Selasa, 06 Juni 2017

Kediktatoran Fir’aun Tidak Berdaya Di Hadapan Isterinya

Ramses II adalah Firaun ke-3 dari dinasti ke-19 yang memerintah selama 66 tahun mulai dari 1279-1213 SM. Selama memerintah Mesir di masa lalu, Ramses II dikenal sangat keji. Bahkan dia bisa melakukan apa saja termasuk memperbudak bangsa Bani Israil dengan cara yang sangat mengerikan.

Para sejarawan meyakini bahwa Ramses II adalah Firaun yang disebutkan dalam Alquran. Perangainya yang sangat buruk dan dia sendiri mengaku sebagai tuhan. Fir’aun juga merupakan raja yang sangat dictator. Dia hanya mementingkan dirinya sendiri.

Akan tetapi Fir’aun tidak berdaya dihadapan istrinya. Dia, yang begitu menyayangi istrinya itu, lebih memilih mengikuti kemauan istrinya daripada  menerapkan keputusannya membunuh semua bayi laki laki yang lahir dari kalangan Bani Israil.

Ketika Asiyah, sebagai seorang wanita, tengah merindukan hadirnya seorang anak, negara Mesir itu justru tengah dalam kondisi tegang. Sebabnya, Fir’aun, yang telah mengangkat dirinya sendiri sebagai tuhan rakyat Mesir, mengumumkan akan membantai setiap anak lelaki yang lahir dari kalangan Bani Israil dan memerintahkan tentaranya untuk siaga penuh.

Penyebabnya adalah sebuah mimpi yang menyebabkan Fir’aun beringas kepada Bani Israil. Dalam mimpinya, negerinya terbakar habis hingga rata dengan tanah dan seluruh rakyatnya mati kecuali, orang orang Israel saja yang tetap hidup.

Para ahli nujum yang dikumpulkannya dari seluruh penjuru negeri menafsirkan mimpinya, mimpinya itu sebagai isyarat datangnya seorang lelaki dari Bani Israil yang akan menjatuhkan kekuasaan Fir’aun.

Ketakutan fir’aun semakin hari semakin bertambah. Maka, Fir’aun pun memrintahkantentaranya untuk melakukan penyesiran ke setiap rumah penduduk dan segera membunuh setiap bayi lelaki yang lahir dari kalangan Bani Israil. Keputusan itu berlaku tanpa batas waktu.

Disalah satu desa negeri Mesir, seorang ibu dari kalangan Bani Israil melahirkan anak lelaki. Tapi anugerah itu bukan mendatangkan kebahagiaan, justru sebaliknya, ketakutan menyelimuti pasangan Imran dan Yukabad itu. Mereka takut pada ancaman Fir’aun, yang akan membunuh setiap anak lelaki yang lahir dari Bani Israil.

Dalam suasana keluarga yang serba penuh ketakutan itu, Allah mengilhamkan kepada ibu Musa agar menghanyutkan bayinya itu di Sungai Nil dalam sebuah peti, dan ia melakukannya.

Dengan izin Allah, peti itu mengalir terbawa arus sungai Nil ke arah kolam pemandian istana Fir’aun.

أَنِ اقْذِفِيهِ فِي التَّابُوتِ فَاقْذِفِيهِ فِي الْيَمِّ فَلْيُلْقِهِ الْيَمُّ بِالسَّاحِلِ يَأْخُذْهُ عَدُوٌّ لِي وَعَدُوٌّ لَهُ ۚ وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَىٰ عَيْنِي

“Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke Sungai Nil, maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir’aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari Ku (setiap orang yang memandang Nabi Musa As akan sayang kepadanya) dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku.” (QS.Tha-Ha : 39)

Ketika Asiyah sedang mandi, dia menemukan peti yang hanyut. Dengan rasa penasaran Asiyah membuka peti tersebut. Asiyah terkejut melihat isinya, didalam peti tersenut ada seorang bayi, sebagaimana dijamin dalam surat Tha-Ha diatas, ia lantas jatuh cinta, dan membawanya ke istana.

Begitu sampai di istana,Asiyah memperlihatkan bayi tersebut kepada suaminya (Fir’aun). Akan tetapi, begitu meliahat bayi lelaki, Fir’aun tidak tergoda oleh kesucian dan kelucuannya, melainkan segera mencabut pedang dan ingin membunuhnya, apalagi setelah diketahuinya bahwa bayi itu laki-laki. Benar bahwa setiap orang yang memandang Nabi Musa As akan sayang kepadanya, kecuali Fir’aun.

Asiyah tidak tinggal diam, ia segera melindungi bayi itu dan mendekap dalam pelukannya.

فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا ۗ إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِينَ. وَقَالَتِ امْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِي وَلَكَ ۖ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰ أَنْ يَنْفَعَنَا أَوْ نَتَّخِذَهُ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

“Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir'aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir'aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah."
Dan berkatalah isteri Fir'aun: "(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak", sedang mereka tiada menyadari." (QS. Al-Qashash: 8-9)

Rupanya Fir’aun tidak berdaya menghadapi istrinya. Dia, yang begitu menyayangi istrinya itu, lebih memilih mengikuti kemauan istrinya dari pada menerapkan keputusannya membunuh semua bayi laki laki yang lahir dari kalangan Bani Israil. Walhasil, sejak saat itu bayi tersebut diangkat sebagai anak dan diberi nama “Musa”.

Lalu, bagaimana dengan keputusan kerajaan untuk membunuh setiap bayi laki laki Bani Israil? Namanya juga diktator, maka yang berlaku bagi Fir’aun adalah “akulah hukum”. Hukum disesuaikan dengan kepentingannya. Bagi yang lain, hukum itu tetap berlaku, tapi tidak bagi Musa. Diluar sana Fir’aun tetap membunuh setiap bayi lelaki yang lahir dari golongan Bani Israil.

Asiyah kemudian memerintahkan pembantu istana untuk mencari ibu susu bagi Musa. Dan terpilihlah ibu kandung Musa untuk menyusuinya. Sebelum itu banyak kaum ibu yang menawarkan diri untuk menyusui Musa, namun Musa tidak mau menghisap puting-puting susu itu kecuali susu ibunya sendiri.

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ

"dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?" (QS. Al Qashash : 12)

Maka diserahkanlah Musa kepada Yukabad untuk disusui sehingga batas waktu menyusui selesai. Difirmankan Allah dalam Al-Qur'an,

فَرَدَدْنَاهُ إِلَىٰ أُمِّهِ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ وَلِتَعْلَمَ أَنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَهُمْ لَا يَعْلَمُونَ

"Maka kami kembalikan Musa kepada ibunya supaya senang hatinya dan tidak berduka cita, dan supaya ia mengetahui bahwa janji Allah itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS. Al Qashash : 13)

Setelah masa menyusui selesai, Yukabad pun mengembalikan Musa ke istana. Demikianlah, Asiyah berhasil membesarkan Musa hingga tumbuh menjadi anak kecil yang sehat dan menggemaskan, sehingga Fir’aun pun sangat menyayanginya. Ia sering menimang dan mengajak Musa bermain dalam pangkuannya. Rumah tangga Fir’aun menjadi ceria, yang pada gilirannya membuat seisi istana juga ikut gembira.

Namun pada suatu hari Fir’aun murka kepada Musa dan hampir saja membunuhnya. Penyebabnya, ketika sedang dalam pangkuannya, Musa kecil tiba tiba menarik jenggotnya hingga Fir’aun berteriak kesakitan. “Kurang ajar anak ini”, gumam Fir’aun. “Jangan jangan dialah yang akan menjatuhkan kekuasaan ku” katanya kepada Asiyah sambil merenggut Musa dasri pangkuannya.

Demi melihat kejadian itu, Asiyah berusaha menenangkan suaminya, “Sabarlah suamiku, bukankah dia masih kecil, mungkin dia takut melihat jenggot mu. Dia belum punya akal dan belum tahu apa apa,” katanya sambil menggendong Musa.

Untuk membuktikan ucapannya itu, Asiyah sengaja menyuruh Musa memilih api atau buah yang ditaruh didepannya denga disaksikan Fir’aun. Tentu saja si kecil Musa memilh api, karena ada cahayanya. Dan ketika tangan kecilnya menyentuh api, kontan ia menangis, karena panas.

Dengan contoh itu Asiyah ingin membuktikan bahwa Musa memang masih ingusan, tidak tahu apa apa, dan tidak perlu dimarahi seperti itu, apalagi dicurigai sebagai calon musuh Fir’aun, seperti yang dikatakan para ahli nujum.

Maka, lagi lagi , berkat kebijaksanaan Asiyah, sirnalah nafsu amarah Fir’aun. Sejak itu Musa pun kembali menjadi anak kesayangan kerajaan dan hidup bahagia dalam lingkungan istana Fir’aun yang megah itu.

Demikianlah sahabat bacaan madani kisah Fir’aun yang tunduk dihadapan isterinya. Ini membuktikan kekuasaan Allah Swt melindungi orang-orang yang dicintainya. Ini juga membuktikan Fir’aun itu bukanlah tuhan akan tetapi ciptaan tuhan. Sebab Allah Swt tidak aka nada rasa takutnya dan tidak aka nada yang setara dengan Allah Swt.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.