Senin, 05 Juni 2017

Fatwa MUI Tentang Hukum Bermuamalah di Media Sosial

Bermuamalah adalah proses interaksi antar individu atau kelompokyang terkait dengan hablun minannaas (hubungan antar sesamamanusia) meliputi pembuatan (produksi), penyebaran (distribusi),akses (konsumsi), dan penggunaan informasi dan komunikasi.

Media Sosial adalah media elektronik, yang di gunakan untuk berpartisipasi, berbagi, dan menciptakan isi dalam bentuk blog, jejaring sosial, forum, dunia virtual, dan bentuk lain.

Informasi adalah keterangan, pernyataan, gagasan, dan tanda-tandayang mengandung nilai, makna, dan pesan, baik data, fakta maupun penjelasannya yang dapat di lihat, di dengar, dan di baca yang di sajikan dalam berbagai kemasan dan format sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik atau pun non elektronik.

Belakangan ini banyak pihak yang menjadikan konten media digital yang berisi hoax, fitnah, ghibah, namimah, desas desus, kabar bohong,ujaran kebencian, aib dan kejelekan seseorang, informasi pribadi yang diumbar ke publik, dan hal-hal lain sejenis sebagai sarana memperoleh simpati, lahan pekerjaan, sarana provokasi, agitasi, dan sarana mencari keuntungan politik serta ekonomi, dan terhadap masalah tersebut muncul pertanyaan di tengah masyarakat mengenai hukum dan pedomannya;

Berdasarkan pertimbangan di atas, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial

Fatwa Majelis Ulama Indinesia Nomor 24 Tahun 2017
Ketentuan Hukum.

1. Dalam bermuamalah dengan sesama, baik di dalam kehidupan riil maupun media sosial, setiap muslim wajib mendasarkan pada keimanan dan ketakwaan, kebajikan (mu’asyarah bil ma’ruf ), persaudaraan (ukhuwwah), saling wasiat akan kebenaran (al-haqq)serta mengajak pada kebaikan (al-amr bi al-ma’ruf ) dan mencegahkemunkaran (al-nahyu ‘an al -munkar ).

2. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial wajibmemperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Senantiasa meningkatkan keimanan dan ketakwaan, tidak mendorong kekufuran dan kemaksiatan.

b. Mempererat ukhuwwah (persaudaraan), baik ukhuwwah Islamiyyah (persaudaraan ke-Islaman), ukhuwwah wathaniyyah (persaudaraan kebangsaan), maupun ukhuwwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan).

c. Memperkokoh kerukunan, baik intern umat beragama, antar umat beragama, maupun antara umat beragamadengan Pemerintah.

3. Setiap muslim yang bermuamalah melalui media sosial diharamkan untuk:

a. Melakukan ghibah, fitnah, namimah, dan penyebaran permusuhan.

b. Melakukan bullying, ujaran kebencian, dan permusuhan atas dasar suku, agama, ras, atau antar golongan.

c. Menyebarkan hoax serta informasi bohong meskipundengan tujuan baik, seperti info tentang kematian orangyang masih hidup.

d. Menyebarkan materi pornografi, kemaksiatan, dan segala hal yang terlarang secara syar’i.

e. Menyebarkan konten yang benar tetapi tidak sesuai tempat dan/atau waktunya.

4. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnya konten/informasi yang tidak benar kepada masyarakat hukumnya haram.

5. Memproduksi, menyebarkan dan/atau membuat dapat diaksesnyakonten/informasi tentang hoax, ghibah, fitnah, namimah, aib, bullying, ujaran kebencian, dan hal-hal lain sejenis terkait pribadi kepada orang lain dan/atau khalayak hukumnya haram.

6. Mencari-cari informasi tentang aib, gosip, kejelekan orang lain atau kelompok hukumnya haram kecuali untuk kepentingan yang dibenarkan secara syar’i.

7. Memproduksi dan/atau menyebarkan konten/informasi yang bertujuan untuk membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar, membangun opini agar seolah-olah berhasil dan sukses, dantujuan menyembunyikan kebenaran serta menipu khalayakhukumnya haram.

8. Menyebarkan konten yang bersifat pribadi ke khalayak, padahal konten tersebut diketahui tidak patut untuk disebarkan ke publik,seperti pose yang mempertontonkan aurat, hukumnya haram.

9. Aktifitas buzzer di media sosial yang menjadikan penyediaan informasi berisi hoax, ghibah, fitnah, namimah, bullying, aib, gosip, dan hal-hal lain sejenis sebagai profesi untuk memperoleh keuntungan, baik ekonomi maupun non-ekonomi, hukumnya haram. Demikian juga orang yang menyuruh, mendukung,membantu, memanfaatkan jasa dan orang yang memfasilitasinya.

Demikianlah sahabat bacaan madani fatwa MUI bagi pengguna media sosial. Mudah-mudahan media sosial itu tidak membawa petaka atau mendatangkan dosa bagi para penggunanya. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.