Keruntuhan Dinasti Bani Umayyah pada tahun 750 M, menjadi tonggak awal berdirinya kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah. Khalifah pertama dari Dinasti ini adalah Abdullah As- Saffah bin Muhammad bin Ali Bin Abdulah bin Abbas bin Abdul Muthalib.
Dinamakan Dinasti Bani Abbasiyah karena para pendiri dan khalifah dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas ibn Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Masa kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H /750 M s/d 656 H /1258 M.
Dinasti Umayyah selama kurang lebih 90 tahun telah berhasil membawa kejayaan dunia Islam mulai dari Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, Afrika Utara hingga ke Eropa, maka di bawah kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah dunia Islam juga mengalami masa-masa kejayaan, terutama dalam bidang peradaban dan kebudayaan Islam sehingga kota Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban dunia. Untuk lebih jelas, uraiannya sebagai berikut.
1. Proses Pembentukan Dinasti Bani Abbasiyah.
Sebelum upaya mengalahkan Dinasti Bani Umayyah dalam pertempuran, pemikiran bahwa setelah meninggalnya Rasulullah yang berhak untuk melanjutkan kepemimpinan adalah keturunan Rasulullah Saw pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (kaum Alawiyun).
Terdapat tiga kota utama yang menjadi pusat kegiatan untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu kota Al-Humaymah sebagai pusat perencanaan; kota Kufah sebagai kota penghubung dan kota Khurasan sebagai kota gerakan praktis.
Para keluarga Abbas di kota-kota ini melakukan berbagai strategi dan persiapan, salah satunya dengan melakukan gerakan propaganda bahwa orang-orang Abbasiyah lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Saw.
Pemimpin gerakan ini adalah Al-Imam Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbasiyah yang tinggal di Humaymah. Muhammad bin Ali tidak menonjolkan nama Bani Abbas, melainkan menggunakan nama Bani Hasyim untuk menghindari perpecahan dengan kelompok Syi’ah. Strateginya berhasil menggabungkan berbagai kekuatan, antara pendukung fanatik Ali bin Abi Thalib dengan kelompok-kelompok lain.
Untuk melakukan berbagai kegiatan propaganda, diangkatlah 12 propagandis yang tersebar di berbagai wilayah, seperti di Khurasan, Kufah, Irak dan Makkah. Diantara propagandis yang terkenal adalah Abu Muslim Al-Khurasani, seorang tokoh masyarakat di Khurasan yang merasa dirugikan selama masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah. Isu ketidakadilan yang dilontarkannya mendapat banyak sambutan dari berbagai kelompok yang tidak senang dengan pemerintahan Bani Umayyah. Para perwakilan kelompok menyatakan kesetiaan kepada Abu Muslim Al-Khurasani untuk membela Bani Hasyim dan Bani Abbas.
Gerakan dan propaganda yang dimotori oleh Muhammad bin Ali dengan dibantu 12 propagandisnya terus mendapat sambutan yang luar biasa dan tanggapan positif dari masyarakat, begitu juga dari golongan mawali. Pada tahun 743 M, Muhammad bin Ali meninggal dan gerakannya dilanjutnya oleh putranya yang bernama Ibrahim Al-Imam.
Ibrahim Al-Imam menunjuk Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perangnya, mengingat kemampuan Abu Muslim Al-Khurasani sangat ahli dalam menarik simpati masyarakat dan berbagai kelompok. Pernah dalam waktu satu hari berhasil mengumpulkan penduduk dari sekitar 60 desa di Merv. Abu Muslim Al-Khurasani mengajak kelompok yang kecewa kepada Bani Umayah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada Bani Hasyim, baik dari keturunan Abbas bin Muthalib maupun dari keturunan Ali bin Abi Thalib.
Setelah Ibrahim Al-Imam meninggal, gerakan dilanjutkan oleh saudaranya yang bernama Abdullah bin Muhammad yang lebih terkenal dengan nama Abul Abbas As-Saffah, yang juga mempercayai dan mengangkat Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang. Gabungan kekuatan antara Abul Abbas As-Saffah dengan Abu Muslim Al-Khurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat ditakuti Bani Umayyah.
Akhirnya, dinasti yang berkuasa selama kurang lebih 90 tahun dan telah berhasil mengukir kejayaan dunia Islam mulai dari Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, Afrika Utara hingga ke Eropa, mengalami kekalahan total dalam pertempuran. Khalifah Marwan II bersama 120.000 tentaranya yang berusaha mempertahankan dinastinya dengan menyebrangi sungai Tigris menuju Zab Hulu atau Zab Besar berhasil dikalahkan oleh gerakan kelompok Bani Hasyim dibawah komando Abul Abbas As-Saffah dan Abu Muslim Al-Khurasani. Khalifah Marwan II tewas dalam pertempuran di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Maka kematian Khalifah Marwan menjadi akhir dari runtuhnya Dinasti Bani Umayyah sekaligus menjadi awal berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas As- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
2. Abul Abas as-Saffah, Tokoh Pendiri.
Nama lengkap Abul Abas As-Saffah adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Ibunya bernama Rabtah binti Abaidullah Al-Haritsi dan ayahnya adalah Muhammad bin Ali, pemimpin adalah gerakan Abbasiyah. Abdullah bin Muhammad mendapat gelar As-Saffah, yang berarti pengalir darah dan pengancam siapa saja yang membangkang. Maksudnya adalah pengancam dan mengalirkan darah bagi pihak yang menentang.
Abul Abbas adalah seorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas sehingga beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya. Beliau memiliki pengetahuan yang luas, pemalu, budi pekerti yang baik dan dermawan. Menurut as-Sayuti, Abul Abbas As-Saffah ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 H dibaiat menjadi khalifah pertama Dinasti Bani Abbasiyah dan berpusat di Kuffah. Dua tahun kemudian pada tahun 134 H, meninggalkan Kufah menuju daerah Anbar (kota Kuno di Persia), dan menjadikannya pusat pemerintahan.
Semasa pemerintahannya, Abul Abbas tidak banyak melakukan perluasan wilayah, tetapi lebih melakukan konsolidasi internal untuk menguatkan pilar-pilar negara. Abul Abbas menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan, dan wafat dalam usia 33 tahun di kota dikota Anbar, pada bulan Zulhijah tahun 136 H/753M.
Dinamakan Dinasti Bani Abbasiyah karena para pendiri dan khalifah dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas ibn Abdul Muthalib, paman Nabi Muhammad saw. Masa kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H /750 M s/d 656 H /1258 M.
Dinasti Umayyah selama kurang lebih 90 tahun telah berhasil membawa kejayaan dunia Islam mulai dari Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, Afrika Utara hingga ke Eropa, maka di bawah kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah dunia Islam juga mengalami masa-masa kejayaan, terutama dalam bidang peradaban dan kebudayaan Islam sehingga kota Baghdad dikenal sebagai pusat peradaban dunia. Untuk lebih jelas, uraiannya sebagai berikut.
1. Proses Pembentukan Dinasti Bani Abbasiyah.
Sebelum upaya mengalahkan Dinasti Bani Umayyah dalam pertempuran, pemikiran bahwa setelah meninggalnya Rasulullah yang berhak untuk melanjutkan kepemimpinan adalah keturunan Rasulullah Saw pernah dikumandangkan oleh Bani Hasyim (kaum Alawiyun).
Terdapat tiga kota utama yang menjadi pusat kegiatan untuk menegakan kekuasaan keluarga besar paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu kota Al-Humaymah sebagai pusat perencanaan; kota Kufah sebagai kota penghubung dan kota Khurasan sebagai kota gerakan praktis.
Para keluarga Abbas di kota-kota ini melakukan berbagai strategi dan persiapan, salah satunya dengan melakukan gerakan propaganda bahwa orang-orang Abbasiyah lebih berhak dari pada Bani Umayyah atas kekhalifahan Islam, karena mereka adalah keturunan Bani Hasyim yang secara nasab keturunan lebih dekat dengan Nabi Saw.
Pemimpin gerakan ini adalah Al-Imam Muhammad bin Ali, salah seorang keluarga Abbasiyah yang tinggal di Humaymah. Muhammad bin Ali tidak menonjolkan nama Bani Abbas, melainkan menggunakan nama Bani Hasyim untuk menghindari perpecahan dengan kelompok Syi’ah. Strateginya berhasil menggabungkan berbagai kekuatan, antara pendukung fanatik Ali bin Abi Thalib dengan kelompok-kelompok lain.
Untuk melakukan berbagai kegiatan propaganda, diangkatlah 12 propagandis yang tersebar di berbagai wilayah, seperti di Khurasan, Kufah, Irak dan Makkah. Diantara propagandis yang terkenal adalah Abu Muslim Al-Khurasani, seorang tokoh masyarakat di Khurasan yang merasa dirugikan selama masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah. Isu ketidakadilan yang dilontarkannya mendapat banyak sambutan dari berbagai kelompok yang tidak senang dengan pemerintahan Bani Umayyah. Para perwakilan kelompok menyatakan kesetiaan kepada Abu Muslim Al-Khurasani untuk membela Bani Hasyim dan Bani Abbas.
Gerakan dan propaganda yang dimotori oleh Muhammad bin Ali dengan dibantu 12 propagandisnya terus mendapat sambutan yang luar biasa dan tanggapan positif dari masyarakat, begitu juga dari golongan mawali. Pada tahun 743 M, Muhammad bin Ali meninggal dan gerakannya dilanjutnya oleh putranya yang bernama Ibrahim Al-Imam.
Ibrahim Al-Imam menunjuk Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perangnya, mengingat kemampuan Abu Muslim Al-Khurasani sangat ahli dalam menarik simpati masyarakat dan berbagai kelompok. Pernah dalam waktu satu hari berhasil mengumpulkan penduduk dari sekitar 60 desa di Merv. Abu Muslim Al-Khurasani mengajak kelompok yang kecewa kepada Bani Umayah untuk mengembalikan kekhalifahan kepada Bani Hasyim, baik dari keturunan Abbas bin Muthalib maupun dari keturunan Ali bin Abi Thalib.
Setelah Ibrahim Al-Imam meninggal, gerakan dilanjutkan oleh saudaranya yang bernama Abdullah bin Muhammad yang lebih terkenal dengan nama Abul Abbas As-Saffah, yang juga mempercayai dan mengangkat Abu Muslim Al-Khurasani sebagai panglima perang. Gabungan kekuatan antara Abul Abbas As-Saffah dengan Abu Muslim Al-Khurasani menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat ditakuti Bani Umayyah.
Akhirnya, dinasti yang berkuasa selama kurang lebih 90 tahun dan telah berhasil mengukir kejayaan dunia Islam mulai dari Asia Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, Afrika Utara hingga ke Eropa, mengalami kekalahan total dalam pertempuran. Khalifah Marwan II bersama 120.000 tentaranya yang berusaha mempertahankan dinastinya dengan menyebrangi sungai Tigris menuju Zab Hulu atau Zab Besar berhasil dikalahkan oleh gerakan kelompok Bani Hasyim dibawah komando Abul Abbas As-Saffah dan Abu Muslim Al-Khurasani. Khalifah Marwan II tewas dalam pertempuran di Busir, wilayah Al- Fayyum, tahun 132 H/750 M. Maka kematian Khalifah Marwan menjadi akhir dari runtuhnya Dinasti Bani Umayyah sekaligus menjadi awal berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah dipimpin oleh khalifah pertamanya, yaitu Abbul Abbas As- Shaffah dengan pusat kekuasaan awalnya di Kufah.
2. Abul Abas as-Saffah, Tokoh Pendiri.
Nama lengkap Abul Abas As-Saffah adalah Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas, dilahirkan di Hamimah pada tahun 104 H. Ibunya bernama Rabtah binti Abaidullah Al-Haritsi dan ayahnya adalah Muhammad bin Ali, pemimpin adalah gerakan Abbasiyah. Abdullah bin Muhammad mendapat gelar As-Saffah, yang berarti pengalir darah dan pengancam siapa saja yang membangkang. Maksudnya adalah pengancam dan mengalirkan darah bagi pihak yang menentang.
Abul Abbas adalah seorang yang bermoral tinggi dan mempunyai loyalitas sehingga beliau disegani dan dihormati oleh kerabat-kerabatnya. Beliau memiliki pengetahuan yang luas, pemalu, budi pekerti yang baik dan dermawan. Menurut as-Sayuti, Abul Abbas As-Saffah ialah manusia yang paling sopan dan selalu menepati janji tepat pada waktunya. Pada tanggal 3 Rabiul Awal 132 H dibaiat menjadi khalifah pertama Dinasti Bani Abbasiyah dan berpusat di Kuffah. Dua tahun kemudian pada tahun 134 H, meninggalkan Kufah menuju daerah Anbar (kota Kuno di Persia), dan menjadikannya pusat pemerintahan.
Semasa pemerintahannya, Abul Abbas tidak banyak melakukan perluasan wilayah, tetapi lebih melakukan konsolidasi internal untuk menguatkan pilar-pilar negara. Abul Abbas menjadi khalifah selama 4 tahun 9 bulan, dan wafat dalam usia 33 tahun di kota dikota Anbar, pada bulan Zulhijah tahun 136 H/753M.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.