Minggu, 17 September 2017

Kemajuan Bidang Pendidikan dan Perpustakaan Masa Dinasty Abbasiyah

1. Pendidikan.
Pada masa Abbasiyah, yang disebut lembaga pendidikan dasar (kuttab) umumnya merupakan bagian terpadu dengan masjid, bahkan memfungsikan masjid sebagai sekolah dasar. Kurang lebih 30.000 masjid yang digunakan sebagai lembaga pendidikan dasar.

Selain itu, terdapat kegiatan pendidikan di rumah-rumah pendudukan dan di tempat-tempat lain, seperti maktab, zawiyah dan halaqah. Kurikulum utamanya dipusatkan pada Al-Quran sebagai bacaan utama para siswa, selain belajar membaca dan menulis. Anak-anak perempuan mendapat kesempatan yang sama dengan anak laki-laki untuk mempelajari ajaran-ajaran agama pada tingkatan yang lebih rendah sesuai dengan kemampuannya.
Baca Juga :


Untuk pendidikan lanjutan, dilakukan di Bait al-Hikmah, sebagai  lembaga pendidikan menengah pertama dalam Islam, didirikan oleh Khalifah Al-Makmun (830 M). Kurikulumnya meliputi pelajaran tafsir, Hadis, ushul fiqh, ilmu kalam, ilmu matiq dan kesusasteraan. Bait al-Hikmah, selain berfungsi sebagai pusat penerjemahan, dikenal sebagai pusat kajian akademis, dan perpustakaan umum, serta memiliki sebuah observatorium. Bahkan, pada saat itu observatorium-observatorium bermunculan sebagai pusat pembelajaran astronomi.

Adapun untuk pendidikan sejenis perguruan tinggi didirikan Madarasah Nizhamiyah oleh Nizham al-Mulk (1065-1067). Madarasah ini dibangun sebagai pusat studi teologi (mdrasah), khususnya untuk mempelajari ajaran-ajaran Mazhab Syafi’i dan teologi Asy’ariyah. Alquran dan puisi-puisi Arab kuno menjadi sumber utama pengembangan dan penngkajiann ilmu-ilmu humaniora dan sastra (‘ilm al-adab), hal yang sama dilakukan oleh orang Eropa klasik beberapa abad kemudian. Sebagian sejarawan mengatakan bahwa berbagai kegiatan Madarasah Nizhamiyah ini ditiru oleh orang Eropa untuk membangun universitas-universitas Eropa yang pertama.

2. Perpustakaan.
Masjid, selain sebagai pusat pendidikan, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan buku. Buku-buku  didapat dari hadiah-hadiah atau hasil pencarian dari berbagai sumber. Karenanya, masjid pada saaat itu memiliki khazanah buku-buku keagamaan yang sangat kaya. Salah seorang donatur buku-buku itu adalah seorang sejarawan terkenal yaitu al-Khatib al-Baghdadi (1002-1017) yang menyerahkan buku-bukunya sebgai wakaf untuk umat Islam.

Perpustakaan-perpustakaan (khizanat al-kutub) lain dibangun oleh kalangan bangsawan atau orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian untuk umum, menyimpan koleksi sejumlah buku logika, filsafat, astronomi dan bidang ilmu lainnya. Salah satu diantaranya yang dibangun oleh penguasa Buwaihi, Abdud Ad-Dawlah, di Syirazi, yang  semua buku-bukunya disusun di atas lemari-lemari, didaftar dalam katalog, dan diatur dengan baik oleh staf administrator yang berjaga secara bergiliran.

Selain perpustakaan, gambaran tentang kemajuan budaya baca pada masa Abbasiyah  bisa dilihat dari banyaknya toko buku. Toko-toko ini berpengaruh besar bagi pengembangan dunia  pendidikan, Al-Ya’qubi meriwayatkan bahwa pada masanya (sekitar 819 M) ibukota negara diramaikan oleh lebih dara seratus toko buku yang berderet di satu ruas jalan yang sama.

Hinga awal abad ke-3 Hijriah, bahan yang umum digunaka untuk menulis adalah kain perca dan papirus. Baru kemudian setelah, kertas Cina mulai masuk ke Irak.  industri kertas tumbuh menjamur. Industri itu pertama kali muncul di Samarkand, yang diperkenalkan oleh beberapa tawanan Cina pada 751.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang kemajuan atau perkembangan Bidang Pendidikan dan Perpustakaan zaman keemasan Dinasty Abbasiyah. Sumber Buku SKI MTS Kelas VIII. Kementerian Agama Republik Indonesia. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.