Minggu, 17 Juli 2016

4 Tanda Amalan Baik Yang Berbuah Buruk


Salah satu diantara makar setan adalah ia mendorong manusia melakukan amal-amal sholih. Namun di balik amal-amal sholih itu mendapatkan tendensi duniawi yang merusak pahala dan niat seorang hamba.

Umat Islam dituntut untuk selalu meningkatkan amal ibadahnya kepada Allah Swt. Tentunya Amal yang dikerjakan itu sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah Swt dan Rasulnya. Disamping itu juga kita sebagai umat Islam dituntut untuk beramal yang ikhlas tanpa mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia. Firman Allah Swt dalam Al Qur'an,

“Tidaklah mereka diperintahkan melainkan agar menyembah Allah dengan mengikhlaskan amal untuk-Nya dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Begitu juga sabda Rasulullah Saw,

Rasulullah Saw bersabda,
“Sesungguhnya Allah tidak akan menerima amalan kecuali yang ikhlas dan dilakukan demi mengharap wajah-Nya.” (HR. Nasa’i)

Dari ayat Al-Qur'an dan Hadits Rasulullah saw tersebut bahwa amal seseorang itu di kerjakan dengan ikhlas, dan yang demikian itulah yang diterima disisi Allah Swt. Akan tetapi dilapangan masih banyak orang-orang yang beribadah hanya melihat situasi dan kondisi demi mengharapkan pujian dan sanjungan orang lain. mereka beribadah bukan karena Allah Swt lagi.  bahkan adalagi ibadah dan amalannya baik akan tetapi menghasilkan keburukan. Sebagaimana di jelaskan oleh Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy ra. Beliau berkata,

“Telah disebutkan dari para salaf yang berilmu tentang ayat ini, beberapa jenis perkara yang dilakukan oleh manusia pada hari ini, sedang mereka tidak mengerti maknanya.

Pertama, diantara hal itu, amal sholih yang dikerjakan oleh kebanyakan orang demi mencari wajah Allah berupa sedekah, silaturahim, berbuat baik kepada manusia dan semisalnya. Demikian pula meninggalkan kezhaliman, atau tidak berbicara tentang kehormatan orang lain dan semisal itu diantara perkara yang biasa dilakukan oleh manusia atau ia tinggalkan semata-mata karena Allah. Hanya saja ia tidak menginginkan pahalanya di akhirat. Dia hanya ingin agar Allah membalasinya dengan menjaga dan mengembangkan hartanya, memelihara anaknya dan keluarganya serta senantiasa memberikan nikmat kepada mereka dan semisal ini. tidak ada semangatnya dalam mencari surga dan lari dari neraka. Orang seperti ini akan diberikan balasan amalannya di dunia, sedang di akhirat ia tidak mendapatkan bagian (pahala).

Jenis ini telah disebutkan dari Ibnu Abbas saat menafsirkan ayat ini. Sebagian guru kami telah keliru, akibat ungkapan dalam Syarah Al-Iqna’, di awal bab tentang niat. Tatkala beliau (guru kami) membagi keikhlasan menjadi beberapa tingkatan. Beliau menyebutkan jenis ini termasuk diantaranya. Beliau menyangka bahwa pen-syarah Al-Iqna’ menyebutnya ikhlash sebagai pujian bagi jenis itu. Padahal bukan demikian halnya. Dia hanya memaksudkan bahwa amalan itu tidak riya’. Walaupun sebenarnya ia adalah amalan yang gugur di akhirat.

Kedua: Jenis ini lebih besar dan menakutkan dibandingkan jenis pertama, yaitu apa yang disebutkan oleh Mujahid bahwa ayat ini turun tentangnya, yakni seseorang melakukan amal-amal sholih, sedang niatnya untuk mencari-cari perhatian orang, bukan demi mencari pahala akhirat. Sementara itu ia menampakkan (di hadapan orang) bahwa ia ingin wajah Allah. Hanyalah ia mengerjakan sholat, puasa, bersedekah atau mencari ilmu, karena manusia akan memujinya dan mulia dalam pandangan mereka. Karena kedudukan termasuk jenis-jenis dunia yang paling besar.

Tatkala disebutkan kepada Mu’awiyah sebuah hadits dari Abu Hurairah tentang tiga orang yang pertama kali akan dinyalakan baginya neraka, yaitu orang mempelajari ilmu agar disebut “ulama” sehingga ia pun digelari demikian; orang yang bersedekah agar disebut sebagai “orang dermawan” dan orang yang berjihad agar disebut sebagai “pemberani”, maka Mu’awiyah menangis keras, lalu membaca ayat ini.

Ketiga: Seseorang beramal sholih, sedang tujuannya dalam amal sholih itu adalah harta benda, misalnya, ia berhaji demi harta yang ia akan ambil, bukan demi Allah; atau ia berhijrah demi dunia yang akan ia dapatkan, atau karena wanita yang akan ia nikahi; atau ia berjihad demi ghanimah (harta rampasan). Sungguh jenis ini juga disebutkan saat menafsirkan ayat ini sebagaimana di dalam Kitab Ash-Shohih bahwa Nabi -Saw,

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khamisah, celakalah hamba khamilah. Jika diberi, maka dia senang. Tetapi jika tidak diberi, maka ia marah. Celakalah dia dan merugilah. Jika tertusuk duri, maka duri itu tidak akan tercabut.” (HR. Bukhari)

Sebagaimana halnya ia mempelajari ilmu agama demi madrasah (sekolah atau pesantren) keluarganya, atau demi mata pencaharian mereka, atau demi kekuasaan mereka; atau ia mempelajari Al-Qur’an dan menjaga sholatnya demi jabatan di masjid, sebagaimana hal ini sering terjadi. Mereka ini lebih berakal dibandingkan orang-orang sebelumnya (dalam jenis kedua). Karena, mereka ini beramal untuk kepentingan yang mereka akan raih. Orang-orang yang sebelumnya beramal demi (mendapatkan) pujian dan kemuliaan dalam pandangan manusia dan mereka tidak mendapatkan harta benda.

Keempat: Seseorang beramal ketaatan kepada Allah dalam kondisi ikhlash dalam hal itu kepada Allah saja, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Akan tetapi ia berada dalam amalan yang membuatnya kafir sehingga ia keluar dari Islam, seperti kaum Yahudi dan Nashrani. Sebab, mereka menyembah Allah, bersedekah atau berpuasa demi mencari wajah Allah dan kampung akhirat.

Ini seperti kebanyakan orang dari kalangan umat ini, yaitu orang-orang yang padanya terdapat syirik besar atau kekafiran besar yang mengeluarkan mereka dari Islam secara total. Jika mereka taat kepada Allah dengan ketaatan yang ikhlash (murni), mereka menginginkan dengannya pahala Allah di kampung akhirat. Akan tetapi, mereka di atas amal-amal yang mengeluarkan mereka dari Islam dan mencegah diterimanya amal mereka. Jenis ini juga telah disebutkan saat menafsirkan ayat ini dari Anas bin Malik dan selainnya. Dahulu para salaf takut terhadap jenis ini.

Sebagian mereka (salaf) berkata, “Andaikan aku tahu bahwa Allah akan menerima dari sebuah sujud, maka aku akan ingin mati saja. Karena, Allah berfirman,

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Maa’idah : 27)“.

Apa yang dinyatakan oleh Syaikh Muhammad At-Tamimiy -rahimahullah- adalah perkara yang benar dan dibuktikan oleh realita, baik di zaman dahulu, apalagi di zaman sekarang.

Kita lihat ada sebagian orang di zaman ini yang suka melakukan amal-amal sholih, sedang niatnya untuk mencari-cari perhatian orang, bukan demi mencari pahala akhirat. Sementara itu ia menampakkan (di hadapan orang) bahwa ia ingin wajah Allah. Ini terlihat jelas dalam aktifitas para pegiat dakwah yang terjun dalam partai. Mereka menampakkan bahwa dengan berpartai ia akan memperjuangkan Islam. Padahal sebenarnya ia hanya memperjuang “kursi” (kekuasaan) dan sekedar mengenyangkan perut dari arah yang haram!

Sahabat bacaan madani, Ketahuilah bahwa di hari kiamat akan melihat amal-amal sholih diberi ganjaran. Tapi dengan syarat ia beriman, ikhlas semata-mata karena Allah dan mengikuti sunnah Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.

Jika tidak memenuhi syarat-syarat ini, maka amalannya akan hancur tidak berguna. Allah Swt berfirman,

“Dan Kami datang kepada segala amal yang mereka telah kerjakan (di dunia), lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (QS. Al-Furqon : 23)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.