agama.

Jadi maslahah mursalah adalah sesuatu kejadian yang syara’ atau ijma tidak menetapkan hukumnya dan tidak pula nyata ada illat yang menjadi dasar syara menetapkan satu hukum,tetapi ada pula sesuatu yang munasabah untuk kemaslahatan dan kebaikan umum.

Syarat-syarat Berpegang Kepada Maslahah Mursalah
Para ahli ushul yang menggunakan maslahah mursalah tidak sewenang-wenang menetapkan kemaslahatan untuk dijadikan dasar keputusan ,tetapi mereka berhati-hati untuk menjaga agar tidak dipengaruhi oleh hawa nafsu,maka mereka memberikan syarat –syarat untuk berpegang kepada maslahah mursalah ,syarat-syarat itu adalah:

1. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahah mursalah harus kemaslahatan yang hakiki,bukan kemaslahatan yang berdasarkan akal (Waham=sangkaan),yaitu yang biasa menghasilkan kemanfaatan dan menjauhkan kemudharatan.

2. Mashlih mursalah hanya berlaku dalam bidang muamalah bukan pada bidang ubudiah.

3. Kemaslahatan yang dicapai dengan maslahah mursalah itu harus kemaslahatan untuk umum,bukan untuk perorangan atau golongan.

4. Kemaslahatan itu tidak bertentangan dengan syara’ atau ijma’.

5. Usaha utsaman bin affan menyatukan kaum muslimin untuk mempergunakan satu musyaf ,menyiarkannya dan kemudian membakar lembaran-lembaran yang lain.

6. Ulama syafi’iah mewajibkan qishash atas orang banyak yang membunuh seseorang.

7. Tindakan umar bin khattab tentang tidak menjalankan hukum potong tangan pencuri yang mencuri dalam keadaan pada masa paceklik.

Contoh-contoh Maslahah Mursalah
1. Tindakan abu bakar terhadap orang-orang yang ingkar membayar zakat,itu adalah demi kemaslahatan.

2. Menulis huruf al-qur’an kepada huruf latin.

3. Membuang barang yang ada di atas kapal laut tanpa izin yang punya barang,karena ada gelombang besar yang menjadikan  kapal oleng. Demi kemaslahatan penumpang dan menolak bahaya.

4. Dalam Al-qur’an dan Sunnah Rasul tidak ada nash yang melarang mengumpulkan Al-Qur’an dari hafalan kedalam tulisan, meskipun demikian, para sahabat dizaman Abu Bakarbersepakat untuk menulis dan mengumpulkannya, karena mengingat kemaslahatan ummat, yang saat itu sahabat penghafal Al-qur’an banyak yang meninggal dunia.

5. Tatkala Islam masuk ke irak, tanah Irak masih dimiliki oleh para pemilik asalnya dengan dikenaki pajak (kharaj), karena untuk menjaga kemaslahatan umat Islam umumnya. Seharusnya empat perlima tanah tersebut diberikan kepada orang yang memerangi peperangan sebagai harta rampasan atau keuntungan perang.

6. Pencatatan perkawinan dalam surat yang resmi menjadi maslahat untuk sahnya gugatan dalam perkawinan, nafkah, pembagian harta bersama, waris dan lainnya.

Kedudukan Maslahah Mursalah Sebagai Sumber Hukum
Penggunaan maslahah mursalah adalah ijtihad yang paling subur untuk menetapkan hukum yang tak ada nashnya dan jumhur ulama menganggap maslahah mursalah sebagai hujjah syari’at karena:

1. Semakin tumbuh dan bertambah hajat manusia terhadap kemaslahatannya ,jika hukum tidak menampung untuk kemaslahatan manusia yang dapat diterima,berarti kurang sempurnalah syari’at mungkin juga beku.

2. Para shahabat dan tabi’in telah mentapkan hukum berdasarkan kemaslahatan,seperti abu bakar menyuruh mengumpulkan musyaf al-qur’an demi kemaslahatan umum.

Diantara ulama yang banyak menggunakan maslahah mursalah ialah imam malik,dengan alasan,bahwa tuhan mengutus Rasulnya untuk kemaslahatan manusia,maka kemaslahatan ini jelas dikehendaki syara’,sebagaimana Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Tidaklah semata-mata aku mengutusmu (muhammad) kecuali untuk kebaikan seluruh alam”. (QS.  Al-Anbiya 107).

Sedangkan menurut imam ahmad,bahwa maslahah mursalah adalah suatu jalan menetapkan hukum yang tidak ada nash dan ijma’.

Disamping orang yang menerima kehujjahan maslahah mursalah ada juga ulama yang menolak untuk dijadikan dasar hukum,seperi imam syafi’i, dengan alasan bahwa maslahah mursalah disamakan dengan istihsan, selain itu alasannya ialah:

1. Syari’at islam mempunyai tujuan menjaga kemaslahatan manusi dalam keadaaan terlantar tanpa petunjuk,petunjuk itu harus berdasarkan kepada ibarat nash,kalau kemaslahatan yang tidak berpedoman kepada i’tibar nash bukanlah kemaslahatan yang hakiki.

2. Kalau menetapkan hukum berdasarkan kepada maslahah mursalah yang terlepas dari syara’ tentu akan dipengaruhi oleh hawa nafsu, sedangkan hawa nafsu tak akan mampu memandang kemaslahatan yang hakiki.

Pembinaan hukum yang didasarkan kepada maslahah mursalah berarti membuka pintu bagi keinginan dan hawa nafsu yang mungkin tidak akan dapat terkendali.

Jumhur fuqaha’ sepakat bahwa maslahat vdapat diterima dalam fiqih islam. Dan setiap maslahah wajib di ambil sebagai sumber hukum selama bukan di latarbelakangi oleh dorongn syahwat dan hawa nafsu yang tidak bertentangan dengan nash serta maqasid as-syari’. Hanya saja golongan syafi’iyah dan hanafiyah sangat memperketat ketentuan maslahat. Maslahat harus mengacu pada ‘illat yang jelas batasannya.

Golongan Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa sifat munasib yang merupakan alas an adanya maslahat, meskipun tidak jelas batasannya, patut menbjadi ‘illat bagi qiyas. Oleh karena itu ia dapat diterima sebagai sumber hukum sebagaimana halnya diterimanya qiyas berdasarkan sifat munasib, yaitu hikmah, tanpa memandang apakah ‘illat itu mundhiobittah atau tidak. Karena begitu dekatnya pengertian sifat munasib dan maslahat mursalahsehingga sebagian ulama madhab Maliki menganggap bahwa sesungguhnya semuanya ulama ahli fiqih memakai dalil maslahat, meskipun mereka menanamkannya sifat munasib, atau memasukkannya kedalam qiyas.

Kehujjahan Maslahah Mursalah.
Golongan maliki sebagai pembawa bendera maslahatul mursalah, sebagaimana telah disebutkan, mengemukakan tiga alas an sebagai berikut:

1. Praktek oara sahabat yang telah menggunakan maslahatul mursalah adalah sebagai berikut:

a. Sahabat mengimpulkan al-quran ke dalam beberapa mushaf, padahal hal ini tidak pernah dilakukan di masa Rasulullah SAW. Alasannya tidak lain kecuali semata-mata karena maslahat, yaitu menjaga al-Quran dari kepunahan aatu kehilangan kemutawaturannya karena meninggalnya sejumlah besar hafidhdari generasi sahabat.

b. Khulafa ar-rasyidin menetapkan menanggung ganti rugi kepada para tukang, bahwa menurut hokum asal kekuasaan mereka di dasarkan atas kepercayaan. Akan tetapi seandainya mereka tidak di bebani tanggung jawab mengganti ganti rugi, mereka akan berbuat ceroboh dan tidak memenuhi kewajibannya untuk menjaga harta benda orang lain yang di bawah tanggung jawabnya.

c. Umar bin Khatab R.A memerintahkan kepada para penguasa (pegawai negeri) memisahkan antara garta kekayaan pribadi dengan harta yang di peroleh dari kekuasaannya. Karena Umar melihat bahwa dengan cara itu pegawai dapat menunaikan tugasnya dengan baik, tercegah dari melakukannya manipulasi atau melakukan hal yang tidak halal.

d. Umar bin Khatab R.A sengaja menumpahkan susu yang di campuri dengan air, guna member pelajaran kepada mereka yang berbuat mencampur susu dengan air. Sikap umar itu tergolong dalam kategori maslahat.

e. Para sahabat menetapkan hukuman mati kepada semua anggota kelompok (jamaah), lantaran membunuh satu orang jika mereka secara bersama-sama melakukan pembunuhan tersebut, karena memang kemaslahatan menghendakinya.

2. Adanya maslahat sesuai dengan maqasid as-syari’ (tujuan-tujuan syari’), artinya denagan mengambol maslahat berarti sama dengan merealisasikan maqasid as-Syari’. Sebaliknya mengesampingkan  maslahat berarti mengesampingkan maqasid as-Syari’. Sedangkan mengesampingkan maqasid as-syari’ adalah batal. Oleh karena itu, adalah wajib mengginakan dalil maslahat atas dasar bahwa ia adalah sumber hukum pokok (ashl) yang berdiri sendiri. Sumber hukum ini tidak keluar dari ushul, bahkan terjadi sinkronisasi anatar maslahat dan maqasid as-syari’

3. Seandainya maslahat tidak di ambil pada setiap kasus yang jelas mengandung maslahat selama berada dalam konteks maslahat-maslahat syar’iyyah, maka orang-orang mukallaf akan mengalami kesulitan dan kesempitan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.