Selasa, 13 Agustus 2019

Pluralisme Masyarakat Madinah Sebelum Lahirnya Piagam Madinah


Keadaan yang sedikit membedakan antara Makkah dengan Madinah adalah situasi alam dan watak penduduknya. Madinah merupakan kota pertanian yang subur. Menurut Husen Haikal, penulis buku Sejarah Hidup Muhammad, Madinah merupakan kota yang makmur dan subur pertaniannya. Yathrib adalah nama kuno dari Madinah al-Munawarah, wilayahnya merupakan oasis (sumber ketenangan), mempunyai tanah yang subur dan yang berlimpah serta dikelilingi dari setiap penjuru oleh batubatu vulkanis hitam. Penduduk Madinah cenderung heterogen. Kota Yatsrib dihuni oleh masyarakat yang multietnis dengan keyakinan agama yang beragam. Peta sosiologis masyarakat Madinah itu secara garis besarnya terdiri atas:

1. Orang-orang Muhajirin, kaum muslimin yang hijrah dari Makkah ke Madinah.

2. Kaum Anshar, yaitu orang-orang Islam pribumi Madinah.

3. Orang-orang yahudi yang secara garis besarnya terdiri atas beberapa kelompok suku seperti: Bani Qainuqa, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah.

4. Pemeluk “tradisi nenek moyang”, yaitu penganut Paganisme atau penyembah berhala.

Masyarakat Madinah sebelum kehadiran bangsa Arab diperkuat dan dido-minasi sepenuhnya oleh kaum Yahudi, baik secara politik maupun intelektual. Namun dengan adanya peristiwa hijrah semakin mewarnai masyarakat Ma-dinah. Pada saat Yahudi mempengaruhi masyarakat Madinah, pada waktu yang sama mereka juga dipengaruhi oleh bangsa Arab di sekitar mereka. Ciri-ciri solidaritas kesukuan muncul di antara Suku Yahudi begitu besar, termasuk „Asabiyyah, kedermawanan, ketertarikan dalam puisi dan latihan senjata. Perasaan kesukuan mendominasi Yahudi begitu besar sehingga mereka tidak bisa hidup sebagai salah satu kelompok keagamaan, sebaliknya mereka hidup dalam konflik, bahkan pada zaman Rasulullah SAW ketika mereka menghadapi pembuangan. Jadi, kaum Yahudi adalah sebagai kelompok mayoritas di Madinah harus menerima kenyataan adanya masyarakat pendatang yang memiliki latar belakang sosial politik dan etnis, kepercayaan berbeda.

Untuk lebih jelasnya, kita dapat mengutipkan peta sosiologis penduduk Madinah sewaktu Nabi baru pindah, di antaranya terdiri:

1. Kaum muslimin: Muhajirin dan Anshar

2. Anggota suku Aus dan Hazraj yang masih berada pada tingkat nominal muslim, bahkan ada yang secara rahasia memusuhi Nabi.

3. Anggota suku Aus dan Hazraj yang masih menganut paganisme, tapi dalam tempo yang singkat telah berubah menjadi pemeluk Islam.

4. Orang-orang Yahudi terbagi dalam tiga suku utama: Banu Qainuqa, Banu Nadir, dan Banu Quraizah.

Heterogenitas masyarakat Madinah tidak hanya pada aspek sosial ekonomi, melainkan juga kesukuan dan agama. Perasaan kesukuan yang kuat dan kesenjangan sosial ekonomi yang tajam, biasanya menjadi pemicu kuat terjadinya sebuah konflik sebaliknya juga memunculkan rasa solidaritas di kalangan masyarakat di manapun di bumi ini. Kesamaan agama biasanya menjadi pengikat dan mendorong sekelompok masyarakat untuk bersatu. Namun yang terjadi di Madinah rupanya lebih kompleks. Karena kaum Yahudi lebih mendominasi dalam tatanan kehidupan di Madinah di masa sebelum peristiwa hijriyah tersebut. Perundingan saja barangkali belum cukup kuat untuk mengantisipasi munculnya berbagai konflik. Sebab tidak menutup kemung-kinan salah satu kelompok akan dengan mudah menghianati suatu kesepatan yang tidak tertulis tersebut.

Faktor demikianlah yang mendorong perlunya dibuat suatu piagam per-janjian sebagai salah satu upaya paling bijaksana guna meredam konflik sosial yang luas. Apalagi jika disertai sanksi yang kuat bagi pelanggarnya.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pluralisme masyarakat Madinah sebelum lahirnya Piagam Madinah. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.