Sabtu, 07 September 2019

Pengertian Hadis Dha’if, Pendapat Ulama Tentang Pengamalan Hadis Dha’if dan Contoh Hadis Dha’if

Hadis Dha`if dari segi bahasa berarti lemah. Dalam istilah Hadis Dha’if adalah:
Artinya: Hadis yang tidak menghimpun sifat Hadis Shahih dan Hasan.

Jadi Hadis Dha`if adalah Hadis yang tidak memenuhi sebagian atau semua persyaratan Hadis Hasan atau Shahih, misalnya sanad-nya tidak bersambung (muttashil), para perawinya tidak adil dan tidak dhâbith, terjadi keganjilan baik dalam sanad atau matan (syadz) dan terjadinya cacat yang tersembunyi (`illah) pada sanad dan matan.

Hadis yang diriwayatkan oleh al-Turmudzi melalui jalan Hakim al-Atsram dari Abi Tamimah al-Hujaymi dari Abi Hurayrah dari Nabi saw bersabda:
Artinya: Barang siapa yang mendatangi pada seorang wanita menstruasi (haidh) atau pada seorang wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah mengkufuri apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.

Dalam sanad Hadis di atas terdapat seorang dha`if yaitu Hakim al-Atsram yang dinilai dha`if oleh para ulama. AlHafizh Ibn Hajar dalam Taqrîb al-Tahzhîb memberikan komentar ; dia orang lemah.

Cacat Hadis Dha`if dapat disimpulkan terkait pada dua hal yakni pertama, terkait dengan sanad dan kedua, terkait dengan matan. Cacat yang terkait dengan sanad bisa jadi karena tidak bersambung sanad-nya atau seorang periwayat tidak bertemu langsung dengan seorang guru sebagai pembawa berita, ketidak adilan dan tidak dhâbith, terjadi adanya keganjilan (syâdz) dan cacat (`illat). Sedang cacat yang terkai dengan matan adalah karena keganjilan (syâdz) dan cacat (`illat) tersebut. Macam- macam cacat yang menjadi penyebab kedha`ifan suatu Hadis dapat digamabarkan pada skema berikut di bawah ini :

Hadis Dha`if tidak identik dengan Hadis mawdhu` (Hadis palsu). Hadis dha’if hanya ada sifat kelemahan atau kurang dalam matan atau sanad sedang Hadis Maudhu’ Hadis palsu, bukan dari rasul dibilang dari Rasul. Oleh kaarena itu para ulama berbeda pendapat dalam pengamalan Hadis dha’if dan sepakat dosa besar meriwayatkan Hadis maudhu’. Perbedaan para ulama dalam pengamalan Hadis Dha`if ada 3 pendapat :

a. Hadis Dha`if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal (fadhail al-a`mal) atau dalam hukum sebagaimana yang diberitakan oleh Ibn Sayyid al-Nas dari Yahya bin Ma`în. Pendapat pertama ini adalah pendapat Abû Bakar Ibn al-`Arabî, Bukhari, Muslim, dan Ibn Hazam.

b. Hadis Dha`if dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhail al-a`mal atau dalam masalah hukum (ahkam), pendapat Abu Dawûd dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat bahwa Hadis Dha`if lebih kuat dari pada pendapat para sarjana atau profesor.

c. Hadis Dha`if diamalkan dalam fadhail al-a`mal, mau`izhah, targhib (janji-janji yang menggemarkan), dan tarhîb (anjaman yang menakutkan) bukan masalah halal dan haram, jika memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana yang paparkan oleh Ibn Hajar al-`Asqalani, yaitu berikut :

1) Tidak terlalu Dha`if.
2) Masuk ke dalam kategori Hadis yang diamalkan (ma`mul bih) seperti Hadis nâsikh bukan mansukh dan râjih ( yang lebih kuat) bukan marjuh.
3) Tidak dii`tiqadkan secara yakin kebenaran Hadis dari Nabi, tetapi karena berhati-hati semata atau ihtiyath.

Pendapat pertama, dari tiga pendapat di atas pendapat pertama lebih selamat,
pendapat kedua lemah dan
pendapat ketiga berhati-hati.

Di antara kitab yang tersusun secara khusus tentang macam-macam Dha`if adalah ; al-Marasil, karya Abi Dawud, al-`Ilal, karya al-Dar Quthni, al-Dhu`afa karya Ibn Hibban dan Mizan al- I`tidal karya al-Dhahabi.

Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang pengertian hadis dha’if, pendapat ulama tentang pengamalan hadis dha’if dan contoh hadis dha’if. Sumber Modul 1 Konsep Dasar Ulumul Hadis PPG dalam Jabatan Tahun 2019 Kementerian Agama Republik Indonesia JAKARTA 2019. Kunjungilah selalu www.bacaanmadani.com semoga bermanfaat. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.